kim wooseok : rude boss pt.3

5.5K 779 67
                                    

Kim Wooseok ternyata tidak seburuk itu.

Dia tidak sedingin yang mereka kira. Dia tidak sekejam yang selama ini mereka sangka. Dia benar-benar pribadi yang sangat lembut. Kau hanya perlu mengenalnya lebih jauh lagi dan kau akan tau semuanya.

Pria itu benar-benar membuktikan bahwa ia benar-benar serius dengan perkataannya.

Dimulai dari hal yang paling sederhana, ia memperlihatkan sisi dirinya yang sebenarnya di depanku dan aku lebih menyukai Kim Wooseok yang seperti itu, yang lebih banyak tersenyum. Bukan Kim Wooseok yang selalu serius dan dengan dengan wajah yang tanpa ekspresi itu.

Percayalah, dia benar-benar pribadi yang menyenangkan dan, sedikit manis.

Sebenarnya aku tidak tahu pasti sejauh mana hubunganku dengan Wooseok saat ini. Yang aku tahu setiap hari prai itu selalu mengatakan kata-kata manis yang mampu membuat setiap gadis yang mendengarnya akan melayang hingga ke lapisan terakhir langit.

"(y/n) bisa kemari sebentar?" Wooseok meneleponku dan itu sudah menjadi kebiasaan buruknya. Kenapa aku menyebutnya kebiasaan buruk? Karena hampir setiap saat pria itu meneleponku hanya sekedar menyuruhku untuk menampakkan wajahku kepadanya dengan alasan 'Saya hanya ingin melihat wajah kamu'

"Kali ini ada apa, sir?" tanyaku begitu berhasil masuk ke dalam ruangannya.

"Wooseok, (y/n). Saya sudah bilang panggil saya Wooseok" potongnya cepat.

"Tapi ini masih di kantor, sir" timpalku tidak setuju.

"Sebenarnya yang jadi atasan disini siapa? Saya atau kamu?" lanjutnya yang membuatku terdiam, bingung harus membalasnya bagaimana.

"Kamu sudah makan?" tanyanya kemudian, membuatku menggeleng pelan.

"Duduk" pintanya lantas menunjuk kursi yang ada di depan meja kerjanya menggunakan dagunya, menyuruhku untuk segera duduk disitu.

"Bapak ingin memesan-" aku segera menutup mulutku begitu Wooseok menatapku dengan sangat tajam setelah aku memanggilnya dengan formal. Mengerikan.

"K- kamu mau memesan sesuatu, atau bagaimana?" lanjutku dengan ragu. Rasanya agak aneh berbicara seperti ini dengan atasanmu sendiri.

"Tadi pagi saya memasak sendiri malahan" jawabnya.

"Memangnya bisa?" ejekku tersenyum miring.

"Kamu meremehkan saya?" dengan penuh percaya diri Wooseok kemudian mengambil kotak bekal yang dibawanya dan membuka kotak bekal itu di hadapanku.

"Nasi goreng? Semua orang bisa membuat ini, sir" timpalku.

"Ini bukan nasi goreng sembarangan, asal kamu tahu" timpal lelaki itu, masih dengan kepercayaan dirinya.

Aku mendengus lantaran mengambil sendok dan menyuapi nasi goreng itu masuk kedalam mulutku.

"Lumayan" kataku seraya tersenyum.

"Enak?" tanyanya memastikan dan itu cukup membuatku mengangguk.

Aku tidak tahu ini sudah keberapa kalinya aku menyuapi diriku dengan nasi goreng buatan Wooseok, hingga aku tidak menyadari pria itu kemudian bangkit dari duduknya, mencodongkan sedikit tubuhnya kearahku, dan menggulung rambutku dengan pulpen yang ia miliki.

Dan seketika wajahku memanas, membuat pria itu kini tersenyum melihatku, membuatku memilih untuk kembali memakan nasi goreng buatan Wooseok, berusaha menutupi kesalah tingkahanku.

"Ruangan saya panas?" tanyanya.

Aku mengernyit "Huh?"

"Muka kamu merah" lanjutnya seraya tersenyum puas.

Sial.

Bersamaan dengan itu pintu ruangan Wooseok kemudian terbuka, membuat kedua dari kami mengalihkan pandangan pada pintu tersebut, menampakkan seorang wanita dengan perut yang membuncit, yang tampaknya begitu familiar di penglihatanku.

"Julie? Apa yang membawamu kemari? Kenapa tidak memberitahuku terlebih dahulu" Wooseok segera bangkit dari duduknya, menghampiri wanita hamil itu. Julie? Tentu saja, wanita itu adalah istri Wooseok. Bagaimana bisa aku melupakannya?

Tunggu.

Dia hamil?

Yang benar saja.

Beberapa hari yang lalu Wooseok mengatakan bahwa ia dan Julie benar-benar tidak memiliki perasaan satu sama lain. Dan lihatlah sekarang, Julie hamil dan bukankah itu cukup membuktikan bahwa perasaan itu memang ada?

Wooseok tersenyum lantaran mengelus perut Julie dengan lembut. Pria itu kemudian membungkuk lantas mendaratkan sebuah kecupan diatas perut wanita itu.

Aku meneguk ludahku seraya mengerjap-ngerjapkan kedua mataku. Apa-apaan ini? Apakah Wooseok berusaha mempermainkanku?

"Ah (y/n). Bagaimana nasi goreng buatan Wooseok? Aku yakin pasti sangat asin?" timpal Julie kepadaku.

Dan satu jitakan pelan mendarat tepat diatas kepala wanita itu "Enak saja" bela Wooseok.

Aku kembali meneguk ludahku. Tidak ada perasaan satu sama lain? Hubungan mereka bahkan terlihat baik-baik saja.

Seharusnya aku tidak pernah mempercayai pria itu. Aku menarik kata-kataku. Wooseok memang seburuk itu.

"Jadi apa yang membawamu kemari, huh?" tanya pria itu.

"Aku hanya mengikuti arahan anak ini" Julie kemudian tersenyum lantaran mengelus perutnya.

"Jadi dia merindukanku?" dan Wooseok ikut mengelus perut wanita itu lantas tersenyum.

Aku menggigit bibir bagian bawahku, merasakan kedua mataku mulai memanas.

Dasar bodoh. Seharusnya aku tidak pernah mempercayainya.

Aku kemudian bangkit dari dudukku, berniat meninggalkan ruangan ini saat itu juga.

"Kamu sudah selesai makan?" tanya Wooseok kepadaku. Lihat dirinya, bahkan ia bertanya tanpa perasaan bersalah yang menyelimuti dirinya. Luar biasa. Jadi sekarang pria ini berusaha untuk menutupinya atau bagaimana?

"Saya sudah kenyang sir. Terima kasih atas makanannya" dengan gerakan cepat aku meninggalkan ruangan itu, dan seketika kedua mataku mulai meneteskan air mata.

Bodoh. Sangat bodoh.

Apa yang ku tangisi? Kenapa aku menangis? Kau bahkan tidak menyukai Kim Wooseok sama sekali bukan? Ayolah, tidak seharusnya kau menangis.

Tapi kenapa rasanya begitu menyakitkan?

Seharusnya aku tahu dari awal Kim Wooseok benar-benar seburuk itu.

***

daydreamin' | produce x 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang