Chapter 16. Mereka, dan Masa Lalu

128 18 3
                                    

16. MEREKA DAN MASA LALU

Now playing | Bruno Mars - Count On Me

“Ini saatnya lo harus bangkit! Jangan mudah menyerah dengan apa yang bisa lo cegah! Percaya, ini demi kebaikan!” — Aksara

Seira berlari menuju koridor gedung sekolah yang tidak terpakai dengan umpatan-umpatan gila lainnya. Bisa-bisanya mereka menjadikan gadis itu sebagai taruhan.

“Dasar sialan!”

Bastard!”

“Bisa gila gue!”

Umpatan itu diucapkan Seira sembari menendang-nendang bola tak kasat mata.

“RARA!”

Intruksi tersebut menghentikan langkah kaki Seira, tapi setelah mengenali suara itu, perempuan itu berjalan kembali. Karena tanpa melihat pun, Seira tahu suara itu milik siapa.

“Ra!” Aksara berusaha menggapai pergelangan tangan Seira. “Tungguin gue!”

“Apasih!” Seira menyentak kasar tangan Aksara yang berusaha menyentuhnya.

“Ra, gue mau ngomong.” tegas Aksara.

Seira menyentaknya, “Lepas! Kesepakatan yang lo buat tadi gila! Bener-bener gila!”

“Ra, dengerin gue. Dengerin gue!” Kini Aksara mengunci pergerakan Seira ditembok.

Jantung Seira berdegup kencang, seperti selesai lari maraton.

Sial, jantung gue kenapa sih? batin perempuan itu.

“Ra, dengerin gue!”

“Apa? Mau denger apa lagi? Lo tahu nggak, kesepakatan yang lo buat tadi itu gila, Sa!”

“Iya, Ra. Gue tahu. Tapi ini demi kebaikan, lo. Demi kebaikan semua orang!” Aksara berkata dengan tegas.

Seira tak berani menatap mata Aksara, yang perempuan itu yakini tengah menatapnya juga.

Calm down. Lo percaya sama gue. Tatap mata gue. Gue bisa jamin semuanya bakal baik-baik aja.” ucap Aksara.

Seira mendongak, menatap dalam manik mata Aksara. Tidak ada kebohongan disana, apalagi keraguan.

“Lo bisa yakin? Apa jaminannya?”

“Gue nggak bisa jamin apa-apa, Ra. Yang penting, lo yakin, dan percaya sama gue. Yakin sama Tuhan, semuanya bakal baik-baik aja.” kata Aksara sambil mengusap lembut pipi Seira.

Seira tak bisa percaya dengan kesepakatan Aksara yang gila.

“Aksara, gue percaya sama lo. Gue percaya sama keputusan lo.” kata Seira, “tapi gue takut, gue pernah kehilangan cuma karena mereka.”

Aksara berkerut heran, “Kehilangan?”

Seira mengangguk, tiba-tiba matanya berkaca-kaca. “Iya, gue pernah kehilangan seseorang yang gue sayang. Cuma karena gue yang nggak bisa jaga diri. Cuma karena Tuhan yang menciptakan gue terlalu sempurna.”

Seira menghela napas, “Lo nggak pernah tahu, Sa. Masa lalu gue kelam, nggak seindah apa yang orang lihat.”

Aksara meneguk salivanya, “Rileks, Ra. Lo percaya sama gue, kan? Gue bisa jamin, semuanya bakal baik-baik aja.”

Seira untuk Aksara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang