Part 15

90.6K 6.8K 139
                                    

Maaf ya semalam aku ngantuk banget hehe, jadi baru up sekarang.

Gavin melaju menuju rumah orang tuanya. Rhea sudah berada di sana. Ketika Gavin masuk, Rhea tengah memasak bersama mamanya dan asisten rumah tangga. Gavin menjabat tangan papanya lalu bergantian menjabat tangan mamanya. Ia melirik Rhea yang tengah menuang sop ayam ke dalam mangkok besar.

“Wah, aromanya menggugah selera.” Gavin mengulas senyum dan mencium pipi istrinya.

Rhea terkesiap. Ia melirik sang mama mertua yang menoleh ke arahnya. Rhea tak enak sendiri. Sedang bagi Gavin, pemandangan suami mencium pipi istri itu sudah biasa. Ia kerap melihat papanya mencium pipi mamanya. Jadi ia pun tak sungkan mencium pipi Rhea meski ada mama di sebelahnya.

“Kamu tadi bantuin apa aja?” tanya Gavin sembari memeluk pinggang sang istri.

Lagi-lagi Rhea tersipu. Ia melirik sang mama mertua. Mama Gavin yang masih terlihat cantik meski usia tak lagi muda itu tersenyum melihat tingkah anak dan menantunya. Ia teringat saat masih jadi pengantin baru.

“Aku tadi cuma ngiris-ngiris sayur, dan menggoreng ikan gurami. Yang bikin bumbunya Bibi sama Mama,” jawab Rhea polos.

“Kok bukan kamu yang bikin?” Gavin menatap Rhea sembari mengerucutkan bibirnya, seolah lupa sang mama tengah awas mengamati mereka.

“Aku kan masih belajar. Kalau aku yang bikin nanti rasanya nggak enak,” ujar Rhea seraya menyunggingkan senyum.

“Rhea masih belajar. Nanti kalau Rhea udah pinter, Rhea mesti masak lagi di sini, masakin buat papa mama,” ucap Dewita, mama Gavin.

Insya Allah, Ma. Kalau Rhea udah pinter masak nanti Rhea yang masak sendiri. Kalau sekarang Rhea nggak pede,” sahut Rhea. Awalnya ia pikir sang mama mertua orangnya keras, kolot, dan perfeksionis. Namun ia cukup ramah dan memaklumi kemampuan masak Rhea yang baru belajar.

“Masakanmu udah enak kok, sayang. Cuma perlu diasah lagi biar makin ahli.” Gavin mengusap kepala Rhea.

“Iya, namanya kemampuan masak itu harus diasah biar meningkat. Dulu mama juga nggak bisa masak. Mama belajar terus sampai akhirnya mama bisa masak segala macam. Dulu waktu mama baru belajar masak, setiap makan masakan mama, papa mujinya setengah hati. Begitu mama udah bisa masak, beuh papa langsung ketagihan masakan mama sampai setiap ke kantor mesti bawa bekal.”

Celoteh Dewita membuat Rhea dan Gavin berpandangan seraya melempar senyum. Kini Rhea tahu, dari mana Gavin belajar menghargai masakannya meski masakannya masih banyak kekurangan.

Selesai memasak, keluarga itu makan bersama di ruang makan keluarga Andre Angkasa yang luas. Dua adik perempuan Gavin, Delia dan Arin turut serta makan bersama mereka. Untuk pertama kali Rhea merasakan kehangatan keluarga setelah sekian lama ia tak merasakan suasana kekeluargaan seperti ini.

“Delia, kenapa kamu makan sedikit?” Andre melirik porsi makan Delia yang terlalu sedikit di matanya. Bahkan ia tak mengambil nasi, hanya mengambil sop.

“Kak Delia lagi diet, Pa,” jawab Arin yang duduk di bangku kelas dua SMA, sedangkan Delia kuliah semester empat.

“Diet? Kenapa harus diet? Kamu nggak gendut,” tukas Dewita sembari mendelik. Ia tak suka jika anak-anak gadisnya diet.

Delia mengerucutkan bibirnya.
“Cowok yang Delia suka bilang aku gendut, Ma. Pipi Delia juga makin tembem.” Gadis yang berbadan semok itu merasa kurang percaya diri dengan penampilan tubuhnya yang menurutnya terlalu gemuk. Padahal dia tidak bisa dibilang gemuk.

Rhea teringat masa SD-nya yang diejek gendut. Ia pun pernah merasakan minder karena bentuk tubuhnya. Teman-temannya kerap mem-bully, mengejek bentuk fisiknya. Yang membuat Rhea kagum, keluarga Gavin bisa sedemikian terbuka satu sama lain. Dulu, ia tak berani jujur menceritakan permasalahannya pada orang tuanya. Ia telan semua kepahitan itu sendiri.

Arranged Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang