Aku menatap handphoneku yang berdering sedari tadi, tidak berniat untuk mengangkat panggilan telepon itu.
Aku ingin sekali mengangkat panggilan telepon itu, mengingat sebelumnya Dongpyo mengirim pesan suara berkali kali kepadaku.
Aku sangat merindukan anak itu.
Ini sudah 5 hari setelah kejadian di apartemen Seungwoo, dan selama itu juga aku tidak berniat untuk menemui mereka.
Aku meraih handphoneku, berencana untuk mendengarkan pesan suara Dongpyo. Suara tangisanlah yang menyambutku begitu aku memutar pesan suara tersebut.
"Mama jahat"
"Kenapa mama pergi meninggalkan Dongpyo"
"Mama kemana"
"Dongpyo rindu"
Maafkan aku Dongpyo, aku hanya ingin menghindari ayahmu. Aku takut jatuh terlalu dalam dengan perasaanku. Aku takut menerima fakta bahwa aku benar-benar menyukai lelaki itu. Lelaki bajingan itu.
Aku hanya takut tersakiti, terlebih mengingat betapa banyaknya teman wanita yang selalu menemani malam lelaki itu.
Handphoneku kembali berdering untuk yang kelima belas kalinya.
Aku mendesah sebelum memutuskan untuk mengangkat telepon itu.
"(y/n)" suara itu menyapaku.
"Apa?" jawabku ketus.
"Saya ada diluar rumah kamu" mendengar itu membuatku beranjak untuk memastikan keberadaannya dari jendela kamarku.
Itu benar. Itu Han Seungwoo, sedang menatap kearah jendela kamarku. Tatapan kami bertemu, membuat lelaki itu tersenyum lega.
"Kamu baik-baik saja?" tanyanya.
Aku mendengus, masih menatapnya dari jendela kamarku "Sebaiknya kau pulang, tidak ada gunanya kau kemari" timpalku.
"Bisa keluar sebentar?"
"Saya mau membicarakan sesuatu" lanjutnya.
"Tidak"
"(y/n)" potongnya dengan suara yang melembut.
"Saya mohon" lanjutnya memelas yang ditemani helaan nafas setelahnya.
Aku kembali mendengus lantaran mematikan sambungan telepon itu, berniat untuk menghampiri lelaki yang sedang berada di luar rumahku itu.
"Hai" sapanya seraya tersenyum begitu aku menghampirinya.
Aku mendengus "Tidak perlu basa-basi, langsung saja" ucapku seraya melipat kedua tanganku di dada.
"Maaf"
"Untuk apa?"
"Karena udah menyakiti kamu"
Aku memutar kedua bola mataku "Tidak ada gunanya meminta maag. Lagipula tidak ada yang terjadi diantara kita, bukan?"
"(y/n)" lelaki itu mengulurkan sebelah tangannya untuk menggenggam tanganku.
"Maafkan aku" ucapnya yang tiba-tiba.
"Saya hanya tidak mau kamu jadi pelampiasan saya" lanjutnya.
Aku menaikkan sebelah alisku "Jadi waktu itu hanya nafsu belaka?" timpalku seraya menepis tangannya.
Memikirkan itu bahkan menyakitiku.
Seungwoo menggeleng cepat "Saya takut bertindak lebih, sementara kita belum memiliki hubungan khusus sama sekali"
"Memang seperti itu, bukan?" potongku.
"Saya bilang belum"
"Belum sama tidak hal yang berbeda, kau tahu"
Lelaki itu kembali tersenyum tipis, menatap kedua mataku dengan tatapan lembutnya.
"Percaya atau tidak, saya suka sama kamu (y/n)"
"Saya pikir dengan begitu saya tidak akan menyakiti kamu. Tapi pada kenyataan justru itu membuatmu hancur. Maafkan saya"
"Tidak harus bermain dengan wanita lain juga, bukan?" jawabku pelan seraya menundukkan kepalaku lantas memainkan sandal yang ku kenakan.
"Saya tahu"
"Maafkan saya"
"Semudah itu minta maaf?" balasku.
Han Seungwoo kemudian meraih tanganku "Pukul saja kalau kamu mau"
Apa?
"Pukul sepuasnya kalau perlu" timpalnya.
Baiklah. Kurasa itu agak menggelikan.
Aku terkekeh mendengarnya berkata seperti itu. Terdengar konyol dan sangat kekanakan.
Aku tidak memukulnya tentu saja. Melainkan melayangkan sebuah tendangan yang sangat keras tepat di perut lelaki itu, membuat terjatuh.
Aku kemudian melepas sandal yang ku kenakan dan menggunakan itu untuk memukul tubuhnya bertubi-tubi.
Seungwoo hanya bisa pasrah dengan pukulan yang ku berikan kepadanya, walaupun lelaki itu sendiri merasa kesakitan.
Aku menghela nafas, merasa puas dengan pukulan yang ku berikan kepadanya.
Aku ikut terduduk, membuat Seungwoo tersenyum kepadaku.
"Sudah puas?" tanyanya.
Aku menggeleng "Masih kurang"
"Kamu masih mau bermain wanita lagi?" ancamku seraya memamerkan sandal yang tadinya aku gunakan untuk memukulnya.
Lelaki itu terkekeh "Mau"
"Tapi dengan satu wanita saja" timpalnya, menatapku dengan tatapan yang menggelikan.
"Mau aku pukul lagi, huh?" ancamku, berhasil membuat Seungwoo menggunakan kedua tangannya untuk melindungi dirinya sebelum aku kembali melayangkan sebuah pukulan kepadanya.
Aku tersenyum tipis melihatnya ketakutan seperti itu, membuatku mendekat kearahnya dan memeluknya.
"Maaf" ucapnya sekali lagi sebelum lelaki itu membalas pelukanku, memelukku erat.
Aku kembali tersenyum, semakin mengeratkan pelukanku pada tubuhnya.
"Dongpyo dimana?" aku mendongkak, kedua matanya bertemu dengan kedua mataku.
"Ada dimobil, lagi tidur"
"Aku merindukan Dongpyo"
"Sama saya tidak?" timpalnya.
Aku mendengus "Menurut kamu?"
Seungwoo kembali tersenyum, sebelah tangannya kini terulur untuk meraih daguku, membawanya mendekat pada wajahnya.
Kurasa setelah ini lelaki itu akan menciumku.
"Mama!"
Ternyata tidak.
Itu Dongpyo. Anak itu baru saja terbangun dari tidurnya, membuatnya berlari kecil kearah kami.
Seungwoo meringis kecil, berpikir kehadiran Dongpyo benar-benar mengganggu saat-saat berharganya.
"Jangan sentuh-sentuh mama aku" Dongpyo langsung memelukku, sebelah tangannya ia gunakan untuk mendorong pelan dada ayahnya, membuat lelaki itu mendengus kesal.
Aku terkekeh lantas melayangkan kecupan bertubi-tubi pada wajah anak itu, membuatnya tertawa geli.
"Dongpyo" panggil Seungwoo.
"Apakah kamu menyukai jika (y/n) menjadi mama kamu?" lanjutnya, mampu membuatku menatap lelaki itu tidak percaya.
"Suka sekali papa!" jawab Dongpyo semangat, semakin mengeratkan pelukannya padaku.
Seungwoo kemudian bangkit berdiri, sebelah tangannya terulur untuk menepuk pucuk kepalaku yang masih terduduk dengan Dongpyo yang ada dalam pelukanku.
"Be my wife, okay?" timpalnya seraya tersenyum.
Apa-apaan itu. Dan lihat. Lelaki itu bahkan tersenyum penuh kemenangan saat ini.
The End
***
Mampus makin gak jelas kan? :')
KAMU SEDANG MEMBACA
daydreamin' | produce x 101
FanfictionSelamat datang ke dalam sebuah buku yang membuatmu tersenyum dan berhalusinasi bersama semua pria impianmu ©2019 by deeongg