Chapter 19. Reuni Mantan (2)

119 15 6
                                    

19. REUNI MANTAN [2]

“Quotesnya dipending. Harap coba lagi”

“Gue emang kecewa. Tapi, kalian juga berharga kok buat gue. Dulu.

Suara lembut di dominasi lemah itu membuat keempat remaja tampan tadi menoleh. Ada yang melotot, ada yang tersenyum, bahkan ada yang memalingkan muka. Tak sanggup bertatap mata.

“Seira, sini duduk.”

Ya, perempuan itu Seira. Mantan dari keempat cowok tampan disana.

Seira tersenyum menyambut ajakan Gery. Siapapun yang melihat senyumnya, pasti akan selalu terpesona. Termasuk para cowok tampan dilingkaran meja itu.

Seira telah duduk, disusul Aksara disampingnya. Saat ini posisi mereka membentuk lingkaran. Dengan sisi. Zio-Seira-Aksara-Ando-Gibran-Gery.

“Cowok baru, Ra?” tanya Gery. Memang, dari sekian banyaknya mantan Seira, Gery memang yang paling humoris dan frontal.

“Bukan.” jawab Seira sambil menggeleng. Membuat Gery tersenyum penuh arti.

“Ngapain lo senyum-senyum gitu? Gejala calon pasien rumah sakit jiwa?” tanya Aksara dengan nada tidak suka.

Gery memicingkan matanya, seolah-olah sedang menantang Aksara. “Bukan urusan, lo.”

“Yeh! Dasar Ibab!”

“Udah-udah, disini, kita mau diskusi kan. Bukan berantem?” Seira menyela.

Gery menyengir. “Hehe. Gara-gara lihat senyum Seira sih, jadi lupa kan kita mau ngapain.” ujar Gery sambil menggaruk tengkuknya dengan pelan.

“Ye! Modus anjing!” balas Ketempat lelaki tampan yang lain.

Seira tak bisa menahan senyumnya. Tak Seira pungkiri, para mantannya itu memang mempunyai masing-masing daya tarik yang kuat.

“Plis, Ra. Jangan senyum gitu, entar gue nggak bisa minum teh lagi.” kata Gery.

“Kenapa?” Ando membuka suara.

“Ya, kalo nanti Seira senyum. Entar gue kena diabetes lagi.”

“Sa ae lu Bambank!” balas Zio sambil tertawa.

“Udahlah, ini kita kapan diskusinya?” sahut Gibran yang sudah panas menatap Seira sedang tertawa bersama Aksara. Gibran dan Aksara adalah rival dari dulu. Berawal dari teman, kini mereka menjadi lawan yang abadi.

“Jadi ..., kita jadi lawan Angga?” tanya Ando mmberanikan diri membuka suara.

Aksara mengangguk, “Jadi lah, jadi gini kita harus–”

“Em ..., boleh jeda sebentar nggak sih? Gue mau ngomong bentar.” sela Zio sambil mengangkat tangannya keudara.

“Kebiasaan, orang ngomong selaluu aja di potong-potong. Entar lama-lama punya lu yang gue potong.” sahut Gery malas.

“Cepetan, mau ngomong apa?”

“Gu–gue. Gue ...,”

Seira untuk Aksara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang