Chapter 50. Hari-hari Kita Menanti (Ending)

135 13 13
                                    

| 50, The End;

NOW PLAYING | Sondia - A Story Never Told

Jika hanya mengenang mu adalah jalan terbaik, maka akan ku tempuh.

Aku ‘kan menunggu. Sampai bulan purnama menjadi ganda sekalipun.

Tunggu aku. Aku akan menjemputmu. Seperti Raja berkuda putih, yang ‘kan menjemput Permaisurinya.

— Aksara

  “SA,”

“Lo nggak ada capeknya apa berdiri di situ?” tanya Daniel. Lelaki itu memandang lurus ke arah Aksara yang sedang membelakanginya.

“Gue udah bilang, ikhlasin aja. Lo berdiri disini nggak akan menghasilkan apa-apa,”

“Eh, budeg! Lo denger gue ngomong nggak, sih?!”

Puas sudah Daniel mengoceh. Ucapannya sama sekali tak pernah di hiraukan oleh makhluk Tuhan yang paling tolol di hadapannya ini.

Iya, tolol. Sudah jelas Seira telah pergi. Tapi Aksara masih saja berdiri di sana. Dengan tatapan kosong dan hampa.

“Sa,”

Kali ini Aksara menoleh saat mendengar suara yang tak asing di telinganya.

Disana ada Ferdy.

Laki-laki itu berjalan mendekati Aksara.

“Udah cukup, Sa. Ayo kita pulang,” Ferdy menyentuh pergelangan tangan Aksara. Tapi dengan teganya, Aksara menyentak tangan Ferdy begitu saja.

“Nggak. Gue mau disini. Rara gue bakal balik. Dia bakal pulang ke sini,” balas Aksara. Matanya berkaca-kaca saat mengatakan hal itu.

Ferdy menghela napas. “Kita pulang. Nggak ada tunggu-tungguan lagi.”

“Nggak!” Aksara lagi-lagi membantah keras permintaan Ferdy. “Rara bakal pulang. Cinta tau kemana dia bakal pulang dan menetap,”

“TAPI NGGAK ADA GUNANYA LO BERDIRI DI DEPAN PINTU RUMAHNYA GINI!”

Daniel membelalakkan matanya. Pemuda itu hendak maju, tapi satu tarikan dari arah belakang menghentikannya.

Fara?, kata Daniel tanpa suara.

Fara menggeleng. Gadis itu mengisyaratkan agar Daniel diam saja. Ferdy dan Aksara butuh waktu berdua untuk saat ini.

“T-tapi ...”

Fara memelotkan matanya ke arah Daniel. Laki-laki itu mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya.

“Gue selalu bilang apa sama lo selama ini?!” teriak Ferdy. Lelaki itu menunjuk-nunjuk wajah Aksara.

“JANGAN GEGABAH! Jangan keburu ambil keputusan yang lo sendiri nggak sanggup ngelakuinnya!”

Aksara mendongak, seolah menantang Ferdy. “Terus? Menurut lo gue harus apa? Harus ngebiarin dia ngemis-ngemis minta putus sama gue gitu?”

Seira untuk Aksara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang