Ayesha menatap iba kearah Eza yang meringis kesakitan karena lebam yang disebabkan oleh Ayahnya. Dengan telaten Ayesha mengoleskan salep secara perlahan-lahan, agar Eza tak merasa kesakitan. Meskipun pada setiap sentuhan yang di berikan Ayesha membuat rasa nyeri disekitar wajahnya.
Ayesha tampak merasa aneh dengan gelagat Eza. Sedari tadi laki-laki itu memegangi area dadanya, sambil sesekali meringis kesakitan. Ayesha sudah mencoba menanyakannya kepada Eza, namun laki-laki hanya bilang tidak apa-apa.
Karena kepo yang melanda dirinya, Akhirnya Ayesha menarik paksa kaos Eza, hingga meloloskan kaos yang membungkus tubuh Eza. Ayesha menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dia lihat. Sebuah luka memar kemerahan menyelimuti tubuh kekasihnya.
Ayesha mengulurkan tangannya. Mengusap lembut luka memar tersebut. Eza hanya bisa diam menahan rasa sakit, karena dia tak ingin membuat Ayesha semakin khawatir.
"Papa yang lakuin ini ke kamu?"
Eza mengulas senyum. Menggapai surai lembut hitam milik Ayesha.
"Aku pantes kok dapetin semua ini."
"Maafin aku ya, gara-gara aku kamu jadi kayak gini."
Tanpa bisa dicegah, air mata Ayesha meluruh. Sungguh dia tak kuasa dengan kondisi Eza saat ini. Wajah dan badannya penuh dengan luka. Meskipun Eza terlihat baik-baik saja, tapi Ayesha tak buta, dia jelas tau benar Eza menahan rasa sakitnya.
Eza menarik tubuh Ayesha kepelukannya. Mengusap lembut punggung gadisnya.
"Aku ga mau pisah sama kamu, Za."
"Aku ga akan biarin siapapun memisahkan kita, meskipun itu orang tua kamu sendiri."
Ayesha semakin mengeratkan pelukannya pada Eza. Dan air matanya pun semakin membanjiri pipinya. Berpisah dengan Eza sama saja membunuhnya. Ayesha sudah terlalu larut masuk dalam kehidupan Eza. Ayesha sangat mencintai laki-laki itu, laki-laki yang pernah dia tolak bahkan dia hina berkali-kali.
Hanya satu hal yang Ayesha harapkan, yaitu restu dari orang tuanya. Secinta apapun dia dengan Eza, tanpa mengalirnya restu tersebut mereka tak akan bisa bersama.
Eza melepaskan pelukannya ketika dirasa Ayesha sudah mulai tenang. Eza mengusap sisa-sisa air mata Ayesha dengan ibu jarinya. Eza sangat sadar jika memang akhir-akhir ini Ayesha terlihat sensitif dan mudah menangis, tidak seperti biasanya.
"Sayang.."
"Iya?"
"Kamu kok akhir-akhir ini sensitif banget, kamu hamil ya?" Ucap Eza sambil mengusap-usap perut Eza. Ditambah dengan tatapan serius kearah perut datar Ayesha.
Puk
Ayesha menimpuk kepala Eza dengan bantal yang ada diranjangnya. Entah apa yang merasuki kekasihnya itu, kenapa dia bisa berfikir sebodoh itu.
Gimana mau hamil, diajak naena aja Ayeshanya malah di iket! Eza pasti ketularan dengan virus Kakaknya. Kalau nggak, mana mungkin Eza yang selalu berfikiran logis menjadi abstrak seperti Kakaknya.
"Jangan kebanyakan main sama Mas Arkan, jadi gila kamu!"
****
Keesokan harinya
Kemarin, setelah memberi waktu untuk Ayesha dan Eza berbicara, Arkan menetapi janjinya kepada sang Ayah untuk membawa Ayesha pulang ke rumah.
Disinilah sekarang Ayesha, menatap kosong kearah cendela kamarnya. Setelah kembali ke rumah, Azzam sama sekali tidak membiarkan Ayesha untuk keluar. Bahkan, kini pintu kamarnya di kunci dari luar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dominant Girl
RomantikaSequel My Crazy CEO Niat hanya ingin menjauhkan Eza dari gebetan kakaknya, malah membuat Ayesha pusing setengah mati! Eza, laki-laki yang dulu menghindarinya tiba-tiba datang dan menyatakan cinta pada Ayesha. Gila! ini gila! Warning 17+