Part 22

67.7K 5K 68
                                    

Azka menyewa satu ruang VIP hanya untuknya dan Mira agar ia bisa bicara bebas dengan Mira. Mira merasa canggung. Sejak awal bekerja di night club, dia belum pernah menemani tamu minum di VIP room di mana hanya ada dua orang, dia dan tamu itu. Ada rasa takut, cemas, sekaligus canggung.

Mira duduk di sebelah Azka tanpa suara. Ekor matanya melirik sang pria yang tampak begitu tenang menuang vodka ke dalam gelas. Bahkan ia tak meminta Mira untuk menuangkannya.

Sering ia berbincang dengan rekan satu kantor, menggosipkan para pria di perusahaan yang menempati jabatan-jabatan penting, entah yang single maupun yang sudah menikah, tak luput dari perbincangan. Tak sedikit yang terkadang mengkhayal betapa bahagianya jika mereka menjadi istri dari salah satu sekumpulan pria itu. Teman-temannya yang agak nakal atau sudah biasa berkencan bahkan tak sungkan bercanda jika mereka rela jadi istri simpanan, selingkuhan, atau hanya berkencan semalam asal dibayar dengan imbalan yang pantas. Terlebih lagi untuk laki-laki yang masih muda dan tampan, bisa menggoda sang atasan atau minimal membuat celana sang atasan sesak seketika seolah menjadi prestasi tersendiri. Hanya satu nama yang mereka takuti, Gavin. Laki-laki itu terkenal galak dan tak pernah melirik satu pun karyawati di kantornya.

Kini ia berada begitu dekat dengan seorang CEO muda dan tampan yang ia kenal sebagai rekan bisnis atasannya. Ia bertemu Azka beberapa kali kala menemani Gavin menghadiri acara-acara penting terkait urusan perusahaan. Di matanya Azka sosok yang tak banyak bicara dan cuek. Ia cukup kaget mengetahui fakta bahwa pria itu tak asing dengan hiburan malam dan berani mengajaknya ke VIP room.

Mira membayangkan, jika saat ini teman satu gengnya yang bernama Wanda tahu bahwa ia tengah menemani Azka minum, mungkin ia akan histeris. Wanita itu begitu mengagumi pria-pria kaya dan mau melakukan apa saja demi bisa dekat dengan sang pria. Berada di tengah-tengah teman-teman dekat dengan beragam karakter dan tak sedikit yang menggadaikan segalanya demi uang dan gaya hidup hedonis, menjadi ujian tersendiri untuk Mira. Ia bukan gadis polos yang belum pernah pacaran, ia memiliki mantan pacar, pernah mencicipi sedikit minuman keras dan tak sungkan mengenakan pakaian seksi terlebih saat taruhan dengan teman-temannya apakah ia bisa menggoda Gavin dengan pakaian seksinya. Usahanya gagal total karena Gavin memintanya untuk mengenakan pakaian yang lebih sopan esok harinya. Namun ia masih berpegang pada prinsipnya untuk menjaga kehormatannya, tak menyerahkan tubuhnya pada pria manapun.

“Kamu nggak minum?” tanya Azka seraya melirik Mira sekilas.

Mira segera menggeleng. Tentu ia tak akan pernah minum di tempat kerjanya. Ia menjaga diri untuk tidak mabuk atau bahkan menerima minuman dari pria. Ia takut dilecehkan jika dalam keadaan tak sadar.

“Ibumu sakit apa?” tanya Azka datar.

“Kanker otak,” jawab Mira sembari menunduk.

Azka menajamkan matanya seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Jadi karena ini kamu kerja di dua tempat?” mata Azka tak lepas menelisik gadis yang tampak murung di sebelahnya.

Mira mengangguk tanpa suara.

“Aku bisa membantu biaya pengobatan ibu kamu.”

Mira mengangkat wajahnya dan menatap Azka tajam. Ia bukan gadis polos yang tak bisa mencium sesuatu di balik penawaran manis Azka. Apa yang bisa ia bayar untuk semua ini? Tubuhnya? Seketika ia takut. Ia tak menyangka Azka tipikal orang yang tak sungkan menggunakan jasa perempuan untuk menghiburnya.

“Tidak ada yang gratis, kan? Saya tidak bisa membayarnya. Apalagi jika Bapak ingin memakai saya, itu nggak bisa. Bapak jangan salah paham, saya di sini bekerja untuk mencari uang bukan menjual diri.” Mira menggeser posisinya, agak menjauh dari Azka.

Arranged Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang