04. Pedofil

13.9K 1.1K 31
                                    

Tidak pengunjungnya, tidak pegawainya, sama saja! Mereka sama-sama menaruh minat melihat wajah Eza. Ayesha yakin pasti kasir dihadapannya sekarang sengaja melambatkan menghitung hasil pembelanjaan agar bisa melihat lebih lama wajah Eza.

Ayesha memandang geli kearah kasir tersebut yang sengaja menampakan senyum menggodanya kearah Eza. Padahal saja Eza hanya menatapnya datar.

Emang apa sih kelebihan Eza, sampe orang ga kedip gitu lihatinya!

"Total semuanya empat belas juta dua ratus ribu rupiah." Kasir itu tak lupa menampakkan senyum manisnya.

Eza terlebih dahulu memberikan credit cardnya kepada kasir tersebut. Membuat Ayesha memasukan kembali credit card yang di pegangnya.

"Kok jadi lo yang bayar sih!"

"Gapapa lah, itung-itung jadi calon om yang baik."

"Calon om gundulmu itu!"

Ayesha kembali pergi menjahui Eza, meninggalkan barang belanjaan yang menumpuk di meja kasir. Membuat Eza yang membawa semua barang-barang itu.

Barang yang di bawa Eza bukan hanya satu dua. Ada tujuh kantong belanjaan yang kini Eza bawa. Pantas saja Eza harus mengeluarkan uang belasan juta untuk semua itu.

"Ay, bantuin dong." Eza mempercepat langkahnya untuk menyusul Ayesha.

"Kan lo yang bayar jadi lo yang bawa lah!"

Eza melongo. Emang ada gitu prinsip seperti itu?

Eza hanya bisa pasrah. Kalau Ayesha maunya seperti itu, Eza harus bagaimana lagi. Eza tidak mungkin menolak permintaan Ayesha. Selama Ayesha senang Eza akan menuruti apa yang Ayesha mau. Dasar bucin!

Eza sedikit menyerit heran ketika Ayesha tidak melangkahkan kakinya ke pintu keluar. Malah berbelok ke tempat makan.

"Kok belok kesini? Mau ngapain?"

"Mau cuci piring! Ya mau makan lah! Gue laper!"

"Kamu kenapa sih, kalau bicara sama saya selalu pakai tanda seru."

"Ya karena lo ngeselim."

Eza bungkam. Dia tak ingin membalas ucapan Ayesha yang nantinya akan membuat Ayesha semakin marah kepadanya.

"Yaudah, kamu mau makan apa?"

"Kok kepo sih! Ya terserah gue dong mau makan apa."

Eza kembali melongo. Ini kenapa setiap ngomong sama Ayesha dia selalu salah sih. Emang tanya mau makan apa juga termasuk hal yang salah ya.

Tak ingin memperkeruh suasana, Eza memutuskan untuk diam menerima segala perlakuan Ayesha. Tapi tidak dengan hal yang terjadi beberapa menit yang lalu. Ayesha meminta Eza untuk makan di tempat terpisah dengannya. Jelas Eza menolak tegas. Udah bayarin makanannya, Eza disuruh pindah tempat pula. Kok Ayesha tega banget sih!

Karena Eza yang bersikukuh untuk tetap makan di samping Ayesha, membuat Ayesha menyerah. Bagaimana tidak! Eza mengikutinya kemanapun kakinya berpindah tempat. Kalo kayak gini caranya, Ayesha makannya kapan?!

"Udah selesai makanya?"

"Lo ga liat piring gue udah kosong. Masa iya mau gue makan sepiringnya."

"Ngomong sama kamu kenapa salah terus sih, Ay."

"Makanya ga usah ngomong sama gue!"

"Jangan ngomong pake gue-lo dong Ay, ga enak banget di dengernya."

Ayesha memutar bola matanya malas. Suka-suka dia dong mau ngomong pakek gue-lo atau apalah. Toh dari tadi Eza memanggilnya Ay Ay, dia juga tidak protes.

"Terus lo minta gue pakek apa? Aku kamu? Mimpi lo!"

Eza hanya tersenyum simpul. Dia memang tidak bisa menuntut sesuatu dari Ayesha. Emang Eza siapa?

"Oh ya, ada satu hal yang mau gue tanyain ke lo."

"Tanya apa?"

"Lo kenapa sih terobsesi banget sama gue. Perasaan waktu sama mbak Qira lo ga gini-gini amat. Dan..."

"...lo bukan pedofil kan?"

Eza melotot tak percaya. Dari sekian perkataan dari Ayesha. Hanya ini lah yang membuat jantungnya seakan mau copot. Pertanyaan macam apa ini! Pedofil? Emang Eza pedofil dari mananya.

Eza mengerti jika Ayesha terkadang memiliki pemikiran aneh yang sebelah dua belas dengan kakaknya. Namun mengatainya pedofil sungguh tidak beralasan!

"Kalo kamu ga suka sama saya. Jangan nuduh saya pedofil dong!"

"Gue ga nuduh. Tapi, lo sadar ga sih? Za. Usia kita tuh beda jauh. Gue masih dua puluh dua dan lo udah mau tiga puluh. Usia kita tuh beda tujuh tahun!"

"Hanya tujuh tahun Ayesha! Banyak orang yang menjalin hubungan dengan jarak usia lebih dari itu. Dan kamu ga bisa mengklaim saya sebagai pedofil. Kalau usia kamu dua belas kamu bisa berkata saya pedofil. Tapi ini dua puluh dua, Sha. Bahkan usia kamu cukup sekali untuk menikah."

"Kalo kamu ga suka sama saya yaudah. Jangan jadikan alasan ga masuk akal kayak gini."

Ayesha mematung. Sepertinya perkataannya sungguh menyakiti perasaan Eza. Bisa terbukti dengan penuturan Eza barusan. Apalagi Eza memanggilnya dengan sebutan Sha bukan Ay lagi.

Eza merogoh sakunya mengeluarkan kunci mobil Ayesha.

"Saya pulang naik taksi aja. Tadi kamu bilang ga mau satu mobil dengan saya kan."

Eza bangkit dari kursinya, kemudian melangkah pergi.

Sedangkan Ayesha masih termenenung. Segala kalimat celaan atau hinaannya selama ini tidak pernah membuat Eza semarah ini.

Terkutuklah kata pedofil yang dia ucapkan tadi!

Dominant GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang