19

761 124 12
                                    

Seokjin langsung mengambil tas berbahan kain kanvas yang dibawa oleh Sowon. Tas itu berisi perlengkapan yang ia perlukan untuk melukis Seokjin. Sowon bingung dan hendak protes, namun Seokjin langsung saja meletakkan tas lain ke pangkuan Sowon.

"Apa ini?"

"Peralatan baru," jawab Seokjin enteng. Ia segera menjalankan mobilnya setelah mengatakan itu.

Sowon mengernyit. "Barang yang ku punya masih baru, lagi pula kau tidak tahu merk yang paling cocok dengan teknik melukisku."

"Oh ya? Aku sudah bertanya pada banyak narasumber dan juga artikel. Pasti tidak salah. Kau suka sekali dengan merk yang ku belikan untukmu. Bahkan aku membelikanmu semua yang ada di wishlistmu."

Sowon mengangga tak percaya. Segera ia membuka tas berbahan kanvas berwarna hitam itu. Benar saja, ada dua kotak cat warna. Satu kotak yang selalu dipakai Sowon, dan satu lagi adalah jenis cat yang selalu ingin Sowon miliki, tetapi tidak kunjung ia beli karena alasan hemat uang.

"Kau... Serius?" tanya Sowon.

Seokjin tetap fokus menyetir. Karena tak mendapat respon apapun, Sowon mengangkat bahunya dan juga melihat-lihat lagi barang apa saja yang dibeli oleh Seokjin. Persis seperti apa yang dibilang oleh Yuju. Dua buah kanvas, berbagai macam ukuran kuas cat, dua kotak cat, beserta satu palet. Sowon tersenyum.

"Gomawoyo," gumam Sowon pelan. Akan tetapi Seokjin bisa mendengarnya. Ia sedikit mengalihkan pandangannya pada Sowon, kemudian tersenyum saat memandang ke arah jalanan depan lagi.

"Oh iya, itu sebagai bayaran jasa melukismu saja."

Sowon memandang Seokjin. "Ok, deal." Sowon memandang ke arah jalan raya yang ada di sampingnya. Senyumannya merekar. Bagaimana tidak? Kembali lagi di mobil Seokjin, hanya berdua. Itu merupakan mimpi Sowon- hal yang selalu Sowon inginkan saat bertemu dengan Seokjin kembali.

"Bagaimana kabarmu setahun ini? Aku belum bertanya 'kan kemarin?"

Sowon berdehem. "Hmm, ya begitulah kabarku. Seperti yang kau lihat."

Seokjin memandang Sowon yang tengah melihat jalanan. "Aku tidak melihat wajahmu," jawab Seokjin.

Sowon segera mengalihkan pandangannya kepada Seokjin.

"Hm, kau kelihatannya baik."

Sowon mengangguk. "Aku sangat baik selama kau tidak ada."

Seokjin berdecih. "Dusta."

Sowon menyengir sedikit jaim lalu menundukkan kepalanya. "Aku kira kita tidak akan bertemu lagi."

"Omong kosong. Hampir setiap hari aku melihat wajahmu."

"Hah?" Sowon kaget bukan main.

Seokjin tersenyum. Akan tetapi tidak memandang wajah Sowon. "Kau hanya terlalu sibuk untuk menyadarinya."

Sowon bungkam. Ia mencoba mengingat-ingat lagi, akan tetapi, ia memang merasa tidak pernah melihat Seokjin sekalipun selama setahun belakangan ini. Memang ia pernah sekilas melihat wajah Seokjin, namun ia berpikir bahwa dirinya berhalusinasi akibat rindu.

"Setiap hari? Dimana?"

"Hah, perempuan ini memang tidak peka." Seokjin meggeleng-gelengkan kepalanya. "Tentu saja aku berbohong."

Sowon kesal. Lebih tepatnya kecewa. "Oh baiklah kalau begitu! Aku juga tidak mau kau memandangiku terus. Aku tidak mau penggemar seperti dirimu."

"Ah, kau melukai hatiku."

"Cih, lebay sekali," jawab Sowon.

"Ya! Aku tidak bohong, aku serius. Aku melihatmu di art gallery, di toko buku, di tempat les mu, tapi kau tidak pernah melihatku. Lalu entah kenapa tiba-tiba semalam kau mencariku."

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang