Part 24

5.9K 486 25
                                    

Jangan lupa klik tombol bintang ☆ sebelum membaca  💖💙

Happy Reading ~

*
*
*

"Itu ibunya ya Li?"tanya Devano
saat seorang wanita menghampiri Prilly.

Ali hanya diam dengan tatapan menghunus tepat pada arah Melia.

"Kita ikutin mereka,"ucap Ali datar
manakala Prilly dan mamanya
sudah meninggalkan cafe yang mereka
tempati.

Devano mengangguk walaupun ia bingung harus apa stelah ini.
Bukannya tujuan mereka adalah mencari seseorang yang harus dimusnahkan. Lalu kenapa malah mengikuti mereka.

"Dia korban kita?"tanya Devano
membuat Ali seketika membeku.
Ali menghela nafas gusar menatap
kepergian kedua wanita itu.

"Bukan"sahut Ali pelan lantas kembali duduk

Dahi Devano mengernyit menatap bingung pada Ali.

"Terus ngapain ngikutin mereka?"

"Kita pulang! Orang yang kita cari gak akan kesini," Ali kembali berdiri
lantas mulai meninggalkan meja yang tadi mereka singgahi.

"Terus mereka?"

"Devano kita pulang"

"Ck aneh!"

Menghela nafas panjang lantas
membuangnya kasar membuat pikiran Ali sedikit tenang.  Untuk apa Ali tadi ingin mengikuti mereka padahal tujuannya bukan itu.

"Lo bawa mobil! Gue naik taksi," ucap Ali pada Devano.

"Oke"

Devano benar benar bingung dengan sikap Ali. Padahal biasanya Ali sangat bergairah jika menyangkut pekerjaan seperti ini. Namun sekarang Ali terlihat begitu tak nyaman. Bahkan pulang dengan tanpa bantaian.

***

"Gue gak mungkin ngebunuh dia,"

"Gue gak mau bikin dia luka,"

"Tapi gue harus balas apa yang Aldo rasain,"

Ali memijit pelipisnya lantas kembali
melangkah seakan tanpa tujuan.

Ali menyesal mendatangi cafe itu
jika pada ahirnya harus melihat gadisnya dan pikirannya kembali kacau.

Gadis itu benar benar membuat hidupnya tidak tenang. Selalu menghantui Ali dengan rasa yang aneh.

"Pak Ali!"

Ali menoleh dengn tatapan datar
jantungnya berdetak kencang manakala Prilly berdiri didepannya.

Serindu inikah Ali? Sampai menghayal gadis itu didepannya?

Padahal Ali sudah tau Melia tidak akan membiarkan Prilly mendekatinya.

"Pak Ali?"

Ali menggeleng lantas menutup kupingnya yang bisa mendengar suara lembut itu.

Ali benci matanya sendiri yang berhayal melihat Prilly.

Ali benci telinganya yang masih berharap Prilly akan berbicara dengannya.

"Gue makin Gila,"gumam Ali frustasi.
Lantas memukul mukul kepalanya
berusaha menghilangkan hayalannya.

"Pak Ali kenapa?"tanya Prilly
lantas mendekati Ali yang terus memukul mukul kepalanya.

"Prilly?"ujar Ali tak percaya.

"Pak Ali sakit?"tanya Prilly lagi
dengan tangan yang ia usapkan pada rambut Ali.

"Prilly?"

"Ya"

Ali menarik wajah Prilly lantas tanpa sadar Ali mengecup lembut bibir itu.
Ali menjilat bibir bawahnya ia merasa otaknya semakin tidak bekerja.

Bahkan rasa manis dari bibir gadis itu masih bisa ali rasakan. Ini seperti nyata. Apa rasa rindu bisa separah ini.

"Gue gila!"

"Gila! Hayalan gue makin tinggi
gue bisa ngerasain bibir dia," gumam Ali

"Pak Ali baik baik ajakan?"

Ali menggeleng cepat lantas berlari
meninggalkan Prilly yang terdiam melihatnya.

"Pak Ali kenapa sih?" Gumam Prilly bingung.

Apa Ali sekarang benci pada Prilly,
kenapa rasanya begitu sakit mengetahui hal itu.

Prilly tahu tadi kalau ada Ali di cafe, Prilly  pikir Ali tidak menghampirinya dicafe tadi karna tidak melihatnya.
Tapi ternyata bukan! Ali memang sengaja tidak melihatnya.

Mungkin Ali marah karna Prilly
meninggalkannya tanpa permisi.

.
.
.

Bastian meringis sementara Ali hanya
menatap jengah saat tangan seorang pria ditusuk dengan pisau kecil.

Gangster perkumpulan orang orang
berbahaya dimana cara pengenalannya dengan cara melukai.

Hingga pada akhirnya diterima untuk
bergabung.

Berbahaya namun Ali senang berada disana. Mereka orang orang yang tidak diperdulikan, korban broken home bahkan para preman.

Bagi Ali ditengah hidupnya yang gelap
berada disana adalah hiburan.
Setidaknya Ali lupa akan masalah hidupnya,masalah hatinya.

"Jadi lo ngehayal ngomong sama
Prilly?"tanya Bastian berbisik
membuat Ali menatapnya sinis.

"Diem Bas"

"Cie seorang Ali yang jahat bisa rindu sama anak SMA"ejek Bastian dengan expresi mendrama.

"Bagas gimana?"tanya Ali
mengabaikan ejekan Bastian.

"Udah sembuh"

Ali mengangguk lantas kembali
melihat tradisi aneh dalam pengenalan
mereka.

Pikirannya masih pada siang tadi waktu dia baru keluar dari cafe,
dimana ia merasa Prilly didekatnya.

Ali merasa dia harus pergi ke psikiater
berkonsultasi akan cara otaknya bekerja.

Kenapa tadi itu seperti nyata. Padahal Ali yakin itu hanya ilusi yang Ali ciptakan karna alasan rindu.

"Lo balik ke Marco?"tanya Bastian lagi
dan Ali segera mengangguk.

"Yakin?"

"Iya! Dan pekerjaan pertama gue harus
bunuh Melia" ujar Ali dengan ujung bibir terangkat sinis.

Ali tidak yakin ia bisa membunuh Melia. Melihat Prilly dengannya saja Ali sudah tak tega.

Tapi dengan pekerjaan ini Ali akan
mendapat dua kepuasaan,
membalas dendam dan kepercayaan dari Marco

"Dan gue pastiin pekerjaan ini
memuaskan" ucap Ali yakin.

"Terserah"

TBC

Black Devil ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang