3

1.4K 202 34
                                    

"Annyeonghaseyo, Kim Jisoo ibnida."

Gadis bernama Jisoo itu membungkuk dan tersenyum memandang seluruh murid yang hadir. Mereka juga tersenyum padanya.

"Ne, Jisoo silahkan pilih tempatmu di tempat yang kosong," ucap Sowon.

Jisoo memandang ke sekelilingnya dan memutuskan untuk duduk di tempat yang biasanya diduduki oleh Sowon. Sowon tak masalah akan itu, dia memang sering berpindah tempat. Ruangan itu cukup luas untuk puluhan orang.

Setelah Jisoo duduk di sana, pandangannya langsung tertuju pada sebuah kanvas yang ada di bawah easel (papan penyangga kanvas).

"Ssaem, ini lukisan siapa?" tanya Jisoo pada Sowon. (Guru)

"Ah, itu lukisanku," jawab Sowon, agak gugup. Jangan sampai Jisoo tahu sketsa wajah siapa yang ada di atas kanvas itu.

"Oh.." Jisoo mengangguk, ia memandang gambar itu dan tersenyum simpul. "Gambarmu sangat cantik, sama sepertimu, ssaem. Ssaem juga sangat cantik."

Sowon tersenyum. "Kamsahamnida. Omong-omong, tidak usah memanggil ssaem. Cukup panggil namaku saja. Kau 95 liner kan?"

"Ah ne. Apa kau juga 95 liner?"

Sowon mengangguk dan duduk di spot sebelah Jisoo. "Sekarang, apa yang bisa kau gambar?" tanya Sowon.

Jisoo mengembungkan pipinya dan tampak berpikir. "Aku bisa menggambar bunga, bentuk hati, matahari dan gunung," jawab Jisoo. Ia menyebutkan gambar-gambar klasik yang dipelajari saat sekolah dasar.

"Untuk pelajaran pertama kali, aku akan menyediakan kanvas untukmu. Sebentar ya," ucap Sowon. Ia keluar dari ruangan itu menuju tempat penyimpanan alat-alat melukis. Sebenarnya, mereka menjual kanvas, kuas dan cat bagi siapapun di sini. Tak hanya murid mereka yang bisa membeli, apa bila ada orang yang membutuhkan peralatan melukis itu, mereka bersedia menjualnya.

Setelah mengambil sebuah kanvas untuk Jisoo, ia kembali ke dalam ruang kelas.

"Ini untukmu. Kau boleh gambar apa saja, aku akan mengajarimu cara mencampur dan mengradasikan warna."

Jisoo tersenyum dan mengambil kanvas itu, kemudian membuka plastik yang membungkus benda tersebut.

Ia pun mulai melukiskan apapun yang ada di imajinasinya dengan pensil terlebih dahulu. Ia takut membuat kesalahan bila langsung memakai cat arkrilik yang dibawanya dari rumah.

"Sowon-ah, sepertinya kau bisa menggambar oppaku," ucap Jisoo tiba-tiba.

Sowon memandang Jisoo kaget dan heran. Tentu saja ia tahu siapa yang dimaksud oleh perempuan ini. Siapa lagi kalau bukan Seokjin?

"Dia terus saja menyuruhku melukis wajahnya. Jadi aku mencoba menggambar di buku gambar. Hasilnya, wahh... dia langsung melempar buku gambarku dari lantai tiga ke perkarangan rumah," ucap Jisoo panjang lebar.

Sowon tertawa. "Kenapa dia melemparnya?"

"Jangan katakan pada siapapun. Ok? Sebenarnya, aku hanya menggambar stickman dengan bahu yang lebar," jawabnya sambil tersenyum polos. Senyuman itu agak membuat Sowon termenung. Sowon akui wajah mereka sebelas dua belas. Wajah mereka benar-benar mirip. Sungguh, keluarga visual.

"Dia marah padaku dan menyuruhku les melukis," lanjutnya.

"Iya, dia juga cerita padaku," jawab Sowon.

"Huh?"

Sowon membulatkan matanya. Ia baru sadar kalau ia keceplosan. Dia langsung menggeleng. "Eh, aku pernah mendengar cerita yang mirip seperti ini," ralat Sowon cepat dengan senyuman gugup.

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang