kim wooseok : rude boss pt.4

5.3K 783 10
                                    

Kim Wooseok benar-benar tidak pernah lelah untuk mengusikku.

Semenjak aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaannya, pria itu selalu berusaha untuk menghubungiku atau bahkan mendatangi rumahku dengan berbagai gedoran pintu yang benar-benar mengangguku.

Selama ini aku salah menilai diriku sendiri, selalu berusaha menghindari fakta bahwa aku benar-benar menyukai Kim Wooseok.

Kim Wooseok masih disana. Masih diluar pintu rumahku dan mengetuknya berkali-kali, berharap aku membukakannya pintu.

Beberapa saat kemudian ketukan pintu itu menghilang, membuatku berjalan mendekati pintu itu dan menempelkan telingaku disana, memastikan apakah pria itu benar-benar sudah pergi.

"(y/n), just let me explain" ucapnya.

Ternyata ia masih ada diluar sana.

"Biarkan saya masuk dan menjelaskan semuanya" lanjutnya.

"Bapak hanya membuang-buang waktu" balasku dan itu membuat Wooseok kembali mengetuk pintu rumahku.

"Kamu salah paham"

Aku menghela nafas pelan. Pikiran dan hatiku menyuruhku untuk membukakan pria itu pintu, dan aku benar-benar melakukannya. Bodoh memang, maafkan aku.

Wooseok tersenyum senang begitu melihat pintu rumahku akhirnya terbuka. Pria itu benar-benar terlihat sangat berantakan saat ini.

"5 menit" ucapku seraya melipat kedua tanganku di dada, mengisyaratkan kepada lelaki itu untuk segera masuk.

"Kamu kenapa mengundurkan diri dari perusahaan saya?" Wooseok kemudian duduk di sofa yang ada di ruang tengah, dan aku ikut duduk bersebelahan dengannya.

Aku tersenyum miris. Akan sangat lucu apabila aku mengakui alasanku mengudurkan diri dari perusahaan lelaki ini hanya karena aku berusaha untuk menghindarinya.

Aku menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Wajah kamu pucat. Kamu baik-baik saja?" tanyanya.

Aku mengangguk pelan sebagai balasan.

"Saya tidak suka kamu jadi seperti ini" lanjutnya.

Aku mendengus "Tujuan bapak sebenarnya datang kesini untuk apa?" timpalku mulai kesal.

"I was worried about you" Wooseok mengulurkan tangannya, menyelipkan beberapa helaian rambutku ke belakang telingaku.

"Tidak perlu repot, sir. Yang harus kau khwatirkan adalah istrimu, sir" balasku seraya memutar kedua bola mataku. Bersikap seakan-akan aku tidak mengharapkan dirinya, bersikap seakan-akan aku tidak mempedulikannya. Tapi tentu saja itu semua hanyalah kebohongan.

Pria itu kemudian tersenyum miring, cukup menyebalkan untuk melihat senyuman itu "Kamu cemburu?"

"Cemburu? Untuk apa? Saya hanya merasa bodoh karena dengan mudahnya dipermainin oleh bapak. Seharusnya saya tidak pernah percaya dengan apa yang bapak katakan saat itu" jelasku.

"Memangnya siapa yang berusaha mempermainkan kamu?"

"Kau gila, huh? Istri bapak bahkan sudah hamil dan bapak pernah mengatakan tidak terjadi apa-apa diantara kalian. Omong kosong! Hubungan kalian bahkan terlihat baik-baik saja"

"Memang tidak terjadi apa-apa diantara kami, (y/n)"

Aku mendengus mendengar perkataannya.

"Saya sudah cerai" lanjutnya.

Aku menaikkan sebelah alisku, berusaha mencerna perkataannya sekaligus membiarkan pria itu untuk menjelaskan terlebih dahulu.

"Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Saya menikah hanya untuk kesepakatan belaka. Anak itu bukan anak saya. Justin adalah ayah dari anak itu dan ia benar-benar tidak bisa menerima semua kenyataan setelah mengetahui Julie hamil"

"Julie sahabat baik saya dan saya menikahinya hanya untuk menjaga nama baiknya saja, hingga Justin benar-benar bisa menerima keberadaan anak mereka. Itu kesepakatan kami" jelas Wooseok, masih dengan senyuman dibibirnya.

"Anak Julie menjadi tanggung jawab saya selama saya masih berstatus sebagai suaminya, jadi jangan salah paham" lanjutnya.

"Saya tidak pernah berniat untuk mempermainkan kamu (y/n), dan saya benar-benar tulus dengan perasaan saya"

Aku menggigit bibir bawahku, sedikit terkejut mendengar penjelasannya. Lihat, dengan mudahnya aku bahkan seketika luluh dengan semua penjelasan darinya, membuatku sekaligus merasa bersalah karena tidak mendengarkan pria itu menjelaskannya terlebih dahulu dari awal.

Bodoh. Aku tahu itu. Tapi itu yang akan kau lakukan dan akan kau rasakan ketika kau mulai menaruh perasaan kepada seseorang.

"Kenapa bapak tidak pernah menceritakan tentang hal ini" ucapku pelan.

"Bagaimana caranya saya mau cerita kalau kamu selalu berusaha menghindari saya?" timpal Wooseok seraya menghela nafasnya.

Aku mendengus "Tapi tetap saja. Pernikahan bukan sesuatu yang bisa digunakan untuk bermain-main" balasku, berusaha mencari pembelaan.

"Aku menjamin pernikahan selanjutnya tidak akan pernah berakhir seperti ini"

"Dan orang itu adalah kamu" dan satu pukulan keras mendarat tepat di lengan pria itu,- membuatnya tertawa, sementara aku hanya bisa memutar kedua bola mataku.

"Tidak lucu"

"Tapi omong-omong saya senang kamu cemburu seperti ini" ucapnya dengan tatapan mengejek

Aku mendengus "Tidak ada yang cemburu" ucapku.

"Kalau kamu tidak cembur, lalu untuk apa kamu mengundurkan diri dari perusahaan saya? Saya selalu berusaha menghubungi kamu, tapi kamu selalu menghindarinya. Kamu ingin membalas dendam atau bagaimana, hmm?" timpal Wooseok, masih dengan tatapan mengejeknya.

Aku melipat kedua tanganku diatas dada "Kau terlalu banyak menyimpulkan semuanya sendiri, sir"

"Tapi cemburu artinya suka, bukan? Jadi kau menyukaiku?" tanya lelaki itu kemudian.

Aku meneguk ludahku, merasakan wajahku mulai memanas. Sial. Dasar lemah.

"Kenapa? Kamu kepanasan? Kenapa muka kamu memerah?" Wooseok sedikit mencodongkan tubuhnya kearahku, berusaha mengamati wajahku yang mulai memerah.

Dan sekali lagi satu pukulan keras mendarat tepat di lengan pria itu.

"So (y/n), be mine?" lelaki itu kemudian meraih daguku, mengarahkan kedua mataku untuk menatap kedua bola matanya yang terlihat begitu mempesona itu.

Tatapan lembut itu lagi. Tatapan yang mampu membuat semua gadis yang melihatnya akan meleleh.

Aku terdiam untuk beberapa saat, berusaha untuk menetralkan debaran jantungku yang mulai menggila.

"Diam berarti iya" ucapnya.

"Lalu kalau saya tidak diam, jawabannya tidak?" timpalku.

"Diam atau tidak jawabannya tetap iya"

"Dan saya tidak menerima penolakan" lanjutnya

Aku mendengus. Rupanya pria ini masih sama dengan Wooseok yang aku kenal, selalu sesuka hatinya.

Pria itu kemudian mendekatkan wajahnya, membuatku memejamkan kedua mataku begitu merasakan hembusan nafasnya mulai menerpa wajahku. Dan saat itu juga sebuah kecupan yang sangat lembut mendarat tepat dibibirku, membuat jantung dan kupu-kupu di perutku menari kesenangan.

Yes. He's totally mine.

The End

***

daydreamin' | produce x 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang