"Tentu saja pantas. Ada apa memangnya?" tanya Seokjin.
"Seperti yang ibumu bilang, kita tidak selevel."
Seokjin menghela nafas dan berdiri dari posisi jongkoknya. Ia berjalan mendekati Sowon, namun tak berhenti hingga jarak mereka sudah cukup dekat. Sowon akhirnya berjalan mundur hingga dirinya menabraki pagar rumah yang tingginya se-lengan Sowon.
Seokjin menatap wajah Sowon dalam-dalam. "Hanya karena ibuku mengatakan hal seperti itu, kau juga menilaiku seperti itu?"
Sowon meneguk ludah. Matanya menatap mata Seokjin yang terlihat sorotan marah.
"Kau pikir aku orang yang sombong? Kau pikir aku selalu hidup dalam kemewahan?" tanya Seokjin.
Sowon pangsung bisa merasa ada perih menjalar di hatinya. Ia juga merasa bersalah.
"Awalnya aku ingin menuruti keinginanmu untuk menentang perjodohan adikku," ucap Seokjin. Ia kemudian tersenyum miring. "Tapi, aku mengurungkan niatku. Untuk apa aku membantumu kalau kau saja memandangku dengan negatif? Apa semua orang-orang sepertimu itu menganggap orang sepertiku sebagai sosok yang arogan?"
Sowon menyipitkan matanya dan mendengus tak percaya. "Apa maksudmu sepertiku dan sepertimu?"
Seokjin mengangkat bahunya. "Bukankah kau yang memulai pembahasan ini?"
Sowon mendengus lagi dan menggeleng tak percaya. "Kesan pertamaku padamu sangat baik. Tapi setelah mengenalmu lebih jauh, aku sekarang mengerti dengan ungkapan jangan menilai buku dari sampulnya."
Seokjin juga ikut mendengus dan tersenyum miring. "Benar. Inilah yang menjadi penyebab utama statusku yang masih lajang. Semua orang hanya melihat wajah dan fisik, kemudian mereka menyukainya. Saat mengetahui sifat asli... mereka mulai menjauh."
Sowon menutup matanya dengan erat dan mengepalkan tangannya.
"Aku sudah terlalu sering menemukan perempuan sepertimu." Seokjin mundur selangkah. "Tapi jujur saja, aku merasa ada hal yang berbeda dari dirimu"
Setelah mengatakan itu, Seokjin tersenyum. "Baiklah kalau kau menang menolak tawaran pekerjaan tambahan dariku ini. Aku juga tidak terlalu membutuhkan itu. Bukannya, aku bisa saja pergi ke luar negeri untuk mendapat jasa itu?" Ucap Seokjin dengan nada sarkas seperti Sowon.
Sowon membeku di tempat. Matanya terasa panas seperti hendak mengeluarkan cairan bening dari sana.
"Kalau begitu, aku pamit. Setelah ini aku akan menganggap kita tidak saling mengenal satu sama lain."
Hati Sowon mendadak hancur. Terlebih saat Seokjin membungkuk dan menjulurkan tangannya. "Setelah ini, kita bukanlah siapa-siapa lagi."
Sowon memandang tanga Seokjin yang dengan setia terulur itu. Beberapa detik berlalu, namun otak Sowon tidak tersinkron untuk membalas uluran tangan tersebut. Perasaan bersalah mulai menyelimutinya. Kini matanya sudah mulai berkaca-kaca.
Seokjin yang merasa uluran tangannya tak akan dibalas itupun akhirnya mengepalkan tangannya yang terulur. Kemudian memasukkan tangannya itu ke dalam saku celananya. "Kalau begitu, aku pergi dulu."
Seokjin pun berlalu, membuka pagar yang berada di samping Sowon dan berjalan pergi.
Setelah Seokjin pergi dari rumahnya. Sowon langsung menangis.
Air mata yang ia tahan kini mengalir dengan derasnya, disertai dengan suara tangisan. Kakinya pun seperti tidak sanggup menopang tubuhnya. Ia perlahan terjatuh. Namun, ia tidak menyadari bahwa pagar itu memiliki sudut yang tajam, sehingga lengannya tergores oleh sudut pagar.

KAMU SEDANG MEMBACA
sculpture | sowjin ✓
Fanfictionbangchin area Kim Sojungㅡ Sowon, seorang pelukis yang mendapat kesempatan untuk melukis wajah Kim Seokjin, the most sculpted face. 🖌️start: 21 Mei 2019 🎨end: 12 Januari 2020