Nyaris dini hari, tepat pada pukul 01.02, Sean baru tiba di kos. Ketika membuka pintu dan masuk, betapa kagetnya dia mendapati Airin yang terlelap dengan kepala di atas meja, sementara di sampingnya begitu banyak makanan. Tak luput juga satu kue ulang tahun di sana.
Sean mendekat dengan langkah sepelan mungkin. Datar saja melihat lilin dengan angka 22 di atas kue itu. Matanya beralih pada Airin yang tampak tidak terusik oleh kedatangannya.
Sembari duduk, tangan Sean meraih salah satu kado di atas meja. Ketika dibuka, ternyata berisi buku yang selama ini dicari-carinya namun sulit didapatkan. Dia mengangkat buku itu, menimang-nimangnya sebentar. Tak disangka, dibawah buku tersebut masih ada satu hadiah lagi. Kaus putih dengan tulisan di tengah-tengah. Kata Marry me jelas tercetak tebal di sana. Dan dia tahu kado itu dari Airin.
Sean kembali menaruh kaus dan buku itu dalam kotak. Tangannya meraih korek di atas meja, kemudian menggunakannya untuk menghidupkan lilin di atas kue. Dia berdoa sebentar sebelum akhirnya meniup lilin tersebut hingga apinya mati. Atensinya kembali terarah pada Airin di sampingnya. Dia mendekatkan tubuh, kemudian mengecup lembut kening Airin.
Gadis itu tampak terusik, namun hanya menggeliat sebentar, kemudian pulas lagi. Sean masih diam dengan eskpresi datar, menatap wajah teduh Airin yang tertidur. Hingga beberapa detik kemudian dia memilih memakan makanan di atas meja itu. Memakannya dengan lahap hingga tak tersisa.
1-2 jam berlalu. Airin menguap sambil menggeliat. Matanya perlahan terbuka. Ketika tak sengaja melihat seluruh makanan di meja habis, dia langsung bangkit dan duduk tegak. Matanya membulat, benar makanan di sana habis tak tersisa, lilin di atas kue itu juga menunjukkan bekas dibakar.
Apa mungkin Sean sudah pulang?
Dan benar saja. Ketika mengalihkan pandangan ke arah pintu dapur, dia mendapati Sean keluar dari sana. Airim sempat mengucek mata sebentar, memastikan penglihatannya benar. Ingin memanggil, namun baru saja membuka mulut, suara Seah lebih dulu terdengar.
"Pulang sana. Udah mau pagi." Laki-laki itu berjalan mendekat. Mengambil satu piring yang tersisa di atas meja. Rambutnya basah, sepertinya baru saja mandi.
"Kamu pulang kapan?"
"Baru aja." Ada yang berbeda dari nada suara Sean. Dia terlampau datar. Bahkan ketika menyuruh Airin pulang, Sean terkesan mengusir.
"Makanannya udah kamu makan?" Mengenyahkan perasaan tak enaknya, Airin bertanya lagi.
Sean berhenti di depannya. Menatapnya sebentar. "Aku buang."
Airin cukup dibuat terkejut mendengar itu. Namun, dia akhirnya tersenyum. "Basi ya?" tebaknya.
Sean tak menjawab. Pria itu menghilang lagi dari pandangan Airin. Kenapa Airin merasa ada yang berbeda dengan Sean? Nada suaranya, gestur tubuhnya, dan tatapannya. Oke tidak apa-apa, mungkin laki-laki itu hanya lelah.
"Sean, bisa duduk di sini sebentar?" panggil Airin.
Beberapa detik kemudian, Sean muncul dari dapur dengan segelas kopi. Dia menaruh cangkir kopi di meja, kemudian duduk tak jauh dari Airin.
"Selamat ulang tahun ya." Dengan senyum lebar, Airin berujar ceria. Matanya menyipit lucu. Sean mengangguk pelan sambil menyeruput kopi seolah tak peduli. "Hadiahnya udah kamu buka?" tanya Airin lagi.
"Emang isi apa?" tanya Sean datar.
"Buka aja nanti." Airin masih bertahan dengan senyum manisnya, meski tidak mendapatkan balasan senyum seperti biasa dari Sean.
"Kenapa gak pulang? Tadi kan aku nyuruh pulang." Lagi-lagi nada itu adalah nada mengusir.
"Mau ngucapin selamat ulang tahun ke kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASEAN (TELAH TERBIT)
Teen FictionSemula, kehidupan perkuliahan Airin Divyanita sebagai mahasiswa kedokteran baik-baik saja. Lurus dan terlampau datar. Namun, tiba-tiba merumit semenjak alam berkonspirasi dan mempertemukannya dengan Asean Baratha. Laki-laki itu, antara hitam dan pu...