11

887 140 19
                                    

"Kau hari ini les ya?"

"Iya," jawab Jisoo singkat.

"Jangan salah paham dulu. Aku begini karena disuruh oleh ayahku."

"Aku tahu. Nado."

Doyoung menghela nafas. "Jadi kita harus bagaimana?"

Jisoo menggaruk kepalanya frustasi. "Aku tidak tahu! Kenapa ayahku harus memilih kau dari sekian banyaknya rekan kerjanya!"

Doyoung mendengus. "Siapa juga yang mau denganmu, huh?"

Jisoo menghela nafas kasar. Ia benci fakta dimana dia, Doyoung dan Jinyoung adalah sahabat karib saat SMA dulu. Keduanya juga pernah saling merebut Jisoo. Namun Jisoo memilih Jinyoung.

Seandainya saja dari awal ia tahu bahwa ayah Jinyoung adalah musuh ayahnya, mungkin sekarang Jisoo tidak mengenal Jinyoung. Baik sebagai teman maupun kekasih. Mungkin saja dia memang pacaran dengan Doyoung sekarang.

"Sudahlah. Tidak ada gunanya berdebat. Aku akan mengantarmu."

"Tidak mau! Aku mau Jinyoung!"

"Hadir!" Jinyoung tiba-tiba bangkit dari semak-semak tinggi. Ia tersenyum lebar dan melambaikan tangannya pada Jisoo dan Doyoung. Jisoo kaget dan menatap Doyoung.

Doyoung mengangkat bahunya. "Aku juga tidak ingin merusak pertemanan dengan makhluk ini. Jadi, aku meneleponnya."

Jisoo tersenyum lebar. "Ahhh kamsahamnida Doyoung!" Jisoo pun langsung mendekati Jinyoung. Mereka pun pergi ke arah motor yang terparkir cukup jauh dari rumah Jisoo. Hal itu dilakukan supaya tidak ketahuan.

Doyoung hanya memandangi itu semua dengan ekspresi datar. Deja vu tiba-tiba terjadi. Ia ingat kalau dirinya pernah merelakan Jinyoung dan Jisoo pulang dengan payung yang dimilikinya. Sedangkan dia harus menunggu jemputan yang sangat lama di tengah hujan yang bwgitu deras. Karena tiba-tiba dibatalkan, akhirnya Doyoung pulang basah-basahan. Doyoung tersenyum miris memandang dirinya yang terlalu mudah mengorbankan sesuatu.

Saat Doyoung hendak berbalik, matanya menangkap sosok Seokjin yang sedang berdiri di balik pagar dengan melipat tangan depan dada.

Doyoung meneguk ludahnya karena pandangan mereka bertemu dan terkunci. Ia yakin Seokjin marah padanya karena membiarkan adiknya.

Namun Seokjin diam saja. Pria itu langsung berbalik berjalan ke dalam rumahnya tanpa memberikan reaksi apapun.

Doyoung terheran. Ia pun mengikuti Seokjin dari belakang.

"Apa ada yang ingin kau tanyakan?" tanya Seokjin tiba-tiba. Ia juga berbalik dan menatap Doyoung dengan tatapan serius.

"Eh... tidakkah kau ingin marah padaku karena membiarkannya pergi dengan Jinyoung?"

Seokjin menghela nafas. "Buat apa aku marah? Aku sudah lelah memperingati anak itu."

"Apakah itu artinya, akan ada hal buruk yang terjadi?" tanya Doyoung. Tidak biasanya ia melihat Seokjin pasrah dengan hal itu.

Seokjin menatap Doyoung bingung. "Apa maksudmu?"

"Kau sudah mengizinkan mereka?" tanya Doyoung dengan mata berbinar.

Seokjin terdiam sejenak. Ia juga tidak tahu harus bagaimana. Percakapannya semalam dengan Sowon dan ayah Sowon itu membuat banyak perubahan dalam pemikirannya.

"Aku dengar dari anakku yang laki-laki, kalau kau dijodohkan. Apa itu benar?"

Mata Sowon membulat begitu mendengar Taewoo mengatakan hal memalukan seperti itu kepada Seokjin. Dan lagi, ia bahkan tidak tahu kalau kakaknya memberitahukan hal ini kepada ayahnya.

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang