10. Berangkat Bersama

12.4K 1.1K 13
                                    

Jika lari dalam masalah di perlombakan mungkin Ayesha akan mendapat predikat nomor satu. Seperti sekarang ini Ayesha berniat menghindari Eza setelah kejadian mengerikan semalam.

Ayesha mengendap-endap keluar unitnya. Mengintip dibalik pintu apakah lelaki itu ada disana. Ketika memastikan keadaan sudah aman, Ayesha membuka pintunya lebih lebar. Kemudian keluar dengan menutup pintu sangat pelan.

Ayesha sengaja menjinjing heels yang nanti akan di pakainya di kantor. Dia memilih bertelanjang kaki agar langkahnya tidak menimbulkan suara. Tiga langkah sudah dia lewati. Ayesha menoleh kembali kebelakang sebentar. Dia bernafas lega ketika tak menemukan lelaki itu di sekitarnya.

Kembali melanjutkan langkah selanjutkan, tubuh Ayesha membatu saat mendengar suara yang dia hindari.

"Mau kemana cantik?"

Ayesha tak berani menoleh. Lebih baik dia kabur dari pada menghadapi lelaki itu. Namun sial, gerakannya kalah gesit dengan lelaki itu. Sebelum dia berlari, tangan lelaki itu sudah menahannya lebih dulu.

"Kenapa menghindar lagi sih?"

"Siapa yang ngehindar sih!"

Ayesha melengos, masih tak berani bertatap muka dengan lelaki dihadapannya saat ini.

"Okey kita lupain masalah kita semalam. Saya ga akan ungkit itu lagi, asal kamu jangan menghindari saya lagi."

Ayesha sedikit berfikir, perkataan Eza bisa di pertimbangkan. Dia tidak mungkin menghindari Eza terus menerus mengingat kini mereka tinggal satu atap. Setiap hari dia akan selalu bertemu dengan Eza. Ayesha tidak mungkin kan akan mengendap-endap terus menerus.

Dia juga tidak mungkin pindah dari tempat ini. Bagaimana jika Mamanya bertanya kenapa alasan Ayesha pindah dari unit itu. Ga mungkin kan Ayesha bilang aku hindarin Eza mah, soalnya malu habis di cium. Yang ada dia akan jadi bahan bullyan Mamanya.

"Beneran ya ga akan di ungkit lagi!"

"Iya beneran."

"Oke!"

Ayesha berbalik hendak melanjutkan langkahnya. Namun Eza kembali menariknya, membuat Ayesha berbalik menghadap Eza.

"Apalagi sih?!"

"Berangkat bareng saya aja ya? Kan kita searah."

"Gak usah gue berangkat sendiri aja!"

"Ini itu masih pagi banget. Ga akan ada taksi jam segini."

"Kan gue bawa mo-"

Ayesha menghentikan perkataannya kala mengingat jika dia tidak membawa mobil. Kemarin dia baru saja pindahan. Ayesha belum sempat membawa mobilnya ke sini.

"Ya udah deh!"

Ayesha berjalan mendahului Eza. Sambil menghentak-hentakan kakinya sebal. Kenapa di saat dia ingin menjahui Eza, laki-laki itu malah ada di dekatnya.

Sedangkah Eza yang berada dibelakangnya hanya tertawa gemas. Gadis didepannya ini memang terkadang menampilkan sikap yang kekanakan. Anehnya, Eza menyukai hal itu!

Didalam mobil tidak banyak pembicaraan dari mereka. Ayesha terlalu sibuk membenahi diri. Berulang kali gadis itu melihat pada kaca kecil yang ada digenggamannya, untuk membenahi makeupnya.

Eza juga berulang kali melihat Ayesha berganti-ganti lipstik. Padahal menurut Eza semua warnanya sama saja. Kalo ga merah ya pink.

Mulut cuma satu aja lipstiknya segini banyaknya.

Yang membuat Eza terheran lagi, adalah benda yang di yakini Eza sebagai cetakan alis. Kok ada sih barang kayak gitu? Belum lagi Ayesha menggunakan penggaris kecil untuk mengukur kesimetrisan alisnya.

"Mau dibenerin gimana lagi sih, Ay? Orang udah cantik gitu."

"Lipstik gue tuh ga cocok sama dandanan gue hari ini. Terlalu pucet semua tau gak! Gue ga bawa lagi lipstik yang harusnya gue pakek buat look begini!"

Eza melongo, ini Ayesha ngomongin apa sih?! Segala macam pakek lipstik aja di buat ribet!

"Za, lo ada obat merah gak?"

"Buat apa?"

"Ini mau gue ombre sama lipcream gue. Kali aja warnanya cocok."

Eza terhenyak. Ini aneh banget! Paten sih ini! Ya masa obat merah mau di campur sama lipstik sih?! Kenapa lama-lama kelakuan Ayesha aneh kayak kakaknya si Arkan sih!

"Ga usah aneh-aneh deh, Ay. Aku ga ada obat merah."

"Gimana sih dokter kok ga punya obat merah!"

Ayesha kembali memoleskan lipstik pada bibirnya. Membuat Eza geleng-geleng kepala. Itu bibirnya ga sobek apa ya, hapus tempelin hapus tempelin.

Eza memberhentikan mobilnya. Menoleh sekilas kearah Ayesha yang masih sibuk memilih lipstik.

Eza meraih wajah Ayesha, membawa kehadapannya.

"Kamu tuh mau pakek warna apa aja cantik, Ay."

Serasa dihipnotis Ayesha hanya terdiam menerima perlakuan Eza. Padahal biasanya kalau disentuh dikit aja Ayesha udah marah-marah kayak orang kesetanan.

Ayesha kembali melihat dirinya pada pantulan cermin.

"Eh iya ya. Gue cantik banget!"

Eza melihat itu hanya tersenyum. Kesambet apa ini orang bisa kalem-kalem aja digituin sama Eza.

"Udah sampai nih."

Mendengar itu Ayesha membereskan peralatan make-up nya, memasukkannya kedalam tas. Sebelum membuka pintu, Ayesha merasa ada tarikan di pergelangan tangannya.

"Kenapa? Pengen gue bilang makasih gitu?"

"Bukan, saya cuma mau kasih ini."

Eza menyodorkan sebuah kotak makan kepada Ayesha entah itu isinya. Yang jelas Eza yakin Ayesha akan menyukai masakannya.

Ayesha menerima kotak makan dari Eza. Karena dia tidak mungkin bisa menolak makanan.

"Sebel deh gue sama lo! Selalu aja kasih apa yang gue suka!"

Ayesha mengerucutkan bibirnya. Kemudian keluar dari mobil Eza.

Sedangkan Eza masih terpaku di tempatnya. Lelaki itu kembali mengulas senyum. Ayesha memang berbeda.

Dominant GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang