Chapter 29. Peace of Aksara's Heart

136 15 8
                                    

29. PEACE OF AKSARA’S HEART

“Bahagia? Bukankah itu hal yang langka sudah bagiku?”
Seira untuk Aksara
_________________________________

Hari ini Seira berjalan pelan menyusuri koridor sekolah. Sudah terhitung satu hari setelah Aksara dan Seira berbaikan. Hari ini hari dimana Seira menjadi bahan taruhan antara dua kubu yang berbeda. Yap, hari ini hari pelaksanaan kesepakatan yang dua kubu sengit itu sepakati dengan rasa ingin menang sendiri masing-masing.

Sesungguhnya, Seira tak tahu apa rencana Aksara. Seira tentunya takut, pasukan anak nakal sekolah yang di pimpin Angga itu bukan lawan yang main-main. Bahkan, Angga tak jarang beradu otot atau tawuran bersama para preman di seluruh penjuru Jakarta.

Seira menghela napas. Apapun yang terjadi nantinya, Seira harus berterimakasih pada para mantannya. Mereka masih mau menerima kesepakatan itu untuk membantu Seira. Walaupun ia tahu, mereka hanya melakukan itu hanya untuk menebus kesalahan mereka.

Hari ini, seluruh jadwal sekolah di kosongkan. Guna memberikan waktu VIP pada pertandingan itu. Entah apa yang Aksara bilang pada Kepala Sekolah, hingga mau menyetujui semua ini. Bukankah ini menganggu kegiatan belajar mengajar?

Langkah Seira terhenti ditengah-tengah koridor. Bukan, bukan karena ia tersandung atau semacamnya. Tapi segerombolan orang disana membuatnya seketika berhenti berjalan.

“Ra, sini.” panggil Aksara.

Ya, Aksara dan para mantan Seira. Semua mantannya ada disana. Duduk dikursi tunggu sambil berbicara serius.

Seira menggeleng menjawab pertanyaan Aksara. “Nggak usah, Sa. Gue mau cepet-cepet ke kelas.”

Aksara mencekal pergelangan tangan Seira yang hendak berjalan lurus melewati mereka. “Stop menghindar Ra.”

Ucapan Aksara membuat Seira membisu. Walaupun mereka sudah bertemu beberapa waktu yang lalu, tapi entah mengapa, ada yang salah dengan perasaan Seira. Seira sendiri juga tak mengerti apa perasaan itu.

Seira menggeleng. “Gue nggak menghindar, kata siapa?” ujarnya pelan.

Aksara tersenyum, “Yakin? Sini coba deketan ama kita.”

Seira diam membisu. Demi apapun, Aksara tengah menjebaknya!

“Santai kali Ra. Kita nggak gigit kok.” kata Zio—menyahuti.

Seira menggeleng. “Bukannya gue nggak mau, tapi... Gue ada tugas dari Miss Nada. Sorry, gue harus pergi.” ucap Seira sambil melepaskan cekalan Aksara halus, tersenyum simpul pada pemuda itu.

Seira bergerak mundur, menjauhi gerombolan laki-laki itu.

“Ra! Jangan lupa nanti ke lapangan!” teriak Gery, diakhiri kekehan dibelakang teriakannya.

Seira berbalik, lalu mengangguk singkat.

“Demi apa, kenapa dia masih malu-malu gitu sih? Emang muka kita juga malu-maluin ya?” tanya Gery heran sembari menunjuk dirinya sendiri.

“Muka lo nggak malu-maluin! Tapi bikin mual! ERO OPO GAK?”

“Tau, gue mah bisanya cuma ngangenin. Bukan malu-maluin. TAU MANEH TEH?” sahut Gibran.

Seira untuk Aksara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang