Chapter 12. Sunflower Palace

155 20 1
                                    

12. SUNFLOWER PALACE

Now playing | Afgan - Pesan cinta

Kebahagiaan, tidak perlu kamu tunggu kedatangannya. Karena ia selalu datang kapanpun dan dimanapun kamu membuatnya. —Laviona

“Sa, apasih yang lo lihat dari gue?” tanya Seira pada Aksara.

Saat ini mereka ada di sebuah kebun bunga matahari. Sangat indah menurut keduanya. Hamparan warna oranye terpampang jelas dari tempat keduanya saat ini.

Hanya ada satu jenis bunga, yaitu bunga matahari.

Bunga matahari bergoyang-goyang mengikuti arah angin. Rasanya hangat, aroma harum pun mendominasi ketenangan sore hari ini.

Dahi Aksara berkerut. “Lihat apaan maksudnya?”

“Ya lihat dari apanya, kok lo bisa suka sama gue?” ujar perempuan itu.

Akasa menghela napas, “Harus banget ya pake alasan?”

Seira mengangguk, “Wajib!”

“Kalo misalkan gue nggak punya alesan gimana?”

“Gimana caranya coba? Orang suka pasti ada alesannya lah!”

“Ya tapi gue enggak.”

“Udahlah! Males ngomong sama orang yang otaknya cuma setengah!”

“Lo nggak mau nanya ini tempat namanya apaan?” ujar Aksara membuat Seira mengangguk antusias.

“Sunflower palace,” ujar Aksara sambil menatap arah depan.

“Hah? Itu apaan?”

Aksara mendengus, “Itu nama tempat ini pinterrr!”

Seira menujukkan cengirannya. “Oh gitu ya, sorry nggak tahu,”

“Emang tempat ini nggak dibuka buat umum ya? Kok sepi banget,” Seira menelisik setiap sudut di taman ini.

“Emang,”

“Terus ini taman punya siapa?” kata Seira.

“Punya tuhan,” balasnya.

Setelah itu hening, hanya suara angin yang menyertai mereka. Tidak ada yang angat bicara.

“Sa,”

Panggilan dari Seira membuat pemuda itu menoleh,

“Apa?”

“Soal yang di lapangan basket, gue–”

“Udah nggak usah dibahas kalau lo nggak nyaman,” ujar Aksara.

“Tapi–”

“Tapi apa? Lo mau bilang kalo lo nggak punya rasa sama gue?” potongnya.

“Nggak gitu, cuman gue–”

“Cuman gue apa?” ujar Aksara lagi.

“Cuman gue– gue–”

Seira untuk Aksara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang