15

807 133 1
                                    

Seokjin tahu kalau hari ini Sowon pasti datang ke tempat ini.

Pria itu memandangi banner besar yang bertuliskan Summer Rain Bookstore.

Mungkin memandangi sesuatu secara lekat-lekat merupakan habit bagi Seokjin.

"Kau tidak mau masuk?" tanya sebuah suara yang mengagetkan Seokjin. Ia menoleh dan mendapati Sowon tengah tersenyum, mencondongkan badannya sedikit ke depan dengan tangan yang terlipat di belakang.

"Eh..."

"Masuklah, apa yang mau kau beli?"

Seokjin berdehem. "Buku nota."

Sowon mengangguk dan masuk. Ia juga menyuruh Seokjin untuk mengikutinya.

Di dalam sana, Sowon disambut oleh seseorang. Orang itu tak lain adalah J.Seph. Ketika pria itu memandang Seokjin masuk, seketika senyuman J.Seph sedikit memudar.

"Hei. Ini ada pelanggan. Dia ingin membeli nota. Tunjukkanlah padanya tempat nota," ucap Sowon.

Seokjin memandang Sowon tak percaya. Ia kira Sowonlah yang akan menemaninya, namun dugaannya salah. Ternyata Sowon malah menyerahkan dirinya pada seorang pegawai pria.

"Ya! Kau yang membawanya masuk, kenapa tidak sekalian tunjukkan?"

Sowon tersenyum tipis. Senyumannya agak lesu dan sendu. "Lupakan saja, aku sedang lelah." Setelah mengatajan itu ia langsung pergi ke suatu tempat yang bertuliskan staff only.

J.Seph memandangi Seokjin dengan penuh selidik. Entah kenapa ia curiga dengan Seokjin. Curiga kalau pria itu punya hubungan dengan Sowon.

"Ke sini.." J.Seph pun menepis pikirannya yang negatif dan menuntun Seokjin ke arah rak yang berisi nota.

Seokjin pun segera mengambil sembarang buku itu dan berjalan ke arah kasir. Kebetulan Sowon juga sudah keluar dari ruangan khusus staff dan berhenti di dekat kasir. Nampaknya Sowon ingin berbicara dengan Yuju yang menjaga kassa pembayaran.

Gerak gerik Seokjin itu membuat J.Seph makin was-was.

Seokjin berjalan ke arah kasir dan mengagetkan Sowon. Sebenarnya Sowon ingin menjaga reaksinya, akan tetapi dirinya gagal. Dia malah kelihatan seperti salah tingkah.

Setelah membayar buku nota yang sebenwrnya tak dibutuhkannya itu, ia menghadap Sowon yang membuang pandangan dari Seokjin. Pria itu menatap Sowon dengan tatapan penuh selidik dan juga kesal.

"Kau menghindari tatapanku? Kenapa kau berlagak seperti ini?"

Sowon meneguk ludahnya dengan susah payah. Kemudian Sowon pun memberanikan diri untuk memandang Seokjin dengan tatapan tegas.

"Maaf. Tetapi kau sendiri yang bilang kalau kau tidak mengenalku lagi," ucap Sowon.

Seokjin mendengus. Ia tak percaya kalau dia termakan omongannya sendiri. Siapa yang menganggap ucapan seperti itu dengan serius? Sowonlah orangnya.

"Itu hanyalah ungkapan. Aku kira kau ingin mengatakan sesuatu padaku. Sebuah kata yang seharusnya kau ucapkan."

Sowon melipat tangannya di depan dada. "Setelah mengatakan itu, kau janji tidak akan mengenal diriku lagi?"

Seokjin mengernyit.

"Awalnya aku hanya berniat baik padamu, karena nampaknya kau memandangi toko buku ini sangat lama. Maka aku sebagai pekerja hanya berusaha menjadi pegawai yang baik kepada pelanggannya. Aku tidak berniat membicarakan masalah pribadi ini."

Seokjin menyipitkan matanya. "Padahal aku kira kau sudah melupakan masalah kemarin. Ternyata hanya untuk ini?"

Sowon tersenyum miring. "Kau bahkan tidak malunya memberitahu masalah kita di depan orang lain," ucap Sowon. Ia memandangi Yuju yang tidak tahu apa-apa. Ia memandangi mereka dengan begitu polos dengan bingung.

Seokjin juga memandang Yuju dan menghela nafasnya. "Aku tidak peduli kau marah padaku atau aku marah padamu. Tapi kau masih punya satu perjanjian denganku."

"Perjanjian?"

"Kau tetap harus menggambar wajahku secara langsung. Aku tidak peduli alasanmu."

"K-kau.."

Seokjin memandnag Sowon dengan tatapan mengerikan. Hal itu membuat Sowon bungkam.

"Sampai jumpa besok pagi. Kau harus ke taman jam 7 pagi, kalau kau telat, akan ada hukuman bagimu."

Sowon benar-benar tak percaya dengan pria di hadapannya ini. Memangnya dia pikir siapa dia? Bosnya?

"Paham?"

Sowon ingin menyangkal. Dirinya ingin sekali menentang semua perkataan Seokjin, namun entah kenapa mulutnya terasa kelu untuk menjawab. Ia hanya diam.

"Kalau kau diam, artinya kau menerima. Ingat, jam 7 pagi."

Sowon juga tidak menjawab walau ia mau. Rasanya mulutnya seperti di perban dengan perekat.

Seokjin tersenyum miring dan berjalan keluar dari toko buku itu, meninggalkan Sowon yang diam membeku di sana.

×××

Sowon lesu.


Ia membuka pagar rumahnya dan melihat Meonji menyambutnya dengan ggonggongan gembira.

"Kenapa kau menyambutku? Aku takut padamu."

Sowon meghela nafas dan berjongkok. "Hei anjing kecil, aku awalnya ingin memberi namamu Minseok. Kau tahu kan dia itu siapa? Dia kakakku, orang yang telah membeli mu. Apakah kau tidak kesal dengannya? Dia memisahakanmu dari keluargamu."

"Apakah kau yakin?"

Suara itu mengagetkan Sowon. Ia langsung berdiri dan memandang ke arah luar pagar rumahnya.

Sosok murid yang mengejarnya itu kini terpampang jelas di depan Sowon.

"Kau tidak membalas pesan dan teleponku. Makanya aku ke sini."

Aku bahkan tidak tanya, batin Sowon

"Um, Eunwoo, aku minta maaf. Ponselku error kemarin, aku baru mau memperbaikinya."

Eunwoo mengangguk maklum. "Kenapa kemarin tidak mengajar?"

Sowon tersenyum kikuk dan memandangi lengannya yang tertutupi dengan lengan baju yang panjang. Akan tetapi Eunwoo tahu apa yang ada di balik sana.

"Apakah parah? Apakah masih sakit?"

Sowon menggelengkan kepalanya. "Nae gwenchana."

Eunwoo mengangguk. "Ngomong-ngomong, aku baru tahu kau memelihara anjing. Sejak kapan?"

"Sudah beberapa hari yang lalu. Dis memang kadsng bisa sangat tenang walaupun tidak sedang tidur. Tetapi dis juga bisa jadi sangat ribut seperti sekarang."

Eunwoo mengangguk paham. "Oh iya, Jisoo semalam juga tidak pergi ke les. Kira-kira kenapa ya?"

Sowon memandang Eunwoo sejenak. "Benarkah?"

"Iya. Kira-kira dia kenapa ya?"

Sowon menahan nafasnya. Jelas saja ia merasa khawatir, terlebih ucapan Seokjin tiba-tiba saja terngiang kembali di benakknya. "Awalnya aku ingin menuruti keinginanmu menentang perjodohan adikku... Tapi aku mengurungkan niatku."

Sowon meneguk ludah dan memandang Eunwoo. "Apakah ada kemungkinan kalau dia dimarahi oleh orang tuanya?"

Eunwoo mengernyitkan dahinya tak paham. Tentu saja. Eunwoo kan tidak tahu soal keluarga Seokjin dan kisah perjodohan yang begitu rumit. Sowon saja yang terlalu ambil pusing dengan masalah orang lain.

"Apa maksudmu dimarahi orang tuanya? Apakah Jisoo tidak diperbolehkan untuk mengambil khusus melukis?"

Sowon menggelengkan kepalanya. "Lupakan saja, aku hanya asal bicara saja tadi. Sepertinya dia sedang tidak enak badan."

"Iya, mungkin saja kau benar. Kalau begitu aku pamit dulu ya? Aku ke sini hanya untuk menanyakan kabar saja."

Sowon tersenyum hangat sebagai jawaban salam pamit Eunwoo.

×××

×25 Agustus 2019




sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang