Part 6

93.8K 7.4K 332
                                    

Rhea keluar dari kamar mandi dengan sudah berganti baju. Ia memilih dress dengan model lebih simpel, berkancing, dan berlengan pendek. Gavin menatapnya dengan kekesalan yang terpendam. Ia mengamati cara Rhea menyisir rambutnya. Entah, gadis itu terkadang begitu membingungkan. Ia terlihat polos tapi nyatanya berani bermain di belakangnya. Rasanya ia perlu berhati-hati menghadapi Rhea. Atau memang semua perempuan berpotensi untuk mendua seperti yang dilakukan Sandra. Ia yakin benar Sandra sudah berhubungan lama dengan Azka, jauh sebelum mereka putus.

Rhea beranjak. Tatapannya menyasar pada sosok suami yang duduk termenung di ujung ranjang. Tatapannya begitu menelisik, entah apa yang dipikirkan.

Adzan Subuh berkumandang merdu.

“Mas, udah adzan. Apa Mas nggak ingin sholat Subuh bareng? Atau mungkin Mas mau ke Masjid?” Rhea ingin Gavin lebih disiplin lagi dalam beribadah. Ia tahu, tak mudah membuka hati Gavin yang mungkin telah lama mengabaikan kehidupan spiritualnya.

Gavin terdiam. Ia memang belum sadar dan belum tergerak untuk menjemput hidayah. Rhea pun tahu diri dengan tak lagi memaksa. Apalagi wajah Gavin terlihat merah seperti memendam kekesalan.

Rhea sholat Subuh, sedang Gavin masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Seusai sholat, Rhea melangkah nenuju dapur untuk merebus air, membuat kopi, dan memasak menu sarapan sederhana.

Gavin masih terpekur di ruang tengah sembari menyalakan televisi agar suasana tak begitu beku. Rasanya ia tak tahan lagi untuk terus-terusan diam. Mungkin selama ini ia terlalu longgar menghadapi Rhea. Gadis itu akan semakin nglunjak jika dia membiarkannya berteman dengan siapapun, terutama orang yang tak jelas identitasnya dan memprovokasi lewat chat. Atau karena belakangan ini ia berusaha menyentuh gadis itu hingga akhirnya Rhea besar kepala dan merasa diinginkan dan dengan seenaknya menyulut api di belakangnya.

Gavin berjalan menuju dapur. Rhea terkesiap dengan kedatangannya. Ia tengah mencuci wortel.

“Aku udah bikinin Mas kopi.” Rhea melirik secangkir kopi di atas meja.
Gavin melirik sekilas.

“Rasanya tidak terlalu manis. Aku cuma pakai satu sendok teh,” lanjut Rhea.

Gavin tak merespons. Ia acuh tak acuh dengan secangkir kopi itu. Minatnya terhadap kopi mendadak hilang.

“Apa sebelum menikah denganku, kamu punya pacar?” pertanyaan Gavin terlontar begitu saja, tanpa pembuka, tanpa basa-basi, dan sukses membuat Rhea menyipitkan matanya.

Gadis itu tak pernah menyangka Gavin akan bertanya seperti ini.

“Aku tak pernah berpacaran. Jika aku punya pacar, aku akan berpikir berulang kali untuk menikah sama Mas.”

Gavin tersenyum miring.

“Siapa itu Sky?” Gavin bersedekap dan menatap Rhea penuh selidik. Ekspresi wajahnya begitu dingin.

Rhea menyadari, Gavin telah membaca isi chat-nya dengan Sky. Ia bingung apa ia harus menyalahkan Gavin karena telah lancang membaca isi chat-nya dengan Sky? Namun apa memang bisa disebut lancang sementara suami istri harus terbuka satu sama lain.

“Sky adalah teman lama. Aku mengenalnya jauh sebelum kita menikah,” jawab Rhea tenang.

Lagi-lagi Gavin menyeringai.

“Teman lama, ya? Sampai-sampai dia memanggilmu sayang di chat terbarunya? Sayang, sudah bangun belum? Romantis sekali.” Gavin memalingkan muka.

Rhea mengernyit. Ia belum membaca isi chat Sky yang terbaru.

“Dia perempuan,” sela Rhea segera.

Arranged Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang