'Ketika bunda tak menganggap ku ada. Akankah kita bisa hidup bahagi?'
Cempaka
Seluruh anak kelas 11 IPA 3 menuju lapangan. Terlihat raut marah di wajah cantiknya.
"Baris"
Mereka menurut. Berbaris memanjang dari kiri ke kanan dengan wajah santai, tak berdosa.
Aka berjalan menuju barisan paling kiri. Tanpa kata mencubit satu persatu anak bandel itu dengan cubitan khasnya. Zico meringis kesakitan karena Aka sengaja mencubit paling tak terampuni kepadanya.
Setelah selesai dengan cubitannya. Aka menarik telinga mereka mulai dari barisan yang paling kanan kali ini. Mereka tak protes hanya saja suara ringisan perih terdengar. Terutama Zico karena lagi Aka menambah kekuatan tarikannya khusus untuknya. Spesial lah.
"Sakit ogeb"
Aka tak menggubris masih menarik keras telinga merah Zico sampai Zico sendiri yg melepaskannya. Aka berpindah kesiswa lainnya.
"Kalian ke sekolah mau ngapain?"
"Sekolah lah" Jawab Riziq masih mengusap telinga dan pinggangnya sama seperti yg lain "masa mau beli sembako"
"Apa ini yang namanya sekolah?"
"Iya. Menurut kami" Timpal Zico.
Aka merapatkan giginya. Kenapa? Kenapa mereka sekolah?
"LALU UNTUK APA KALIAN SEKOLAH. HAH?" bentak Aka.
"Ya untuk gini" ujar Riziq. Yang lain hanya menyimak masih dengan ekspresi santai. Tanpa takut kemarahan Aka. Mungkin sudah biasa untuk mereka.
"JANGAN MENTANG-MENTANG KALIAN DITAKUTI. KALIAN MAU SEENAKNYA. KALIAN JUGA SISWA DI SINI. BISAKAN KALIAN BERSIKAP LAYAKNYA SISWA LAIN"
Aka emosi, sangat. Bagaimana tidak, mereka semua pas pelajaran semester pertama nggak masuk kelas. Terus jam kedua mereka masuk. Tapi bukannya ulangan malah membuat buk Rokya, pengawas kelas mereka nangis karena kesal sama mereka. Mungkin efek dari kehamilannya.
Lalu buk Rokya ngelapor ke Aka kayak anak kecil. Suruh Aka ngurus kelas itu. Pasalnya semua guru nggak sanggup lagi. Mau tak mau Aka menuruti dan terpaksa meninggalkan semesternya dan ulangan susulan nanti. Apalah daya seorang Aka kalau sudah keadaan seperti ini.
Sekarang pertanyaan Aka gini. Kenapa? Kenapa mereka sekolah?
Saat sampai di kelas 11 IPA 3. Yang Aka lihat sepi. Semua muridnya pada keluar kelas dan buat onar ke kelas lain. Gimana Aka nggak marah cobak.
"Kami nggak mau lah sama kayak anak-anak yang lain. Kami kan beda" ujar Riziq lagi.
"KALAU KALIAN KAYAK GINI MULU. SIAPA YANG MAU AJARIN KALIAN"
"Ya udah kalau nggak ada. Kami semua udah pintar" Kata Zico
"Ya bagus lah. Kami bebas"
"Udahlah ka. Nggak usah ngenggas. Kami semakin di nasehatin semakin ngelunjak. Mending Lo diam nggak usah ngomong. Ngomel melulu perasaan. Sakit tau kuping gue dengarnya" Seru Ziyat.
Ntah kenapa perkataan Ziyat membuat Aka sensitif. Apa selama ini mereka hanya menganggapnya hanya radio rusak aja. Apa selama ini perkataannya benar-benar tak mereka hiraukan. Tak sadarkah perjuangan Aka dan kelelahannya dalam berurusan sama mereka. Jujur saja dia capek disuruh seperti ini marah-marah ke mereka. Tapi apa dia bisa membantah. Mereka hanya menganggapnya debu terbang. Kenapa jadi baper ka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cempaka [Completed]
Teen FictionAka bisa. Cempaka akan selalu bisa. Bagaimanapun bentuk takdir yang tuhan tetapkan. Aka selalu bisa hadapi dengan senyum dan kepercayaan. Dia tidak pernah menyatakan bahwa tuhan terlalu berat memberinya rintangan. Dia selalu berani, melawan dengan...