06. Hujan

12.8K 1K 20
                                    

"Ayesha! Sarapan yuk!" Ucap Eza asal.

Ayesha menghentikan langkah kakinya. Bibirnya membentuk senyum tipis.

Kalau bucin dari embrio emang susah!

"Ogah!"

Ayesha menengok sebentar ke arah Eza. Kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Hal itu tentu membuat Eza melongo. Dia di tolak lagi! Tau gitu Eza ga usah sok-sokan jual mahal. Padahal tadi sudah dapat kesempatan emas ketika Ayesha sedikit bersikap lembut kepadanya. Dia malah sok acuh kepada Ayesha.

Eza nyesel! Nyesel! Nyesel!

Tak ingin membuang waktu, Eza berlari menyusul Ayesha. Ketika jarak mereka semakin menipis, Eza memegang tangan Ayesha untuk menghentikan langkahnya.

"Gausah pegang-pegang!"

"Ayo dong sarapan sama saya. Nanti saya maafin deh."

Ayesha menyerit, heran dengan tingkah Eza. Meskipun Ayesha tadi sempat meminta maaf, namun melihat sikap Eza yang kembali seperti ini. Lebih baik Ayesha cabut kata maafnya!

"Dih! Gue udah ga butuh maaf dari lo!"

"Kok kamu jadi galak lagi sih, Ay."

"Kok lo jadi manggil gue Ay lagi sih! Udah bener juga kemaren manggilnya Sha!"

"Ya kan kemaren lagi marah, sekarang udah ga."

Kenapa jadi labil gini sih. Ya kalo marah-marah aja, kenapa pakek ga jadi segala sih! Kan Ayesha jadi ribet sendiri!

"Yaudah sih marah lagi aja, biar ga deket-deket gue lagi!"

"Kamu kebanyakan ngomong. Ayo makan."

Eza merengek sambil mengayun-ayunkan lengan Ayesha. Membuat Ayesha semakin bergidik ngeri. Kesurupan apa lagi sih ni orang!

"Dokter Eza."

Suara itu membuat Eza melepaskan tangannya pada lengan Ayesha. Membuat Ayesha bernafas lega. Ayesha sangat berterima kasih dengan perawat yang memanggil Eza, kalau tidak Ayesha bisa tidak bisa lepas dari laki-laki aneh itu.

Eza menoleh kearah perawat yang memanggilnya. Menatap datar tanpa berucap apapun. Hal itu tentu membuat Ayesha melongo. Kenapa Eza bisa berusah seratus delapan puluh derajat?

Perasaan tadi baru aja menye-menye ke gue. Kenapa sekarang udah datar aja?

"Pasien di ruangan anggrek nomor 113 sudah siuman, Dokter."

"Saya kesana sekarang." Ucap Eza datar.

Eza kembali menoleh kearah Ayesha. Membentuk senyum tipis yang menawan.

"Saya periksa pasien dulu. Jangan pulang dulu kalau belum makan sama saya."

Perawat itu sangat heran. Baru kali ini Eza bersikap selembut itu kepada wanita. Apalagi memberikan senyuman semanis itu pada lawan jenisnya. Sungguh kejadian yang langka.

Bukan hanya perawat itu yang heran, Ayeshapun speechless. Kenapa Eza suka sekali berubah-ubah. Apakah laki-laki ini memiliki kepribadian ganda?

Ayesha masih terdiam hingga dia sadar Eza dan perawat tadi sudah tidak ada di sekelilingnya.

"Bisa gila gue lama-lama kenal sama orang kayak gitu!"

***


"Zyan cepet sembuh ya. Biar bisa main lagi sama Tante."

Ayesha mengusap lembut kepala Zyan yang di tumbuhi beberapa helai rambut. Ayesha tidak tega melihat keponakannya terbaring lemas dirumah sakit.

"Mas Arkan tadi udah makan?"

"Belum. Kalo lo mau beliin sih gue terima kasih banget."

"Dasar, udah jadi bapak anak dua masih aja ngeselin!"

"Dari pada lo, jomblo ngeselin!"

Ayesha melotot tajam. Kenapa harus bawa-bawa nama jomblo sih. Kan Ayesha jadi tersindir!

"Jadi dibeliin makan ga nih?!"

"Jadi dong!"

Tak butuh waktu lama Ayesha keluar dari rumah sakit untuk mencari makanan. Ayesha sengaja berjalan kaki karena rumah makan yang sering dia kunjungi tidak terlalu jauh dari sini.

Ketika di perjalanan rintikan air hujan membasahi tubuh Ayesha. Dia memilih memutar balik, karena rumah makan yang dia tuju masih cukup jauh. Sialnya hujan semakin deras membuat Ayesha tak mungkin melanjutkan jalannya.

Ayesha meneduh di emperan toko yang tutup. Seluruh badannya gemetar.

Ayesha takut hujan deras! Ayesha takut petir!

Ayesha menutup mata dan telinganya saat hujan semakin deras. Ditambah petir yang bersuara diudara. Ayesha meringkuk menekut kedua lututnya. Tak ada satu orang pun yang bisa Ayesha mintai tolong. Ayesha ingin pulang!

Suara dering ponselnya membuat Ayesha membuka matanya. Nama Eza yang tertera di layar ponselnya. Dengan tangan yang masih gemetar, Ayesha mengangkat telfon dari Eza.

"Ay, kamu di-"

"Eza tolong gue!"

"Kamu kenapa? Kamu dimana sekarang?"

"Ruko yang ada di belakang perumahan dekat rumah sakit."

Eza memutuskan sambungan telefonnya.

Ayesha kembali menutup mata dan telinganya. Ayesha berharap semoga dia terselamatkan dari musibah ini. Ayesha takut!

Hujan semakin deras. Kini bukan hanya petir yang menggelegar tapi angin juga berhembus semakin kencang. Ayesha kedingingin, dia hanya memakai pakaian yang membuat angin menembus kulitnya.

Beberapa saat kemudian Ayesha merasa ada sedikit rasa hangat di sekitar tubuhnya. Ayesha membuka matanya bertemulah matanya dengan sosok lelaki yang melingkarkan jaketnya pada tubuh Ayesha. Dia Eza.

Tanpa sadar Ayesha memeluk erat tubuh Eza. Mengalungkan tangannya pada leher pria itu.

"Gue takut."

"Tenang, saya ada disini."

Eza mengelus lembut punggung Ayesha untuk menengangkan gadis itu.

"Saya antar kamu pulang."

Eza merasa pelukan Ayesha sedikit mengendor. Gadis itu tak bersuara. Ketika Eza melepaskan pelukan Ayesha, ternyata Ayesha pingsan.

Eza membopong tubuh Ayesha untuk masuk kemobilnya. Meskipun mereka kehujanan ketika hendak masuk ke mobil. Tapi itu tidak penting. Yang lebih penting sekatang Ayesha harus segera dibawa kerumah sakit.

"Kamu harus baik-baik saja Ayasha."

Dominant GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang