***
"Kalau saja kamu bisa seperti sahabat ku yang selalu membuat ku tersenyum,
Ku jamin, dunia akan terasa milik ku seorang"***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Tak ada yang mengajak ku pulang bersama seperti hari lalu. Kini Inara, Nadine dan Reva sudah sepakat mendirikan geng nya. Untung saja Arvin masih berbaik hati untuk tetap menjadi teman ku.
"Nes ayo pulang, kali ini lo gak boleh nolak!" ucap Arvin.
"Bercanda lo? Pulang kemana? Gue harus ngambil barang-barang gue dulu di rumah Nara."
"Gak perlu lo injak kaki lo lagi ke rumah gue! Sekarang lo jalan ke depan gerbang, lo ambil tuh semua barang-barang lo di mobil gue," cetus Inara.
"Oke, makasih," jawab ku.
"Nes, lo tunggu depan gerbang ya, gue mau keluarin motor dulu," ujar Arvin.
"Vin, Lo masih aja sih dekat sama manusia perebut itu!"
"Yang seharusnya manusia perebut itu lo Nadine, bukan Nesa."
Tak ingin ambil pusing, aku segera meninggalkan ruang kelas itu.
"Nesa, lo anak IPA 2 ya?" tanya seseorang yang tak ku kenal.
"Hm."
"Ini ada titipan bunga mawar," balasnya sambil memberikan ku setangkai bunga mawar.
"Dari siapa?"
"Dari nya untuk kamu," balasnya sambil tersenyum yang membuat ku jijik melihatnya.
"Makasih," balas ku. Bunga itu hanya ku genggam, tak peduli dengan kehadiran bunga itu, aku tetap berjalan menuju pintu gerbang. Tak lama setelah itu aku menemukan mobil milik Inara.
"Non, ini beneran non mau pergi?" tanya supir.
"Iya pak."
"Kemana non?"
"Gak tau pak."
"Kok non Inara tega ya sama non Nesa, padahal non itu baik banget lo non."
"Sebaik apapun saya, kalau menurut dia buruk ya tetap buruk pak. Kalau gitu saya pamit ya pak."
"Iya non. Hati-hati."
Aku berjalan ke pinggir gerbang, menunggu motor Arvin.
"Kamu Milea ya?" tanyanya bak film Dilan.
"Gak cocok jadi Dilan! Cocoknya jadi dilanda-"
"Dilanda kasmaran kamu."
"Dih jijik."
"Udah cepat naik!"
"Koper gue gimana?"
"Oh, iya. Duh nih koper, ganggu aja udah kayak orang ketiga."
"Ngomong kok ngawur terus."
"Lo tunggu sini Nes, bentar."
Aku peka, bahkan peka ku terlihat kelewatan. Fano tengah menatap ku dari kejauhan. Matanya terus memandang ke arah ku. Ia tersenyum simpul. Saat aku tertawa bersama Arvin pun aku melihatnya sedang tersenyum. Tak dapat ku maknai arti senyumnya.
"Mileong kamu kenapa? Jangan buat Dilan khawatir," ucapnya yang membuat tingkat temperatur jijik ku semakin tinggi.
"Ngapain lo ngambil tali?"
"Tali ini sebagai penghubung koper lo dan motor gue. Gue gak bakal ikat koper ini di jok belakang, lo diriin aja kopernya di jalanan biar dia mandiri. Nanti pas gue gas nih motor, tuh koper jalan. Oh iya gue pertegas nih ikat nya harus ikat mati ya, biar gak ada yang bisa lepasin, jadi tali itu saling berhubungan sehidup semati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Roman pour AdolescentsTerimakasih sudah hadir, aku pamit. ______________________________________________ [] Publis : 5/Februari/2019 [] (males revisi, pas dibaca ulang alay bgt ternyata) MAAF KALO TERNYATA ALAY BANGET??!!?!? -angel 2023