Harusnya Azka Mira update lagi Rabu. Tapi karena ide lagi ngalir di sini, tukeran sama Dear, Mas Duda. Hari ini Azka Mira dulu. Tinggal dua part lagi. Part 9 sama part 10. Apa ditamatin dulu ya, baru ngurusin cerita lain?
Btw pembaca udah ngeship aja Arham-Irene. Emang paling pinter main jodoh-jodohan. Spoiler aja, mereka akan jadi project baru, tapi bukan di cerita ini, kemungkinan di lapak baru setelah cerita ini tamat, cuma nunggu aku rada longgar juga. Dipikir-pikir aku belum pernah pakai tokoh utama perempuan yang berandalnya kebangetan. Irene ini luar biasa bandelnya.
Sepanjang mengikuti langkah Arham, Irene mengamati cewek-cewek berkerudung hingga membuat para gadis itu salah tingkah karena mengira Irene laki-laki.
Irene bersiul dan memasang senyum genit ke arah para gadis. Para santriwati itu cekikikan. Ada yang menutup wajahnya dengan telapak tangannya karena malu. Gadis-gadis itu tertawa kecil kala Irene melambaikan tangannya sambil berkomat-kamit "hai", tapi suaranya tidak keluar, hanya gerak bibir saja yang mengucap "hai". Andai wajah Irene tidak se-cute oppa Korea mungkin para gadis tak akan tertarik. Kini para santriwati itu malah berbisik-bisik mengagumi ketampanan perempuan tomboy itu sambil beristighfar karena terpancing menatap Irene lebih lama.
Arham merasakan ada yang tak beres. Diliriknya Irene yang masih main mata dengan para gadis. Saat menyadari sang ustadz menatap tajam ke arahnya dengan sedikit melotot, jurus tampang innocent pun keluar, Irene mengalihkan tatapan ke arah lain lalu memutar bola mata untuk mengamati sekeliling. Ia berdecak kagum, "Ckckckc.... Gedungnya luas, cantik kayak penghuni-penghuninya. Pasti betah ya nyantri di sini."
Arham geleng-geleng. Ia mencium sesuatu yang tak biasa dari Irene. Apa iya Irene ini tertarik dengan sesama perempuan?
"Kalau mau nyantri di pondok cowok aja, bahaya kalau kamu di sini. Perlu dirukyah kamu," tukas Arham sedikit ketus.
"Emang boleh perempuan tinggal di pondok cowok? Mana asik tinggal di pondok cowok. Boleh ya Us, saya tinggal di pondok cewek?" Irene justru bersemangat untuk meledek.
"Us Us Us... Nama saya Arham, Mas, bukan Us."
"Dan nama saya Irene, bukan "Mas"."
"Penampakan sama namanya nggak matching. Nama cantik tapi kelakuan naudzubillah," gumam Arham pelan.
"Apa?" Irene memicingkan mata.
"Nggak!" balas Arham sewot.
"Dasar!" gerutu Irene.
"Dasar apa?" Arham melirik Irene dengan tatapan galaknya.
"Sok kegantengan!" ketus Irene.
"Saya nggak pernah bilang kalau saya ganteng. Anda yang bilang demikian." Arham melangkah menuju gedung belakang, tempat yang ditinggali para tukang masak dan pengurus pondok lainnya.
Sejenak ia menghentikan langkah. Diliriknya Irene yang berdiri mematung dengan tampang cemberut. Biasanya tamu perempuan diperkenankan masuk ke kamar santriwati atau pengurus pondok perempuan, tapi pengecualian untuk Irene. Ia tak mungkin membiarkan Irene menemui Mira di kamarnya. Sikapnya ini seperti playboy ugal-ugalan. Baru lihat santriwati di taman saja sudah selengekan dan tebar pesona, apalagi jika bertemu Mira yang sangat cantik itu.
Arham berbelok menuju ruang tamu. Irene mengikutinya. Mata gadis itu masih awas berkeliling ke segala penjuru.
Setiba di ruang tamu, Arham mempersilakan Irene untuk duduk. Gadis itu menghempaskan tubuhnya di sofa dengan santainya. Satu kaki ia tekuk dan bertumpu di kaki lainnya. Kedua tangannya membentang di atas sandaran sofa.
"Nyamannyaaaaa......" Pekik Irene seolah tak pernah merasakan nyamannya duduk di sofa.
Arham makin kesal melihat kelakuan sang gadis yang kurang santun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage (Completed)
عاطفيةRank #1-lifestory-21/10/2019 Rank #1-arrangedmarriage-25/06/2019 Rank #1-kehidupan-12/02/2020 Rank #2-hurt-12/02/2020 Rank #3-married-11/11/2019 Rank #3-lovestory-5/12/2019 Rhealita, gadis polos penyuka hujan, teh, dan buku tak pernah membayangkan b...