Ucapan Sean bukan hanya omong kosong belaka. Hanya dalam waktu satu malam, semua berubah. Ajaib sekali, entah bagaimana caranya, semua manusia-manusia yang kemarin membicarakannya sudah berhenti menatapnya aneh. Rumor itu seolah hilang hanya ditelan malam. Bahkan, kini Yuan berdiri tepat di depannya.
Mereka hanya berdua di parkiran. Sepi, tidak ada satupun manusia di sini. Dan ucapan yang keluar dari gadis itu membuat Airin menganga tidak percaya. Dia bingung harus bereaksi bagaimana.
"Maaf ya, Rin." Yuan memegang tangan Airin. "Gue seharusnya gak ngejauhin lo hanya karena masalah ini."
Airin mendadak gagap. "I-iya. Gak apa-apa kok." Dia tersenyum. Menepuk pelan tangan Yuan di atas tangannya.
"Gue tahu lo gak mungkin nusuk gue dari belakang."
"Gak mungkin lah. Gue kan tahu Sean dari lo, masa gue udah pacaran aja sih. Gak mungkin lah."
"Iya. Itu kerjaan si Bayu kan. Biang gosip tuh anak emang." Yuan mendumal. Mendadak kesal ketika mengingat laki-laki yang matanya hilang itu.
Airin tertawa kecil. "Yang penting kita udah baikan." Dia langsung memeluk Yuan erat. Baru dua hari dimusuhi, tapi dia rindu. Dia tidak ingin pertemanan mereka rusak hanya karena salah paham seperti ini.
Windy yang baru datang agak terkejut saat melihat dua sahabatnya berpelukan di parkiran. "Kalian..." Dia menggantung ucapannya. Airin dan Yuan menoleh. Tersenyum. Kemudian menarik Windy untuk masuk dalam pelukan mereka.
"Udah baikan?" tanya Windy akhirnya. Tak dapat menahan senyum.
"Udah dooong." Airin dan Yuan menjawab serentak. Membawa tubuh mereka melompat-lompat sambil berputar pelan. Tertawa.
Di atas koridor sana, sosok tampan yang sudah mengamati sejak beberapa menit yang lalu itu tertawa kecil. Menyampirkan tasnya, kemudian segera berlalu dengan senandung merdu. Menyenandungkan nama salah satu gadis di bawah sana.
🌹🌹🌹
Rintik-rintik air berjatuhan membasahi seluruh pekarangan kampus. Hujan masih deras dan tak kunjung reda di luar sana. Tak ada tanda-tanda untuk berhenti. Bahkan, mendung masih menghias langit yang menghitam.
Airin berdiri di depan kampus, menunggu hujan reda. Namun, sepertinya akan lama. Jika menunggu hujan ini berhenti, mungkin dia malah akan menginap di gedung ini. Yuan sudah pulang duluan, begitupula Windy yang pulang dengan kakaknya, Kaisar. Dan tinggallah Airin sendirian di sana.
Dia menatap pepohonan yang basah di luar sana. Angin berembus menerbangkan dedaunan. Terasa dingin menusuk hingga ke sumsum tulang. "Kapan reda sih?" gumamnya seorang diri. Saat berdiri sendirian seperti ini, dia teringat Sean. Pokoknya dia harus berterima kasih. Pasti Sean yang sudah menjelaskan semuanya pada Yuan hingga temannya itu mau mengerti.
"Kayanya sampe malem." Sebuah suara berat di sebelahnya membuat Airin mengangkat kepala untuk melihat sosok yang lebih tinggi darinya itu. Matanya mendadak berbinar.
"Eh Sean?"
"Gak pulang sama temen-temen lo?" Sean melirik sekitar. Tidak ada siapapun.
"Mereka udah pulang."
"Bukannya kalian udah baikan?"
Bibir Airin tertarik membentuk senyum manis. Matanya ikut membentuk bulan sabit. "Hehe, iya. Makasih."
Sean ikut tersenyum samar. "Mau pulang bareng, gak?"
"Ha?"
"Mau pulang bareng?" Pria itu kini tengah mengeluarkan jaket yang dikembalikannya tadi pagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASEAN (TELAH TERBIT)
Fiksi RemajaSemula, kehidupan perkuliahan Airin Divyanita sebagai mahasiswa kedokteran baik-baik saja. Lurus dan terlampau datar. Namun, tiba-tiba merumit semenjak alam berkonspirasi dan mempertemukannya dengan Asean Baratha. Laki-laki itu, antara hitam dan pu...