cha junho : outsider pt.3

2.4K 457 17
                                    

Ada yang aneh denganku.

Cha Junho yang akan bertanding, namun kenapa aku yang gugup?

Bukan berarti lelaki itu tidak gugup sama sekali. Omong kosong.

Lihat dia, sedang memojokkan dirinya di sudut kelas dengan kepala yang menghadap ke dinding. Lelaki itu menyandarkan kepalanya di dinding sementara ia berusaha untuk mengatur nafasnya.

Melihatnya yang gugup seperti itu membuatku gugup juga.

"Aku tidak bisa melakukan ini, (y/n)" timpalnya seraya menghela nafas. Mendengarnya berkata seperti itu membuatku bangkit dari dudukku lantas menghampirinya, memberikan sebuah jitakan keras di kepalanya.

"Enak saja" jawabku tidak terima.

Lagi-lagi lelaki itu menghela nafasnya. Tangannya kemudian terulur untuk meraih tanganku, meletakkan tanganku di dada bagian kirinya.

"Jantungku bermasalah. Aku tidak bisa melakukan ini" timpalnya.

Lelaki itu benar. Ia sangat berdebar-debar. Tapi itu hanya sebuah alasan belaka seorang Cha Junho untuk menghindari pertandingan.

Aku mendengus "Jangan berlebihan"

"Aku takut" balasnya.

"Tidak ada yang perlu kau takutkan. Kau sudah berjuang keras selama ini" ucapku lantas menepuk bahunya.

Lelaki itu tersenyum tipis "Akhir-akhir ini kau suka menceramahiku, huh?" timpalnya.

Dan sebuah jitakan yang sangat keras sekali lagi mendarat tepat di kepala lelaki itu "Aku serius" balasku kesal.

"Jika kau berbicara sekali lagi, aku akan menjitakmu" ucapku cepat sebelum Cha Junho membuka mulutnya.

Lihat itu. Lelaki itu bahkan sedang tertawa sekarang.

Kurasa tidak ada yang lucu disini.

Cha Junho kembali mengulurkan tangannya, kali ini untuk berangkul bahuku, menuntunku untuk keluar dari dalam kelas bersamanya.

"Mencoba untuk melawan rasa takut" timpalnya kemudian, dengan penuh penekanan, mencoba mengulang ucapanku seminggu yang lalu.

"Aku selalu ingat itu" lanjutnya seraya tersenyum padaku.

Aku harus mendongkak agar kedua mataku bertemu dengan kedua matanya, membuat Cha Junho sedikit menundukkan kepalanya.

Lelaki itu masih dengan senyuman manisnya.

Aku meneguk ludahku.

Kali ini giliran jantungku yang bermasalah.

***

Aku menggigit kuku jariku, melihat perselisihan poin antara kelas kami dan kelas senior yang begitu tipis.

"Ayo Cha Junho!"

"Junho!"

Aku memutar kedua bola mataku mendengar beberapa teman kelasku kini meneriaki nama Cha Junho dengan begitu semangat.

Cha Junho bukan seperti Cha Junho yang dulu lagi. Kali ini lelaki itu lebih terbuka dan mulai memberanikan diri untuk berinteraksi dengan banyak orang. Lelaki itu bahkan lebih berani untuk mengekspresikan perasaannya. Itu bagus.

Lihat. Bahkan beberapa dari teman kelasku yang dulunya sangat menghindari seorang Cha Junho, kini berusaha untuk menarik perhatian lelaki itu. Sebagai catatan, khususnya para gadis.

Cha Junho mendadak menjadi populer. Itu terjadi begitu saja, bagaikan sebuah penyakit yang merajalela di suatu daerah tertentu, dan menyerang penduduk yang ada disana.

Kelas senior mendapat sebuah pelanggaran, membuat kelas kami mendapat kesempatan untuk melakukan three point, dan Cha Junho yang akan melakukan three point itu.

Aku melihat lelaki itu sedang menghembuskan nafasnya berulang kali.

Kau pasti bisa Cha Junho.

Hingga kedua mata lelaki itu bertemu denganku. Aku tersenyum "Bisa" seraya mengucapkan kata itu tanpa suara.

Lelaki itu kembali fokus dengan ring yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Dan yang benar saja, Cha Junho berhasil melakukan three point, membuat kelas kami menjadi pemenang untuk hari ini.

Aku bersorak gembira, begitu juga dengan Cha Junho yang kini saling berpelukan dengan rekan bermainnya.

Lagi-lagi kedua mata itu bertemu dengan kedua mataku. Dengan senyuman lebar yang menemaninya, lelaki itu mengucapkan terima kasih dengan menggerakkan mulutnya, tanpa bersuara.

Melihat itu membuatku menggerakkan kedua tanganku, mengisyaratkan agar lelaki itu harus membelikanku makanan setelah ini. Tentu saja. Aku harus mendapat traktiran setelah ini.

Kurasa persetujuan itu tidak akan pernah terpenuhi, karena aku akan terus mengganggu lelaki itu. Entalah. Aku sangat senang melakukannya. Cha Junho benar-benar lucu.

"(y/n)" dan itu salah satu teman kelasku, datang menghampiriku, membuatku berbalik membelakangi lapangan untuk berbincang dengannya yang awalnya ada di belakangku.

"Sepertinya kau sangat dekat dengan Junho" timpalnya, membuatku tersenyum puas mendengar itu.

Tentu saja.

Aku mengangguk cepat menanggapi perkataannya, masih dengan sebuah senyuman yang menemaniku.

"Dari dulu aku ingin membantunya" ucapku kemudian.

"Terkadang aku merasa iba kepadanya"

"Yang lainnya selalu menganggapnya buruk, namun ia tidak seburuk itu" lanjutku seraya menatap lurus kearah lapangan.

"Aku tidak butuh iba darimu"

Itu Cha Junho. Entah sejak kapan lelaki itu berdiri di belakangku.

Itu bukan tatapan yang beberapa saat yang lalu lelaki itu tunjukkan padaku. Itu tatapan tidak suka.

Aku mengernyit heran. Apa ada yang salah?

"Kelas kita menang bukan?" timpalnya.

"Jadi sekarang berhenti menggangguku, paham?" lanjutnya.

Aku meneguk ludahku mendengarnya berkata seperti itu.

Sebenarnya apa yang salah disini?

"Aku benci terlihat menyedihkan. Aku tidak butuh iba darimu" dan lelaki itu merampas tas ranselnya yang sedari tadi kupegang, lantas berjalan pergi meninggalkanku.

Sepertinya ada yang salah paham disini.

***

daydreamin' | produce x 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang