Chapter 18. Reuni Mantan

121 17 7
                                    

18. REUNI MANTAN

“Kalian ada potongan masa laluku, yang akan tetap menjadi kenangan, sekalipun dihapus dengan cara apapun.” — Seira

MALAMNYA, Aksara pergi kerumah Seira, untuk mengajak gadis itu ke sebuah tempat. Tanpa dijelaskan pun, kalian sudah tahu bukan?

C'mon, Ra. Semuanya bakal baik-baik aja, gue jamin. Ada gue disana. Semuanya disana, Ra. Lo bisa timpuk gue kalo gue boong, sumpah!”

Sudah berkali-kali Aksara mencoba membujuk Seira dengan cara apapun, agar perempuan itu mau ikut dengannya.

Aksara mengehela napas, “Jangan diem, Ra. Gue bingung kalo gini caranya.”

Seira yang tadi menunduk kini mendongak, “Jangankan gue, lo juga bingung, kan? Apalagi gue, Sa! Gue nggak siap!”

“Ra, lo siap. Tinggal lo turunin dikit ego, lo. Minta bantuan mereka dengan cara yang tulus.” ujar Aksara.

Seira tertawa miris, “Lo bisa ngomong gitu, karena lo nggak pernah patah. Lo bisa ngomong gitu karena lo nggak pernah ngerasain yang namanya ditinggal pergi,”

Aksara menghela napas menyerah, “Ayo, Ra. I’m beside you,

Mata Seira berkaca-kaca, menyangga cairan bening yang siap tumpah kapan saja. “Lo janji? Promise isn't as easy as proof!

Aksara mendekap perempuan itu dalam dekapannya, menenangkannya. “Gue tahu, Ra. Ngebuka luka lama itu emang sakit, tapi, kalo bukan sekarang, kapan lagi lo akan terbebas?” Aksara berucap lirih dibalik rambut panjang Seira.

Seira membalas pelukan itu tak kalah eratnya, “Gue, hiks. Gue belum siap ketemu mereka, hiks.” kata Seira sambil sesegukan, “seandainya mereka nggak mau, gimana?”

Aksara menggeleng kuat, “Mereka pasti mau, percaya sama gue.”

<<<•>>>

Tiga pemuda tampan tengah duduk diatas meja cafe. Mereka masing-masing diam, tak ada yang membuka suara, bahkan helaan napas mereka pun dapat terdengar.

“Udah, lama?” sapa seorang laki-laki yang baru datang. Dia Gery.

Ketiganya kompak menggeleng, “Nggak lama, jadi kan kita diskusinya?” tanya salah satu cowok disitu.

“Kalian udah pesen?” tanya Gery berusaha memecahkan keheningan.

Salah satu dari mereka, mengalihkan pandangannya dari handphonenya.

“Lo lihat dari sudut yang mana? Udah tahu meja ini udah ada bekas gelas, masih aja nanya. Makanya, kalo ada kealinan sama mata, cepet-cepet sono lu periksain.” ujar Zio sengit.

Gery tertawa, “Sans, dong, Beb.”

“Bebeb-bebep pala lu!”

Gery kembali tertawa, “Halah, lo sama Vania juga bebeb-bebep an kan? Gitu aja sok najis sama gue,”

Zio menghela napas, “Udahan gue sama dia.”

“Kenapa?” sahut yang lain, Gibran.

“Bosen gue,” jawab Zio sakenanya.

Seira untuk Aksara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang