[27] Perpisahan

6.6K 587 82
                                    

Pada akhirnya kita sampai pada sebuah pilihan, berpisah atau tetap bertahan.

***

Ali duduk termenung di pinggir kolam renang, kedua kakinya di masukkan ke dalam air. Pikirannya bercabang, bimbang. Besok ia harus berangkat ke Turki, keputusannya sudah bulat tetapi goyah begitu saja karena suatu hal. Dan sekarang ia bingung antara pergi atau tetap tinggal di sini.

Ali menoleh ketika Ibrahim duduk di sampingnya.

"Dengarkan kata hatimu Nak, kalau perlu salat istikharah. Ayah sama Bunda akan mendukung apapun keputusan kamu." Ibrahim menepuk pundak Ali pelan.

Ali menghela napas. "Terima kasih, Yah." Ali tersenyum menatap Ibrahim.

"Yakin, keputusan apapun yang kamu ambil itu adalah yang terbaik."

***

Seminggu telah berlalu, tetapi Illyana belum juga membuka hadiah pemberian Ali. Entahlah ia merasa tidak ingin membuka kotak itu setelah tahu kalau Ali akan pergi dari negari ini.

Illyana mengambil kotak itu di atas meja belajar lalu memangkunya. Menarik napas panjang, perempuan itu siap membuka kotak itu. Mau bagaimana pun kotak itu pasti akan di buka juga suatu saat nanti.

Mata Illyana berkaca-kaca ketika melihat hadiah pemberian Ali. Sebuah sajadah berwarna hitam bercampur abu dengan motif bunga dan juga ka'bah terlipat indah di dalamnya. Ali memberinya sebuah sajadah, alas untuk tempat sujud. Itu berarti secara tidak langsung Ali menginginkan Illyana melakukan sesuatu yang baik. Yaitu bersujud menggunakan sajadah pemberiannya.

"Terima kasih." Illyana memeluk sajadah itu. Suara azan terdengar. Illyana pun mengambil mukena miliknya lalu menggelar sajadah dari Ali, bersiap melaksanakan salat isya.

Air matanya tumpah ketika bersujud di atas sajadah itu. Illyana bersujud karena cinta-Nya cinta sang maha cinta.

Usai salat, Illyana masih setia duduk di atas sajadah. Tangannya menggulir bola-bola tasbih dengan bibir yang mengucap istigfar. Perempuan itu menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahkan bibirnya tidak mampu lagi meminta dan mengucap doa pada sang Ilahi Rabbi.

Sampai akhirnya dering ponsel menyentak Illyana, memakasa perempuan itu beranjak dari duduknya.

Jantung Illyana seketika berdegup kencang ketika mengetahui pesan yang ia terima adalah dari Ali.

Ly, besok gue berangkat.
Gue harap, kita masih bisa ketemu sebelum gue pergi.

Illyana langsung meletakkan ponselnya dengan kasar. Perempuan itu menutup wajahnya dengan tangan, ia kembali menangis.

Entah sejak kapan perasaan cinta hadir di hatinya, entah saja kapan rasa takut kehilangan menyergap Illyana. Yang jelas, ia enggan menerima sebuah perpisahan yang sudah berada di depan mata.

***

Langkah Illyana tergesa, sebelumnya ia berniat untuk tidak datang. Ia enggan memenuhi harapan Ali untuk bisa kembali bertemu sebelum lelaki itu pergi. Namun, sekarang Illyana memutuskan untuk bertemu. Entah terlambat atau tidak, Illyana berusaha mencari Ali di tengah kepadatan bandara siang ini.

Illyana mengatur napas, ia lelah. Perempuan itu mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Ia mengedarkan pandangan ke beberapa penjuru, detik selanjutnya air matanya jatuh begitu saja. Illyana tidak menemukan sosok Ali, apa mungkin lelaki itu telah pergi? Jika iya, berarti Illyana telah terlambat. Ia menyesal karena sempat mengabaikan pesan dari lelaki itu.

Sajadah Cinta Illyana | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang