[9] Ke Rumah Ali

3.9K 510 18
                                    

Illyana menatap dirinya di pantulan cermin. sore ini ia memilih memakai Kemeja merah kotak-kotak dengan celana jeans sobek, rambut panjangnya sengaja dikucir agar lebih rapi. Perempuan itu menyambar kunci mobil yang ia letakkan sembarang di atas kasur lantas keluar dari kamar.

"Mau kemana Ly?" Aisya bertanya ketika Illyana menginjak anak tangga terakhir.

"Ke rumah Tante Rissa."

"Mama boleh ikut?"

Illyana menaikkan sebelah alisnya. "Mau ngapain?"

"Mau ketemu juga sama Tente Rissa." Aisya tersenyum. "Boleh ya Sayang." Perempuan itu menampilkan wajah mamelas.

Illyana menghela napas lantas mengangguk pelan, sontak saja hal itu membuat Aisya bahagia.

"Mama ambil tas dulu."

Illyana tak merespon ia membiarkan ibu tirinya itu berlari kecil untuk mengambil tas. Entah mengapa Illyana merasa tidak keberatan jika Aisya ikut bersamanya.

"Ayo," ajak Aisya lalu meraih tangan Illyana lalu menuntun perempuan itu keluar dari rumah.

"Enggak usah pegang-pegang!" Illyana menarik pergelangan tangannya yang sempat digenggam oleh Aisya.

Aisya hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan langkah. Ia sudah cukup bahagia ketika Illyana tak menolak permintaannya untuk ikut ke rumah Tante Rissa.

Aisya memasuki mobil bersama dengan Illyana yang duduk di kursi kemudi.  Di sepanjang perjalanan, Aisya tak henti-hentinya untuk mengajak Illyana mengobrol namun sayang perempuan itu hanya merespon seadanya bahkan tanpa minat.

"Lusa papa pulang dari Jerman, kamu mau dibawain oleh-oleh apa?" tanya Aisya setelah membaca pesan WhatsApp yang di kirimkan oleh suaminya.

"Enggak usah dibawain apa-apa." Ucapan Illyana diangguki oleh Aisya, perempuan itu segera membalas pesan Hendra untuk menyampaikan bahwa Illyana tidak meminta apa-apa.

"Kamu satu sekolah dong Ly sama anaknya Tante Rissa." Aisya bertanya semangat mencoba mencari topik pembicaraan yang bisa membuat Illyana lebih banyak mengobrol dengannya.

"Iya." Singkat padat dan jelas itulah jawaban yang keluar dari mulut Illyana.

"Orangnya gimana? Pasti ganteng 'kan? Terus pas--

Illyana berdecak. "Banyak tanya bengat sih lo." Perempuan itu memotong cepat ucapan Aisya.

"Mama 'kan cuma pengen tau." Aisya mengerutkan bibirnya.

"Tanya sekali lagi gue turunin lo." Ancaman Illyana membuat Aisya diam, ia tidak ingin kalau Illyana menurunkannya di jalanan.

***

Rissa tersenyum senang ketika membuka pintu dan mendapati Illyana dan Aisya yang bertamu ke rumahnya.

Rissa cipika cipiki dengan Aisya. "Ketemu lagi kita," ujar Rissa.

"Iya nih seneng banget," balas Aisya.

"Ayo masuk," ajak Rissa. Setelahnya mereka memasuki rumah dengan berjalan beriringan.

"Duduk dulu." Rissa mempersilakan ketika berada di ruang tamu.

"Iya, makasih." Aisya duduk lalu diikuti Illyana di sampingnya.

"Tente, enggak usah di buatin minum," cegah Illyana ketika Rissa ingin membuatkan minum untuk dirinya dan Aisya.

"Kenapa? Kalian 'kan tamu masa enggak di buatin minum sih."

"Nanti aja belum haus." Illy tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

"Yaudah." Rissa terkekeh kecil.

"Hai Kak Illyana," sapa Zahwa yang baru saja keluar dari kamar.

Illyana tersenyum. "Hai juga Wa."

Zahwa mencium punggung tangan Aisya ketika menghampiri wanita berjilbab lebar itu.

"Kak Illyana ikut Zahwa yuk."

"Kemana?" Kening Illyana berkerut.

"Ke belakang aja, duduk-duduk santai."

"Sana kalau kalian mau main," ujar Rissa.

"Yaudah, Illyana kebelakang dulu sama Zahwa." Illyana berdiri dari duduknya, ia menerima ajakan Zahwa.

Sekarang tinggallah Rissa dan Aisya yang sibuk bercerita tentang berbagai macam hal. Sedangkan Illyana dan Zahwa sudah  sampai di gazebo yang berada di belakang rumah yang cukup besar ini.

"Enak ya tempatnya." Illyana menatap ke sekitar di mana tanaman hijau tertata rapi. Di hadapannya tumbuh berbagai macam jenis bunga yang indah.

"Enak dong." Zahwa duduk bersila.

"Ka," panggil Zahwa.

"Iya?"

"Kok celana Kakak robek-robek sih?"

"Emangnya kenapa?"

"Ya enggak apa-apa, kenapa enggak ditambal aja biar enggak sobek-sobek gitu."

Illyana tertawa mendengar ucapan Zahwa. "Ya kali ditambal ini itu udah model dari sononya begini."

"Enggak baik tau Kak, aurat Kakak kelihatan."

Illyana menatap datar ke arah Zahwa. "Tolong jangan ceramahin gue."

"Zahwa enggak ceramah kok, tapi emang ngasih tau yang sebenarnya aja." Zahwa menatap ke depan tak lagi menatap Illyana.

Illyana menghiraukan ucapan Zahwa, ia memilih menatap langit yang mulai berubah warna menjadi jingga.

"Bang!" Teriakan Zahwa membuat Illyana menoleh ke arah Ali yang kini sedang berdiri tak jauh dari mereka.

"Sini!" Zahwa melambaikan tangannya.

Ali menghampiri Zahwa dan Illyana.

"Bang Ali ganteng deh," puji Zahwa ketika Ali sudah berada di hadapanya.

"Ada maunya nih pasti," balas Ali.

"Orang muji dikata ada maunya, udah syukur Zahwa puji." Zahwa mencak-mencak, ia berdecak.

"Abang enggak mau pujian dari kamu, bahkan Abang tidak suka dipuji. Pujian itu terkadang menghancurkan, menimbulkan sifat sombong."

"Yaudah deh Zahwa enggak jadi muji, tapi Zahwa coba ngomong yang sebenarnya. Enggak berlebihan juga." Lalu Zahwa menatap Illyana. "Kak Illyana, Bang Ali ganteng enggak?"

"Apa-apaan sih kamu Wa," kesal Ali, Zahwa telah membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Tidak tau entah karena apa.

"Ganteng." Illyana menjawab santai, perempuan itu menatap Ali. Senyuman kecil ia suguhkan membuat lelaki itu memutus pandangan.

Sajadah Cinta Illyana | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang