02. Kagum

15.7K 1.2K 30
                                    

"Kalau cara ini bisa bikin saya jatuh cinta dengan kamu. Apa saya harus lakukan cara ini juga agar kamu jatuh cinta dengan saya?"

Eza tersenyum miring ke arah Ayesha. Dia hanya bisa diam ditatap seperti itu oleh Eza. Namun, beberapa detik kemudian Ayesha terkekeh pelan, membuat Eza menyerit binggung.

Ayesha mendongak, menatap tajam kearah Eza. Jemarinya beranjak naik untuk mengusap rahang Eza.

Eza tersenyum simpul. Apa rencananya berhasil?

Ternyata hal yang terjadi setelah itu benar-bebar di luar ekspetasi.

Brukkk

Ayesha meninju keras hidung Eza. Hingga dia melepaskan himpitannya dari tubuh Ayesha. Tenaga Ayesha sebagai wanita menang tidak bisa di ragukan. Karena akibat tonjokan dari tangan wanita itu, hidung Eza berdarah.

Eza mengusap darah yang mengalir pada hidungnya. Matanya menatap datar kearah Ayesha yang masih menahan marah.

"Lo pikir dengan cara itu lo bisa dapetin gue?! Jangan mimpi! Gue bukan cewek lemah!"

Ayesha mengambil tasnya, kemudian beranjak dari ruangan tersebut. Sedangkan Eza, lelaki itu masih berdiam diri disana. Tidak ada amarah dengan perlakuan Ayesha. Eza malah semakin suka dengan sikap berani Ayesha.

"Wanita yang istimewa."

Lirih Eza pelan, sambil menatap punggung Ayesha yang semakin menjauh.

***

Ayesha hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa minat. Dia masih sebal dengan Eza yang tiba-tiba datang dan mengganggu jam istirahatnya.

Erlan yang melihat itu hanya menggeleng-geleng pelan. Ayesha dalam mood yang tidak baik, memang sulit di atasi.

"Dimakan kali, Sha. Jangan dilihatin mulu. Katanya tadi lo laper."

"Udah ga mood gue!"

Ayesha melepaskan sendok yang di pegangnya. Hingga menimbulkan dentingan yang cukup mengagetkan Erlan.

"Dokter Eza lagi?"

"Gue tuh sebel banget sama tu anak! Ga bisa apa ya sehari ga gangguin gue!"

Erlan melihat Ayesha emosi malah terkekeh. Dia sudah biasa mendengar Ayesha yang sebal dengan Eza. Hari-harinya penuh dengan cerita dari Ayesha.

"Lagian lo juga gitu sih. Kenapa ga di terima aja sih."

"Gila ya lo!"

"Sha, Dokter Eza tuh kurang apa sih? Ganteng? Iya, kaya? Apa lagi itu, pinter? Ga usah di jawab yang namanya dokter pasti pinter. Terus kurangnya dimana?"

Ayesha menatap tajam kearah Erlan. Ini kenapa Erlan jadi membela Eza.

"Lo masih bisa belain dia gitu, setelah dia ngiket lo?"

Erlan kembali mengingat kejadian dimana Eza mengingatnya. Mengingat kejadian itu membuat Erlan bergedik ngeri.

Lain kali kalo Eza mau ketemu Ayesha. Bakalan gue bukain jalan selebar-lebarnya.

"Tapi kan dia baik sama lo."

Ayesha mendengus. Emang kalau gangguin setiap hari bisa dibilang baik gitu?

"Jangan samain Dokter Eza sama seperti Valdo. Eza jelas beda dengan Valdo."

Ayesha menegang mendengar nama itu. Orang yang pernah menyakitinya dan menghianatinya. Orang yang membuatnya tidak bisa membuka hati untuk pria manapun.

Jangan dikira Ayesha masih mencintai pria itu. Tidak ada rasa yang tersisa untuk seorang penghianat, itu prinsip Ayesha. Hanya saja Ayesha merasa trauma. Takut jika kejadian itu terulang kembali.

"Sorry gue ga maksud buat ngingetin lo sama Valdo."

"Santai aja, Lan. Gue gapapa."

"Mau gue pesenin kopi ga? Biar lo tenangan."

Ayesha mengangguk.

Selepas kepergian Erlan, Ayesha kembali mengaduk-aduk makanannya.

"Kenapa ga dimakan?"

Tubuh Ayesha hampir saja terjungkal saat tiba-tiba Eza ada dihadapannya. Ayesha ingin sekali mencakar wajah Eza yang menampakkan senyumannya.

Dia masih bisa senyum gitu saat gue kaget setengah mati?

"Lo ini manusia apa bukan sih. Suka banget muncul tiba-tiba!"

Eza terkekeh, kemudian mencubit pipi Ayesha gemas. Membuat Ayesha membulatkan matanya.

Sumpah demi apapun! Eza tuh ga gini loh dulu! Kenapa sekarang jadi gini?!

"Lepasin tangan siluman lo dari pipi mulus dan cantik gue!"

Ayesha menampik tangan Eza yang bertengger di pipinya. Bukannya marah Eza malah semakin mengembangkan senyumnya.

"Dasar sakit jiwa."

Lirih Ayesha sangat pelan.

"Aku denger ya, Ay!"

Ayesha melotot. Panggilan itu lagi!

Karena kesal dengan Eza, Ayesha sampai tidak menyadari apa yang di bawa pria itu.

"Bunga lagi?"

"Yaampun saya sampai lupa. Ini bunga buat kamu."

Mau tidak mau Ayesha menerima bunga dari Eza. Bunga itu kecintaan Ayesha banget! Ga mungkin di tolak.

"Yang kemarin aja belum layu. Sekarang udah dikasih lagi."

"Tapi kamu suka kan?"

"Gak sih, biasa aja."

Eza mencebik. Ini kapan sih Ayesha ga juteknya.

Brukk

Ketika keduanya saling diam, mereka dikagetnya dengan seorang pria paruh baya  yang tiba-tiba jatuh ke lantai. Pria itu memegangi dadanya dengan nafas yang tersenggal-senggal.

Eza segera bangkit dari duduknya menghampiri pria itu. Setelah itu Eza berlari terburu-buru meninggalakn tempat itu. Tak lama kemudian, Eza kembali dengan membawa tas yang diyakini ada peralatan medis didalamnya.

Ayesha bangkit, membelah kerumuman orang yang mengerubung Eza dan pria itu.

Disana Eza membantu pria itu untuk menormalkan kembali nafasnya. Dia melonggarkan baju pria itu, agar tidak kesulitan bernafas. Eza juga mencari posisi duduk ternyaman agara pria itu tenang.

Entah apa yang diberikan Eza kepada pria itu. Kondisi pria itu jauh lebih baik.

"Bisa tolong kasih saya air hangat?"

Pinta Eza kepada salah satu pelayan disana.

Ayesha masih membeku di tempatnya. Tidak bisa dipungkiri, melihat Eza yang cekatan menangangi pria paruh baya itu membuatnya kagum. Nalurinya sebagai seorang Dokter memang tak diragukan lagi!

Dominant GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang