Happy reading euyy^^^^^^^^^^^^.
.
.
.
.
.
.***
Kepercayaan itu hal yang antik, mahal, kalau udah di rusak bakal susah di cari.
***
"Fano, aku mencintaimu, mulai dari hati mu, sikap mu, hingga seluruh yang ada pada mu, aku sungguh-sungguh mencintai mu. Takdir seolah hobi sekali mempermainkan kita. Apa itu sebuah kode jika kita tidak di takdir kan bersama? Entahlah yang selalu terlintas di benak ku hanya 'Aku mencintai mu, jikalau takdir menentang, aku akan tetap mencintaimu'. Aku memang keras kepala."
Mata ku yang berawal terpejam kini sudah dapat membuka. Semuanya gelap, tak ada sama sekali yang dapat ku lihat. Aku mulai melebarkan bola mata ku, hasilnya nihil, aku tetap tidak dapat melihat apapun.
Ku biarkan tangan ku melayang serta mendarat di atas pipi ku, rasanya sangat sakit. Ku kira ini hanya sebuah mimpi, namun ini terlalu sadar untuk ku ucap mimpi.
"Vanesa lo gak apa-apa? Udah sadar?" tanya seorang laki-laki. Tak asing mendengar suaranya, namun sangat asing jika di katakan aku sering mendengar suaranya.
"Ini dimana? Kenapa semuanya gelap?" tanya ku.
"Gelap? Lihat gue ada di sini," ucapnya, sangat jelas bahwa ia sangat khawatir.
"Ini gelap! Gak ada yang bisa gue lihat! Lo siapa?"
"Gue Nando, Lo tunggu sini, gue akan panggil dokter."
Dengan diam, aku berfikir siapa orang tersebut. Akhirnya aku menemukan jawabannya, setelah mengingat kejadian waktu itu. Nando, teman Fano. Apa Fano sedang berada di sini?
Suara langkah mulai terdengar yang ku yakini itu adalah langkah Nando dan dokter yang akan mengecek keadaan ku.
"Apa mba tidak bisa melihat jari-jari saya? Ternyata pemeriksaan dari awal sudah benar," ucap dokter.
Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Maaf, setelah saya mengecek kondisi mba, saya dapat mengambil keputusan yang tentu saja membuat siapapun yang mendengar akan sedih."
"Apa saya buta dok?" dokter tersebut tak menanggapi pertanyaan ku.
"Nando? Gue gak apa-apa kan?" tanya ku memastikan.
"Lo gak apa-apa Nes," ucap Nando dengan nada miris.
"Oke, gue gak apa-apa, GUE GAK APA-APA!!!" tangis ku pecah seketika. Entah apa penyebabnya. Apa aku tidak terima jika aku tidak bisa melihat? Sungguh jika itu alasan ku menangis, aku seperti menjadi hamba Tuhan yang tidak tahu diri. Namun terkadang kekecewaan yang kita rasakan tidak dapat kita terima—manusia memang tempatnya tak tahu diri.
"Jangan nangis, berhenti bentak diri kamu. Ingat, yang tertutup hanya mata kamu, sisanya masih banyak yang terangkum menjadi kesempurnaan, iya sempurna. Kalau kata orang manusia tidak ada yang sempurna, aku tidak setuju. Karena kamu adalah alasan ketidaksetujuan itu, kamu sempurna. Biarpun mata kamu tertutup, tapi kesempurnaan kamu gak akan pernah tertutup. Berhenti bentak diri kamu, kamu sempurna," ucapan tersebut berasal dari sebuah rekaman. Aku sangat mengenal suara itu, namun yang aku rasa hanya suaranya, tak sama sekali merasakan kehadirannya.
"Berhenti nangis Nes, kasian, dia phobia liat lo nangis," balas Nando dengan nada menghibur.
"Fano mana Do?" tanya ku dengan Isak tangis yang sudah mereda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa
Teen FictionTerimakasih sudah hadir, aku pamit. ______________________________________________ [] Publis : 5/Februari/2019 [] (males revisi, pas dibaca ulang alay bgt ternyata) MAAF KALO TERNYATA ALAY BANGET??!!?!? -angel 2023