25

706 97 5
                                    

Sowon memandang kedatangan Seokjin dari balik jendela kamarnya. Ternyata, Sowon dari tadi menunggu baliknya Seokjin. Sebenarnya otaknya menyangkal itu. Otaknya terus memaksanya untuk berkata kalau Sowon menunggu kembalinya motornya. Namun hatinya berkata yang sebaliknya, ia menunggu si peminjam untuk kembali.

Kepalanya yang tadi ia sandarkan ke bingkai jendela tiba-tiba dia naikkan begitu pandangan Seokjin dan dirinya bertemu. Ia tidak menyangka pria itu akan refleks melihat ke atas, bagai tahu ada orang yang memperhatikannya.

Seokjin tersenyum dan melambaikan tangan.

Sowon memandangnya dalam diam. Pandangannya terkunci pada senyuman pria itu, namun ia bahkan tidak berniat untuk turun dan menemuinya. Kenapa?

Sowon mengangkat satu alisnya.

"Hei! Sampai kapan kau akan melihatku seperti itu terus? Aku mau mengajakmu jalan-jalan!"

Sowon tersadar. "Oh? T-tunggu, jalan-jalan? Kemana?"

Seokjin tersenyum lagi. "Ayo kita ke mana saja. Asal bersamamu, aku mau!"

Sowon mengernyitkan dahinya, namun tak mampu menyembunyikan senyuman malunya. "Ya! Apa yang kau katakan?"

Seokjin menyengir. "Pokoknya ikut saja."

Sowon menghela nafasnya, kemudian tersenyum. "Baiklah, tunggu dulu di sana."

×××

Keduanya duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang kini daunnya berwarna oren kemerahan. Secangkir kopi hangat ada di tangan kanan keduanya. Mereka berdua memandangi jalan raya dengan orang-orang yang berlalu lalang di sana. Ada yang sibuk dengan ponsel di telinga mereka, ada yang bersama sanak saudara, teman, juga bersama kekasih mereka. Sowon memandangi Seokjin yang duduk di sampingnya. Gadis itu mengernyitkan dahi.

"Jadi kita hanya akan duduk di sini sambil minum kopi?" tanya Sowon dengan menguncangkan gelas kertasnya pelan ke udara. Ia sejujurnya ingin menjaga jarak dengan pria ini karena mau tak mau Seokjin harus menikahi orang lain, dan Sowon tidak mau menjadi alasan Seokjin dimarahi oleh orang tuanya.

Seokjin memandangi Sowon juga. "Aku sebenarnya tidak tahu harus bagaimana. Maafkan aku soal..." Seokjin mengatupkan bibirnya rapat dan mengulumnya. Ia menghela nafas dan menunduk. "Maaf."

Sowon mengerti maksud Seokjin. Pasti tentang ciuman itu. Sowon juga jadi agak gugup mengingatnya. "Aku juga minta maaf."

"Apa?"

"Mungkin saja kau tidak akan melakukan itu kalau Eunwoo tidak ke sana dan memberitahu kejadian itu."
Sowon menaikkan satu alisnya, jantungnya berdegup karena takut dengan reaksi Seokjin selanjutnya. Namun pria itu hanya dengan santai meneguk kopi lagi dan mendongak.

"Bisakah kita bersama?" tanya Seokjin. Lebih tepatnya ia bergumam, namun suaranya terlalu kuat. Kalimat itu membuat Sowon menunduk dan merasa pedih.

"Sejak kapan kau menyukaiku?" tanya Sowon.

Seokjin tentu saja kaget dengan pertanyaan yang begitu mendadak. Ia jadi gelagapan. Pria itu menegakkan posisi duduknya. "Sejak..."

"Kalau aku, sebenarnya awalnya hanya tertarik. Tapi karena kau mengantarku kembali ke rumah saat itu, entahlah... aku malah terus memikirkanmu," potong Sowon. "Maaf, aku terlalu terbawa perasaan saat itu. Kalau seandainya aku benar-benar menolak, kau tidak usah dilema. Karena aku yakin, kau akan terima perjodohan tanpa rasa penyesalan sedikitpun."

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang