[18] Memantapkan Hati

3.6K 475 31
                                    

Follow akun aku yang satunya yuk Aslamiah_

***

Sudah hampir sepuluh menit mobil Illyana berhenti di parkiran. Namun, perempuan itu enggan untuk keluar dari mobil. Kedua tangan Illyana saling menggenggam, gugup.

Illyana menatap ke luar lewat kaca mobil yang masih tertutup. Para murid sudah ramai berdatangan dan itu membuat Illyana semakin ragu untuk keluar. Perempuan itu menatap arloji putih yang melingkar di tangannya, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi mau tidak mau ia harus keluar atau untuk hari ini ia bolos saja? Illyana merutuki dirinya, ia tidak akan pernah berhasil kalau tidak berani mencoba. Rasa takut itu harus dilawan.

Menarik napas panjang Illyana mulai membuka pintu. "Bismillah," ujar Illyana. Dan bersamaan dengan itu dirinya sudah sepenuhnya keluar dari dalam mobil.

Illyana mulai melangkah. Awalnya biasa saja namun beberapa detik kemudian semua perhatian murid yang berada di parkiran tertuju sepenuhnya pada dirinya. Illyana mulai gelisah, perempuan itu menundukkan kepalanya tidak berani menatap orang-orang yang seakan mengulitinya hanya lewat tatapan. Tangannya mulai dingin jantungnya berdetak tidak karuan.

"Jadi ceritanya taubat?"

"Halah paling ntar dilepas lagi itu jilbab."

"Pencitraan atau apa nih?"

Illyana mendadak ingin tuli saja sekarang. Bisik-bisik hinaan serta cemoohan semakin menganggu pendengarannya.

Langkah Illyana terhanti. Pandangan matanya jatuh pada sepasang sepatu flat hitam milik seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Perlahan Illyana mengangkat wajah, tanpa bisa dicegah air matanya menetes jatuh melewati pipi.

"Gue akan selalu ada buat lo." Itte tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke arah Illyana.

Illyana menyambut uluran tangan Itte, menggenggam erat tangan perempuan yang selama ini menjadi sahabatnya itu. Disaat semua orang menyudutkannya, menjatuhkannya. Itte lah satu-satunya orang yang mau menggenggam tangannya memberi semangat dan kekuatan lewat hal yang sederhana.

Illyana dan Itte berjalan dengan tangan yang saling menggenggam. "Jangan peduli apapun kata mereka, omongan orang enggak bisa jadi patokan buat lo. Selamanya akan tetap begitu, mereka semua bebas melontar komentar, lo jangan sampai kebawa baper. Tangan lo emang enggak bisa membungam mulut mereka, tetapi tangan lo ini bisa dipakai buat nutupin telinga. Jadi, omongan mereka enggak kedengaran." Itte tersenyum, menenangkan.

Illyana mengangguk, ia ikut tersenyum. "Terima kasih." Sekarang dia berani berjalan dengan santai seolah-olah tak ada yang berubah dari dirinya.

Bisikan-bisikan sadis serta tatapan sinis mengiringi langkah Illyana dan Itte sampai ke depan kelas. Tetapi, Illyana maupun Itte memilih menulikan telinga mereka.

Kelas ramai, dan perhatian kembali tertuju pada Illyana. Beberapa pasang mata memandang tak percaya, beberapa lagi tersenyum mengejek. Lalu pandangan Illyana jatuh pada lelaki yang menatapnya dengan senyuman tulus, menenangkan. Sama seperti Itte.

Ali tak kaget melihat penampilan Illyana, karena beberapa kali perempuan itu pernah memakai jilbab di hadapannya. Yang membuat lelaki itu kaget adalah Illyana memakai jilbab ke sekolah. Sungguh Ali bersyukur, hatinya tenang ketika melihat Illyana sudah berubah total. Tidak ada lagi seragam ketat yang membalut tubuh perempuan itu, sekarang diganti dengan seragam yang longgar. Tidak ada lagi rok pendek di atas lutut, sekarang diganti dengan rok panjang. Tidak ada lagi rambut panjang digerai, sekarang rambut indah itu sudah dibungkus dengan jilbab yang menjuntai sampai perut.

Sajadah Cinta Illyana | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang