23. Bertemu kembali

12K 1.2K 147
                                    

Ayesha memandang lurus bangunan tinggi yang ada dihadapannya. Tempat dimana laki-laki itu bekerja. Ini adalah satu-satunya cara agar Ayesha dapat bertemu Eza.

Jika Ayesha tak bisa bertemu Eza sebagai seorang yang telah menyakiti Eza. Paling tidak dia bisa bertemu sebagai pasien.

"Gue harus bisa!"

Ayesha melangkah maju. Hingga dia sampai pada suatu lubang yang cukup dalam. Ayesha sengaja mamakai high heels yang tinggi untuk melancarkan aksinya. Ayesha memasukan kakinya pada lubang tersebut hingga tubuhnya jatuh ke tanah.

Ayesha meringis merasakan pergelangan kakinya sangat sakit. Heelsnya juga sudah patah. Ayesha memandang pergelangan kakinya yang berubah menjadi biru.

Katakanlah Ayesha gila. Tapi hanya dengan cara ini dia bisa bertemu Eza.

Syukurlah masih ada orang yang perduli kepadanya. Ada dua wanita yang membantunya berdiri. Mereka juga menuntun Ayesha untuk masuk ke dalam Rumah sakit. Karena memang Ayesha tak bisa berjalan sendiri, kakinya terasa nyeri.

Sesampainya di dalam, perawat disana membantu Ayesha untuk memasuki kamar yang ada di rumah sakit tersebut.

"Sebentar ya, Bu. Saya panggilkan dokternya dulu."

"Saya mau Dokter Eza yang mengobati saya."

"Maaf, Bu, tapi Dokter Eza--"

"Saya mau Dokter Eza yang mengobati saya!" Ulang Ayesha penuh penekanan.

Perawat tersebut langsung bungkam, kemudian menggangguk. Dia tak mungkin berani melawan perintah gadis dihadapannya ini. Siapa yang tidak mengenal dia, gadis yang menyandang nama besar Rafardan. Bukan hal tepat jika menolak permintaan gadis itu.

"Baik, saya panggalkan Dokter Eza."

Masih dengan menunduk, perawat itu keluar dari ruangan tersebut untuk memanggil Eza.

Ayesha mencoba menetralkan detak jantungnya. Sudah satu bulan mereka tidak bertemu, belum lagi masalah yang menghadang mereka. Pasti rasanya akan berbeda.

Ayesha bertekat, dia tak akan bersikap lemah dihadapan Eza. Bukan karena gengsinya yang tinggi. Karena sikapnya yang dominan pernah membuat Eza jatuh hati padanya, dan kini Ayesha akan mengulanginya kembali.

Jantung Ayesha terasa mau copot saat pintu ruangan tersebut terbuka. Matanya memanas melihat siapa yang membuka pintu tersebut.

Bukan hanya Ayesha, laki-laki itu sama terkejutnya. Setelah satu bulan dia menghindari gadis itu, sekarang mereka malah dipertemukan dalam kondisi seperti ini. Perasaan itu, Eza benci dengan perasaan itu. Hatinya selalu lemah jika berhadapan dengan wanita ini. Tapi Eza tetap pada pendiriannya.

Eza sesantai mungkin menghampiri Ayesha yang duduk diranjang. Tangannya terulur memerisa pergelangan kaki Ayesha yang membiru. Eza meringis sebentar, apa yang di lakukan gadis ini sampai kakinya terluka seperti ini.

"Lukanya cukup parah, untung segera di bawa kemari." Ucap Eza dengan nada datarnya.

Ayesha tersenyum, setidaknya laki-laki itu masih mau berbicara dengannya. Ayesha mengarahkan tangannya untuk mengusap rahang Eza. Namun dia menampiknya dengan keras.

Ayesha sempat tersentak, tapi dia kembali tersenyum. Jadi ini rasanya di tolak oleh orang yang kita cintai.

"Ternyata lo masih marah sama gue."

Eza menatap tajam kearah Ayesha. Bisa-bisanya gadis itu berkata sesantai itu, saat dia telah menghancurkan hatinya.

"Gue dengan lo mau nikah sama Zetta, bener?" Ayesha terpaksa menanyakam itu, karena tak ada respon dari perkataannya sebelumnya.

"Bukan urusan kamu!"

"Jelas itu jadi urusan gue. Lo ga bisa nikah sama wanita yang mengandung anak laki-laki lain!"

Rahang Eza mengeras. Kenapa Ayesha mencampuri urusannya?! Perihal dua mau atau tidak untuk menikahi Zetta, itu adalah keputusannya.

"Itu lebih baik, dari pada saya harus bertahan dengan wanita yang tidak bisa menghargai saya!"

Mata Ayesha kembali memanas, siap untuk mengeluarkan air mata. Tapi dia tahan. Tidak! Dia tak boleh menangis dihadapan Eza.

"Ada apa sama lo Eza?! Selama ini lo ga pernah mempermasalahkan dengan ucapan gue, kenapa sekarang jadi kayak gini?"

"Kamu lupa satu hal. Setajam apapun perkataan kamu, kamu tidak pernah meminta saya untuk pergi. Dan satu bulan yang lalu, kamu meminta saya untuk pergi!"

Ayesha terhenyak, bahkan dia tak menyadari ucapannya waktu itu. Bodoh, itulah umpatan yang Ayesha berikan untuk dirinta sendiri.

"Gue ga perduli! Yang jelas gue ga mau lo nikah sama Zetta!"

"Sebenarnya apa mau kamu?!"

"Lo! Gue mau lo Eza! Gue sayang sama lo!"

Eza sempat terkejut, namun kemudian tersenyum remeh. Apalagi yang akan di rencanakan gadis kecil ini. Dia akan membawa Eza pada lingkaran yang sama, dan Eza tak mau hal itu terjadi.

"Dan setelah itu apa lagi? Kamu akan mempermainkan saya dan kemudian mencampakan saya lagi? Begitu?"

Ayesha menggeleng, kenapa Eza tak mengerti jika perasaannya ini tulus. Apa yang telah dia perbuat hingga laki-laki seperti Eza sudah tak mempercayai ucapannya.

"Gue serius Eza!"

"Cukup, Sha! Tugas saya disini sebagai dokter yang mengobati kamu. Jangan campurkan urusan pribadi dengen pekerjaan."

Untuk pertama kalinya Ayesha membenci panggilan itu. Meskipun Ay terasa menggelikan, namun Ayesha merindukan panggilan itu.

Eza kembali fokus pada kaki Ayesha. Mengoleskan salep untuk meringankan luka disana. Ayesha meringis saat kakinya diobati.

"Lukanya akan sembuh dalam satu hari."

Setelah mengucap hal itu Eza beranjak pergi. Namun langkahnya tertahan degan cekalan tangan Ayesha. Tanpa menatap Ayesha, Eza menampik kasar tangan yang bertengger dilengannya.

"Eza!"

Ayesha memanggil nama itu berulang kali, namun tak ada sahutan dari sang pemilik nama.

Ayesha harus mengejar Eza, dia tak boleh membiarkan Eza pergi begitu saya. Ayesha turun dari ranjang. Ayesha memaksakan kakinya yang masih sakit untuk berjalan. Alhasil dia malah terjatuh.

Bruk

Eza membalikan badan saat dia tau Ayesha sudah terjatuh di lantai. Dengan cepat Eza berlari kearah Ayesha.

"Za gue mohon, percaya sama gue." Ucap Ayesha sangat lirih. Bahkan jelas sekali nada keputusasaan di sana. Nada yang tak pernah terucap dari muluh seorang Ayesha.

Eza menghiraukan ucapan Ayesha. Dia membopong tubuh gadis itu, dan meletakkannya kembali ke ranjang.

Sebelum Eza pergi, laki-laki itu mengucapkan kalimat yang mengiris hati Ayesha.

"Berhenti, jangan bawa saya untuk masuk lagi ke dalam kehidupan kamu."

Ayesha hanya bisa menatap nanar punggung yang semakin menjauh. Benar seperti dugaannya, Eza telah membencinya.

Setelah keluar dari ruangan tersebut, tubuh Eza merosot ke lantai. Sakit rasanya berbuat seperti itu kepada Ayesha. Hanya saja dia tak ingin kembali pada lingkaran yang sama.

Ayesha sudah membuangnya, Eza tak bisa kembali lagi.

Eza takut, Ayesha kembali mempermainkannya. Hatinya sudah terlalu lelah untuk merasakan sakit karena ulah gadis itu.

Eza menunduk, meremas rambutnya frustasi. Hingga suara isak tangis di dalam ruangan membuat Eza mematung.

****

Hallo semuanyaaa

Mumpung lagi baik jadi double up wkwk

Jangan lupa vote dan coment ya

Kalau ga nanti authornya ngambek jadi slow up wkwk

Dominant GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang