"APA!" Itte menggebrak meja cukup keras membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
Illyana tersenyum kikuk. "Maaf," ujarnya seraya menatap beberapa orang yang kini memperhatikan mereka.
"Duduk Te!"
Itte duduk, napasnya memburu dengan kedua tangan mengepal menahan emosi. "Berengsek itu cowok, enggak nyangka gue."
"Gue juga enggak nyangka kalau Arga sebejat itu."
"Jadi Ali yang udah nolongin lo? Kok bisa?"
"Gue juga enggak tahu Te, tiba-tiba dia datang disaat hampir aja Arga ngelakuin hal itu ke gue." Illyana menjelaskan. "Ali datang diwaktu yang tepat, dia udah nyelamatin masa depan gue," lanjut Illyana dengan mata yang berkaca-kaca.
Itte menghela napas, perempuan itu langsung memeluk Illyana. "Yang penting lo udah baik-baik aja."
Itte melepaskan pelukannya, ditatapnya kedua bola mata Illyana yang mengeluarkan air mata. Rasanya sakit ketika melihat sahabat yang ia sayangi disakiti oleh orang lain, Itte berjanji suatu saat ia akan memberi pelajaran yang setimpal untuk Arga.
***
Ali mengusap kasar wajahnya. Mengapa ia selalu terbayang wajah Illyana? entah saat terpejam atau membuka mata selalu saja wajah perempuan itu yang ada di pelupuk matanya, Mengganggu.
"Ya Allah perasaan apa ini?" Ali beristigfar di dalam hati, ia berusaha menghilangkan rasa aneh yang mendera dirinya.
Ali memilih beranjak keluar kamar,
Mancari udara segar."Bikin Bunda keget deh kamu," ujar Rissa ketika Ali memeluknya dari belakang.
"Bunda." Ali menopang dagunya di bahu Rissa.
"Kenapa? Bunda belum kelar masak nih."
"Jatuh cinta itu salah enggak sih, Bunda?" Ali bertanya ragu-ragu.
Rissa tersenyum kecil. "Bunda kelarin masak dulu. Tunggu ya," ujar Rissa yang diangguki oleh Ali.
***
"Jangan cerita ya tentang kejadian yang gue alamin," ujar Illyana ketika ingin memasuki rumah Lenna.
Itte tersenyum. "Tenang aja gue enggak bakalan cerita kok."
"Hai gyus!" teriak Itte ketika memasuki rumah.
"Enggak usah teriak, ini rumah bukan hutan," balas Gio sewot.
"Serah gue lah Bambang."
"Nama gue Gio bukan Bambang." Itte membalas ucapan Gio dengan tatapan malas.
"Illyana, lo kemana aja hah?" tanya Debby heboh, perempuan itu langsung memeluk Illyana erat.
"Deb enggak bisa napas gue," ujar Illyana seraya melepas pelukan Debby.
"Illyana," sapa David, ia langsung menghampiri Illyana.
"Soon nonton drama live nih," sindir Lenna yang sama sekali tidak dipedulikan oleh David.
"Lo kemarin malam kok pulang duluan?" tanya David.
"Ada urusan penting." Illyana menjawab seadanya.
"Lo enggak apa-apa 'kan?" Satu alis David terangkat. Illyana menggeleng sebagai jawaban.
"Serius?"
"Mau dong diseriusin," canda Illyana membuat David terkekeh.
"Nanti kalau udah sukses bakalan gue seriusin kok." David merangkul Illyana.
"Adegannya kurang romantis," celetuk Itte.
"Nunggu sukses, orang masa depan lo aja suram," ujar Devan setelah itu tertawa puas.
David melempar bantal yang ada di sofa ke arah Devan. "Lo sebelas dua belas sama gue," ujarnya membuat mereka semua tertawa.
"Orang kayak kita juga punya masa depan kali." Itte duduk lesehan di atas karpet, mengambil tempat di samping Gio.
"Punya cita-cita." Gio menimpali.
"Cita-cita lo apaan Gi?" tanya Debby.
"Cita-cita gue itu menikah sama lo dan menjadi bapak dari anak-anak lo," jawab Gio sok serius.
"Ya ampun sweet banget." Illyana terkikik geli.
Debby bergaya seperti orang yang ingin muntah. "Amit-amit jabang baby."
"Hati-hati kemakan omongan sendiri lo Deb," ucap David.
"Enggak akan." Debby mengibaskan rambut panjangnya.
"Gue enggak bisa lama-lama nih di sini," ujar Illyana.
"Lo mau balik? Belum juga duduk Ly." Lenna menatap Illyana.
"Lo kenapa sih Ly? Sakit?" Kali ini Debby yang bertanya.
"Rada enggak enak badan aja," ujarnya lantas menatap Itte. "Te, balik yuk."
"Ayo." Itte langsung berdiri dari duduknya.
"Lo di sini aja Te. Lo 'kan baru datang pasti cape, biar gue aja yang anterin Illy." David menawarkan diri.
Itte melirik ke arah Illyana seolah meminta jawaban.
"Nggak--
"Gue enggak terima penolakan." Buru-buru David memotong ucapan Illyana lantas menarik tangan perempuan itu.
"Duluan ya!" teriak David.
***
"Kenapa kamu tiba-tiba nanya gitu sama Bunda?" Rissa mengambil duduk di samping Ali.
"Pengan tanya Aja. Enggak boleh?"
"Boleh."
"Terus jawabannya apa?"
"Cinta itu fitrah, mau berlabuh pada siapapun dan kapanpun itu tidak salah. Karena pada hakikatnya cinta adalah anugerah yang Allah titipkan pada hati setiap hambanya. Setiap manusia tidak pernah berencana ingin jatuh cinta pada siapa, rasa cinta itu hadir dengan sendirinya entah melalui sebab apa. Allah lah yang berkendak atas itu semua. Atas rasa cinta yang tumbuh di hati manusia. Tapi ingat, disaat cinta itu datang diwaktu yang tidak tepat kamu harus bisa menjaga rasa itu agar tetap suci, tetap berada dalam koridor dengan segala batasan," jelas Rissa panjang lebar.
Dengan seksama Ali mendengarkan apa yang di katakan Rissa. Hati kecilnya bertanya. Apa ia jatuh cinta? Pada Illyana? Entahlah.
"Ngerti?" tanya Rissa.
"Ngerti Bunda." jawab Ali.
Rissa tersenyum. "Bunda percaya sama kamu." Rissa mengelus sayang puncak kepala Ali.
***
"Gue tahu lo ada masalah," ujar David setelah memasuki mobil. "Mata lo enggak bisa bohong."
Illyana menghela napas, selalu saja begitu. David adalah orang yang selalu gagal ia bohongi, lelaki itu seolah tahu semuanya hanya melalui tatapan mata.
"Dav," lirih Illyana.
"Gue memerankan diri sebagai kakak lo Ly."
"Lo ngerti gue 'kan?"
David tersenyum tipis. "Enggak apa-apa kalau lo belum bisa cerita," ucapnya lantas menggenggam tangan Illyana.
Illyana tersenyum tipis. "Makasih."
David mengacak pelan puncak kepala Illyana lantas mengecup singkat pelipis perempuan itu. David mulai melajukan mobil dengan satu tangan mengganggam erat jemari Illyana.
***
Mari menjalin tali silaturahmi denganku di instagram @aslamiah__
Terima kasih karena sudah membaca cerita ini💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Cinta Illyana | Sudah Terbit
Spiritual[Follow akun Author terlebih dahulu sebelum membaca] Sajadah Cinta Illyana, Ketika aku bersujud karna cinta-Nya. Genre : Spiritual - teenfiction