28 - Kembali

781 59 50
                                    

Jangan lupa bintang satunya😉

Happy reading 🙂

***

Sepertinya aku harus kembali ke dunia ku yang dulu.
Dunia yang tak pernah mengenalkan ku apa itu arti terluka.

***

Pagi yang cerah di hari Minggu. Jadwal ku yang sudah ku rencanakan kemarin, dengan rasa kesal aku laksanakan hari ini. Dan berharap tidak akan ada yang mengganggu gugat lagi seperti hari kemarin. Namun sepertinya hari ini akan sama seperti hari kemarin. Bahkan lebih buruk sepertinya.

tok...tok..tok...

"Masuk."

"Selamat pagi kak Nesa yang cantik, baik hati, dan tidak sombong," seru Vira sambil menunjukkan cengirannya.

"Ada apa?"

"Hari ini jadi kan kak?"

"Hah? Jadi apa?" tanya ku bingung.

"Pergi ke toko buku abis itu ke abang es krim."

"Ya emang jadi, tapi kakak cuma pergi sendiri."

"Ih kakak, kan kita harus pergi bertiga."

"Bertiga?" tanya ku sambil mengerutkan kening ku.

"Iya. Aku, Kakak, sama kakak ganteng."

"Hah? enggak ah gak mau! orang kakak mau nya pergi sendiri."

"Tapi kak—"

"Vira dengerin bunda ya, gak usah ikutin kakak kamu. Dia itu gak bener, lebih baik kamu di rumah aja belajar biar pinter ya sayang. Jangan ikutin kakak kamu yang kerjaannya cuma keluyuran entah dimana."

"Vira denger sendiri kan, bunda gak izinin kamu pergi sama kakak."

"Tapi kak—"

"Nesa! sudah sejauh mana kamu mencuci otak adik kamu sendiri?"

"Kalau bunda mau merendahkan Nesa, bukan begitu cara nya. Apa gak ada cara yang lebih jahat dari itu, kenapa bunda gak sekalian aja bilang kalau Nesa itu bukan anak kandung bunda dan ayah. Kenapa bunda gak sekalian aja bilang kalau Nesa itu anak pungut. KENAPA BUN?!" tanya ku yang pada akhirnya menangis. Aku berusaha untuk bertanya soal ini dengan cara seperti ini.

"Berani-beraninya kamu membentak saya! plakk........," satu tamparan berhasil lolos mendarat di pipi ku.

"Jadi benar jika saya bukan anak kandung anda?" tanya ku dengan volume suara yang semakin lemah.

"Apa yang membuat kamu berfikir seperti itu?" tanya bunda dengan sorot mata tajamnya.

"Secara naluri hati seorang ibu, tidak mungkin jika seorang ibu merendahkan anaknya sendiri seperti apa yang anda ucapkan tadi! tidak ada seorang ibu yang tidak pernah menaruhkan rasa cintanya kepada anaknya sendiri! dan tidak ada seorang ibu yang membiarkan anaknya merasa sendiri! kecuali, kecuali jika dia bukan anak kandungnya."

"Kamu mau jawaban jujur atau tidak?"

"Nesa mau jawaban jujur bun."

Walau sebenarnya sulit untuk menerima apa yang akan ku dengar nanti, namun pernyataan Syasya selalu saja terngiang-ngiang di benak ku.

"Ada apa ini?" tanya ayah yang tiba-tiba datang.

"Benar, jika kamu bukan anak kandung saya," cetus bunda.

Tuhan jika di izinkan ingin sekali aku memutar balikkan perkataan bunda.
Sungguh pernyataannya barusan belum bisa aku terima begitu saja.
Sudah terbiasa menerima luka, namun luka kali ini lebih berkali lipat rasa sakitnya.
Mengapa aku harus meminta jawaban jujur, kenapa tidak jawaban bohong saja.
Seandainya waktu bisa di putar kembali.
Sangat ku sayang kan jika aku bertanya soal ini .
Rasanya begitu berat menerima kenyataan ini.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang