35 - Kesempatan

721 51 19
                                    

***

Aku masih mencintaimu
Dan
Kamu masih mencintaiku
Tidak salahkan bila aku memilih jalan agar kita kembali bersama?

***

Matahari dengan malu-malu menampakkan sinarnya. Aku sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Dari rumah pohon, sudah terdengar bunyi motor Arvin. Aku segera turun.

"Ayo berangkat," kata ku bersemangat.

"Tunggu, kok muka lo pucet? Lo udah minum obat?"

"Udah, ini itu bedak, gak pucet kok," balas ku.

"Ya udah naik."

***

Tak butuh waktu lama, kami sampai di parkiran sekolah. Arvin melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Alhasil sekarang rambut ku sudah seperti rambut singa. Aku turun dari motornya dengan wajah kesal.

"Gak sekalian lo pake kecepatan yang super duper tinggi? Biar sekalian rambut gue nyangkut di lampu merah, biar botak sekalian!" ucap ku kesal.

"Maaf-maaf, sini gue rapihin," tangan Arvin melayang ke atas kepala ku, ia merapikan rambut ku dan menyelipkan beberapa helai rambut ke telinga ku. Namun perlakuan manis Arvin tak sama sekali membuat aku dag dig dug, berbeda saat dengan Fano.

Sementara dari arah masuk parkiran, aku melihat Fano dan motornya, serta ada juga Syasya di boncengannya. Ia menatap ke arah ku dan Arvin yang masih merapikan rambut ku. Ketika motor itu melaju di depan mata ku, tak sengaja aku melihat wajah Syasya yang begitu pucat.

Aku yakin, itu masih bagian dari sandiwaranya.

"Itu Fano sama Syasya. Samperin gih!"

Aku teringat oleh janji ku dengan Syasya yang akan bertemu kemarin. Kemarin aku benar-benar lupa. Bagaimana jika Syasya tidak akan memberitahu siapa orang tua kandung ku? Kenapa harus lupa Nesa!

"Nes?"

"Eh iya?"

"Samperin Fano sana."

"Ngapain banget, ayo ke kelas."

"Yakin gak mau?"

"Duh Vin, kepala gue berat Vin. Gue gak kuat," lagi-lagi sakit ku kambuh di waktu yang kurang tepat. Aku tak sadarkan diri setelah itu.

***

"Nes?"

Mata ku mulai terbuka. Kini di depan ku bukan Arvin, melainkan Fano.

"Ngapain?" tanya ku.

"Jagain lo."

"Gak perlu!"

"..."

"Gue udah sadar, lo bisa pergi sekarang."

"Gak."

"No!"

"Apa yang bisa bikin lo percaya sama gue?" tanyanya.

"Udah gak ada."

"Lo sakit apa?"

"Gue gak sakit."

Keheningan terjadi cukup lama. Baik aku maupun Fano tak mengeluarkan suara sama sekali. Suara pintu UKS terbuka. Arvin datang.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang