[13] Ketenangan

2.9K 367 13
                                    

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (Qs. Ar-Ra'd :28)

***

Illyana menatap langit-langit kamar. Kejadian beberapa jam yang lalu masih terngiang jelas di ingatannya. Bagaimana kalau seandainya Ali tidak datang? Mungkin Illyana akan sangat menyesal karena tidak berhasil menjaga kesucian yang selama ini ia jaga mati-matian. Illyana memang gadis liar yang hampir setiap malam menghabiskan waktu di club bersama teman-temannya. Wine dan minuman sejenisnya sudah menjadi teman setia kala kacau melanda. Walaupun begitu Illyana bukanlah perempuam murahan yang dengan gampangnya bermain dengan lelaki. Bagi Illyana harga diri adalah nomor satu.

Illyana menghela napas panjang ia menoleh ke samping di mana Zahwa sudah tertidur nyenyak dengan boneka keroppi dalam pelukannya. Waktu Sudah memasuki tengah malam tetapi Illyana masih setia dengan mata terbuka, tidak mengantuk sama sekali. Perempuan itu beringsut dari tempat tidur, ia memilih keluar kamar untuk sekedar mencari udara segar.

Illyana memilih duduk di pinggir kolam renang dengan sebagian kaki yang di celupkan ke dalam air. Tidak peduli dengan rasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Perempuan itu memejamkan mata, tanpa aba setetes air mata berhasil lolos melewati pipi.

"Angin malam enggak baik buat kesehatan."

Illyana terkesiap hampir saja ia melompat saking terkejutnya. "Gue kira lo hantu," kesal Illyana.

Ali terkekeh kecil, ia mengambil duduk di seberang kolam renang yang berhadapan dengan Illyana.

"Ngapain lo di sini?"

"Lo yang ngapain di sini?" Ali balik tanya.

"Cari udara segar," jawab Illyana.

Hening, tidak ada lagi yang bersuara. Ali dan Illyana sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Gue berharap sekarang ada bintang jatuh biar gue bisa buat permohonan." Illyana membuka suara, memecah keheningan.

"Memohon sesuatu itu bukan sama bintang Ly, tapi sama Allah. Lo bebas mau mohon kapan aja."

Illyana diam, ia tak ingin membalas ucapan Ali.

"Biar hati lo tenang." Tiba-tiba saja Ali sudah berdiri di samping Illyana.

"Ini apa?" Illyana menatap benda di tangannya, cahaya remang membuat ia tidak melihat jelas apa yang barusan Ali berikan.

"Tasbih, lebih baik lo berzikir biar resah yang lo rasain hilang."

"Emangnya bisa?" Kening Illy berkerut.

Ali mengangguk mantap. "Jelas bisa, berzikir adalah salah satu cara mengingat Allah. InsyaAllah dengan mengingat Tuhan, hati lo bakal diberi ketenangan." Ali berlalu begitu saja setalah menuntaskan kalimatnya.

Illyana menimbang-nimbang tasbih di tangannya. Berzikir? Apa kali ini Illyana akan kembali melakukan sesuatu yang baik berkat dorongan Ali? Sepertinya iya. Perempuan itu menarik napas, perlahan bibirnya bergerak melantunkan zikir. Matanya memejam ketika lantunan La ilaaha illallah itu sudah ia lafalkan berulang-ulang. Seiring dengan itu tangannya tak henti menggulir bola-bola tasbih yang sedari tadi ada dalam genggamannya.

***

Itte berdecak kesal sedari tadi ia menelepon Illyana. tetapi, selalu saja suara operator yang menyahut.

"Kemana sih, ini anak. Di rumah enggak ada di sekolah juga enggk ada." Itte mengacak rambutnya frustrasi. Perempuan itu menyusuri koridor kelas dengan malas.

Beberapa pasang mata menatap sinis ke arah Itte. Tapi perempuan itu tak peduli, tidak pernah ambil pusing dengan orang-orang yang tidak suka padanya. Toh, Itte tidak menumpang makan ke mereka 'kan? Jadi tidak akan rugi dari segi apapun.

"Assalamualaikum," ujar Ibu Linda selaku guru agama Islam yang baru saja memasuki kelas.

"Waalaikumsalam!" Serentak para siswa menjawab salam dari guru itu.

"Illyana Zahira Mehandra." Ibu Linda menatap ke arah kursi Illyana yang kosong ketika beliau mengabsen. "Itte, Illyana kemana?"

"Enggak tahu Bu." Itte menjawab apa adanya.

"Tumben enggak tahu," celetuk Agi yang duduk di barisan kursi nomor tiga.

"Emang gue enggak tau," ketus Itte.

"Udah-udah, berarti Illyana tanpa keterangan ya," ujar Ibu Linda.

"Illyana sakit Bu."

Semua mata tertuju pada Ali. Hampir seisi kelas merasa terkejut sekaligus terheran-heran. Itte, sahabat dekatnya saja tidak tahu. Mengapa Ali tahu?

"Lo tahu dari mana?" Itte langsung berdiri, namun duduk kembali saat Ibu Linda memintanya untuk duduk.

"Dia nitip surat sama kamu Li?" tanya Ibu Linda.

Ali menggeleng. "Enggak Nu." Leleki itu hanya menjawab pertanyaan dari Ibu Linda. membuat Itte kesal karena dirinya tidak direspon. Kacang mahal ya sekarang?

Bel tanda pulang sekolah baru saja berbunyi sesaat telah Ibu Linda keluar dari kelas. Dengan gerakan cepat Itte menghampiri Ali yang sejak tadi selalu menghindar darinya.

"Illyana di mana?" tanya Itte tidak sabaran.

"Ada." Ali memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Di mana?"

"Illyana ada di rumah gue." Ali berani menjawab karena sekarang hanya ada dirinya dan Itte di kelas.

"Kok bisa?" Kening Itte berkerut.

"Kalau mau ketemu, lo bisa ke rumah gue." Ali mulai berjalan keluar kelas.

"Tunggu!" Itte bergegas mengemasi alat tulisnya. Berjalan cepet menyusul Ali.

"Lo bisa ikutin mobil gue," ujar Ali ketika sampai di parkiran.

"Oke," balas Itte singkat.

***

"Kenapa lo enggak ngabarin gue? Kenapa tadi malam main pulang-pulang aja? Gue khawatir tau enggak sih, sama lo."

"Mending minum dulu deh, pasti haus." Illyana menyodorkan segelas sirop pada Itte.

"Enggak lagi becanda, ya." Itte mendelik tidak suka.

"Nanti gue cerita ya."

"Di minum dulu siropnya." Rissa baru saja kembali dari dapur dengan membawa beberapa toples berisi cemilan.

"Iya Tante." Itte tersenyum ramah.

"Zahwa mana Bun?" tanya Ali yang baru saja turun dari tangga.

"Kerja kelompok di rumah temannya."

"Lo enggak mau pulang?" bisik Itte.

"Tante, Illyana sama Itte pamit pulang dulu ya," ujar Illyana pada Rissa. Perempuan itu menghiraukan Itte. Lagi-lagi Itte dikacangin.

"Mama kamu 'kan bentar lagi mau jemput," ujar Rissa yang memang sudah memberi tahu Aisya bahwa Illyana ada di rumahnya.

"Illyana pulang sama Itte aja."

Rissa menggangguk. "Yaudah, hati-hati ya," ujar Rissa ketika Illyana dan Itte menyalaminya secara bergantian.

"Iya Tante," balas Illyana diiringi senyuman.

"Gue balik Li, makasih ya," ujar Illyana pada Ali.

Ali tersenyum tipis, "Hati-hati Ly," balas Ali yang di angguki oleh Illyana. Sementara Itte menggerutkan kening heran, merasa ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya.

Sajadah Cinta Illyana | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang