14

817 121 17
                                    

"Apa kabar, noona?" tanya pria bertubuh jangkung itu. Ia menyerahkan segelas bubble tea pada Sowon.

Sowon tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

"Oh? Tanganmu kenapa?" Karena kaget, Eunwoo refleks menyentuh kulit lengan Sowon.

Sowon langsung menarik lengannya menjauh dan menatap Eunwoo dengan tatapan yang sulit diartikan. Lalu dia menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Aku tidak apaㅡ"

"Tapi nyatanya kau kenapa-kenapa, noona. Biar aku mengobatimu."

"Andwaeyo, aku bisa sendiri." Sowon menepis tangan Eunwoo pelan. "Kenapa kau datang? Aku kan sudah melarangmu ke rumahku?"

"Hmm, karena aku mengkhawatirkanmu. Tidak biasanya kau menolak tawaran minuman ini." Eunwoo menggoyang-goyangkan gelas bubble tea miliknya ke udara.

Sowon menghela nafas. "Baiklah, terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku ingin sendiri sekarang. Bukan bermaksud mengusirmu, tapi bolehkah kauㅡ"

Eunwoo menyulurkan jari telunjuknya ke arah Sowon. Ia menutup matanya dan mengangguk pelan. "Baik, aku mengerti. Aku juga sudah mau pulang setelah memberimu minuman itu." Eunwoo tersenyum begitu manis, sehingga hati Sowon sedikit merasa bersalah.

"Kalau begitu, sampai ketemu di les."

Sowon tersenyum. Eunwoo juga tetap mempertahankan senyumannya dan melambaikan tangannya.

Sowon menghela nafas dan berbalik ke rumah. Ia sebenarnya tidak yakin akan datang ke tempat les hari ini. Moodnya sangat hancur karena satu orang.

Sowon masuk ke kamarnya dan mengambil kotak obat, membersihkan lukanya sendiri. Sembari merenung, ia meminum bubble tea yang ada di tangannyaㅡ pemberian Eunwoo. Setelah meminum sampai habis, ia langsung membuangnya ke tong sampah.

Tak lama setelah itu, ponselnya berbunyi. Sowon pun dengan tergesa mengambil ponselnya untuk memeriksa siapa yang menelepon.

Sayang sekali, nama yang tertera di layar ponselnya bukanlah nama yang ia harapkan.

Dengan berat hati, ia menekan tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga.

"Hari ini datang ke les 'kan?"

Sowon menghela nafas dalam diam. "Akan ku usahakan."

"Ah, wae...? Bagaimana dengan lukamu? Gwenchanayo?" tanya si penelepon, tak lain adalah Eunwoo.

Sowon memandangi lukanya. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit perih saja."

"Oh... Memangnya karena apa?"

Sowon mengulum bibirnya dan terdiam selama beberaoa detik sebelum menjawab. "Tergores ujung pagar."

"Oh begitu rupanya. Lain kali, hati-hati ya."

Sowon tersenyum, yah senyum yang dipaksakan. "Kalau begitu sudah ya?"

"Eh tunggu, noona kelihatannya sibuk sekali. Apa aku mengganggu kegiatan noona?

"Andwaeyo. Aku hanya butuh istirahat. Semalam aku kurang tidur. Annyeong." Sowon menjauhkan ponsel dari telinga dan mematikan sambungan itu secara sepihak.

Ia menghela nafas kembali dan meletakkan ponselnya kasar ke atas meja. Lalu ia menenggelamkan wajahnya.

Tolong jangan menyukaiku, Cha Eunwoo.

Sowon mengangkat wajahnya lagi dan memandangi ke arah luar jendela. Ia merasa ada hal yang mengganjal di hatinya, yaitu soal perasaannya.

Ia merasa sakit hati dan juga merasa bersalah dalam waktu bersamaan. Seharusnya ia minta maaf pada Seokjin, akan tetapi ia masih butuh waktu untuk berpikir jernih.

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang