Part 17

7.1K 482 33
                                    

Jangan lupa klik tombol bintang ☆ sebelum membaca  💖💙

Happy Reading ~

***

"Kalo suka di jaga bukan di siksa"

Ali masih diam mengingat ucapan Kevin setelah mengobati luka Prilly.

Apa yang Ali lakukan ini salah?
Tapi Ali hanya ingin membuat gadis ini
mengerti, Betapa takutnya Ali kehilangan dia.

Ini cara Ali mencintainya. Lalu kenapa bagi orang lain itu salah?
Bukannya setiap orang punya cara sendiri mencintai seseorang?

"Prill?"Panggil Ali lirih mendekati Prilly yang duduk di ranjang dengan meneggelamkan wajahnya dilekukan lengannya.

"Prill?"Panggil Ali lagi namun bukannya menjawab malah
terdengar isakan.

"Aku janji pak, gak akan nemuin mama lagi. Tapi jangan sakitin aku agi"

Ucapan lirih serta ketakutan dari Prilly
membuat hati Ali terasa tersayat.
Gadis ini takut pada Ali seperti dulu.
Dan Ali benci Itu!
Ali ingin Prilly yang dulu. Yang berani padanya bukan takut seperti sekarang.

Ali menatap Prilly lantas menarik dagu gadis itu agar mendongak.
Ali mengecup lembut bibir Prilly yang
membuatnya selalu candu.
Seperti kadar nikotin yang membuat Ali sakau jika tak menyentuhnya.

"Maaf pak! Aku minta maaf"Ujar Prilly diiringi tangisanya.

Ali mengacak rambutnya frustasi
menatap gadis mengenaskan ini.

Prilly tolong jangan menangis
itu membuat Ali merasa menjadi orang
paling bersalah sedunia.

"Maaf untuk luka ini" Ujar Ali lirih
lantas mengusap lengan Prilly yang diperban.

"Ini caraku melindungimu! caraku
mempertahankanmu.Karna aku lebih baik melukai fisikmu daripada hatimu"

***

Potongan potongan daging berceceran.
Bau anyir menguasai ruangan tak terlalu luas itu.

Ali berdecak saat tak sengaja menginjak usus usus menjijikan.
Menatap ruangan yang tak pernah berubah dari dulu tepat diatas kursi kayu bagian pojok.

Terdapat beberapa otak manusia yang mulai membusuk. Membuat Ali tersenyum melihatnya.

"Ada apa Ali?" Tanya Bimo dengan tangan yang masih berlumuran darah.

Pria berusia setengah abad yang membuat Ali ada dalam lingkungan Iblis.

"Dia siapa?"Tanya Bimo lagi
menatap seorang gadis yang duduk diruang tengah.

"Anaknya Melia"

Bimo tersenyum mendengarnya lantas mengmbil beberapa jenis pisau
dimejanya.

"Lalu?"

"Aku menyukainya"

"Mau aku bantu menghabisinya?"

"Bukan!"Sanggah Ali cepat menahan Bimo yang hendak menghampiri Prilly.

"Tapi tujuanmu itu Li"

"Dulu! Tapi tidak untuk sekarang" Ujar
Ali,.menatap Bimo beberapa saat lantas menunduk.

"Lalu mau apa kesini?"

"Musuhku semakin banyak aku takut dia terluka"

"Jadi?"

"Aku titip dia disini. Setelah semuanya urusanku dengan mereka selesai aku akan menjemputnya"Ujar Ali
dengan tatapan memohon.

Bimo menghela nafas berat. Ia tau, Ali bukan lagi bocah 10 tahun yang Ia
temui sedang menangis di jalanan dulu.

Dunia Ali sekarang berubah dan itu
karnanya.

"Iya"

"Terima kasih Bimo"

Bimo menggangguk diiringi senyum
tulusnya.

"Kembali kesini tanpa luka. Jangan membuatku malu karna kamu anakku juga."

*
*
*

Ali mengerjap beberapa saat.
Berusaha menetralkan pandangannya.

Dahi Ali mengernyit manakala Ia terbaring dengan tangan diikat.
Terakhir seingat Ali, dia hanya duduk disofa Apartementnya setelah menitipkan Prilly  pada Bimo.

"Akhirnya bangun juga" Sebuah suara
membuat Ali sadar kika Ia dikelilingi orang orang.

"Levin" Gumam Ali setelah memandang orang itu.
Membuat Levin terkekeh sinis.

Ali terdiam saat Levin memegang sebuah benda seperti laser yang diarahkan langsung ke matanya.

"Kalo gue jual mata elang loe ini, kira kira Marko bayar berapa ya?" Ujar Levin mengejek.

Cuihh....

Ali meludah tepat mengenai wajah Levin. Membuat pria itu mengeram marah.

"Pilih mau gue ambil pake tangan atau
garpu ini?" Ujar Levin terkekeh
memainkan garpu perak di bawah kelopak mata Ali.

"Argh!!" Teriak Ali kesakitan. Darah bercecer dari bawah kelopak mata Ali.

Levin masih bermain dengan garpu
peraknya untuk mengambil paksa mata Ali.

Dorr

Dorr

Levin terjungkal dan begitupun satu anak buahnya

Sementara anak buah yang lainnya segera beranjak menuju beberapa pria diambang pintu yang memegang pistol.

Ali tersenyum melihat Bastian dan Rey
disana.

"Kok bisa sih?" Tanya Bagas tiba tiba
disampingnya lantas membuka ikatan yang menjerat tangannya.

"Gak tau" Sahut Ali mengusap tangannya.

Ali mengambil dua kursi lantas
menyerahkannya satu pada Bagas

"Kita tonton dulu" Ujar Ali terkekeh.
Menatap Rey dan Bastian yang sudah terluka akibat pertarungan itu.

Pipi Rey digores pisau oleh anak buah Levin. Hingga luka menganga terpampang disana.

"Bastian makin jago ya" Ujar Bagas
lantas menghembuskan asap rokoknya.

Dua pria itu bukannya menolong.
Malah asyik duduk menonton tanpa merasa iba pada luka temannya.

"Cewek lo dimana?" Tanya Bagas menoleh pada Ali.

"Di tempat Bimo" Sahut Ali.
Lantas tersenyum bangga melihat Rey
mengayunkan samurai pada musuhnya yang entah di dapat dari mana.

Samurai itu membelah kepala salah satu dari mereka. Hingga darah dan bagian otaknya bercecer dimana mana.

"Bagus Rey!" Teriak Ali membuat Rey mendengus melihatnya.

"Bukannya bantu malah nonton!"Pekik
Bastian lantas mematahkan kepala lawannya.

"Semangat Babas" Pekik Bagas mengejek.

"Bangsat lo Gas" umpat Bastian kesal.

Setelah beberapa saat pertarungan yang menguras energi Bastian dan Rey. Akhirnya mereka bisa mengalahkan semua lawannya.
Bastian dan Rey berjalan tertatih kearah Ali dan Bagas.

"Ke tempat Kevin! Pipi gue luka" ujar Rey meringis kesakitan.

.
.
.

TBC.

Black Devil ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang