Lee Midam dipilih menjadi salah satu kandidat untuk mengikuti olimpiade nasional, mewakili sekolah kami. Aku senang, sangat senang dengan prestasi Midam yang bahkan sudah diakui oleh semua orang.
Aku tidak tahu apakah ini hanya perasaanku saja, tapi hal itu justru membuat Midam benar-benar jauh dariku. Sekarang ia terlalu sibuk dengan tumpukan buku-buku itu.
Baiklah, mungkin aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, namun Midam berusaha sangat keras, hingga ia tidak menyadari betapa tubuhnya sangat membutuhkan istirahat. Aku hanya mengkhwatirkan dirinya yang sekarang.
Aku masuk ke dalam perpustakaan dan mendapati Midam masih berkutat dengan beberapa buku yang dibacanya. Ini sudah pukul 5 sore dan lelaki itu masih belum pulang juga.
Aku menghela nafas dengan pelan, memutuskan untuk menghampiri lelaki itu.
Aku menarik kursi yang berhadapan dengan Midam, sementara lelaki itu masih tidak menyadari kedatanganku.
"Midam" panggilku.
Lelaki itu mendongkak, kini menyadari keberadaanku.
Lihat wajahnya itu, tampak sangat lelah. Aku bahkan tidak menyadari sejak kapan lingkaran hitam dibawah matanya itu ada.
Aku tersenyum, membuatnya ikut tersenyum juga.
"Kamu belum pulang?" tanyaku.
Lelaki itu menggeleng lantas kembali membaca bukunya.
"Jangan terlalu memaksakan diri" lanjutku.
"Semua orang mengandalkan aku, (y/n). Aku tidak mau membuat mereka kecewa" jawab Midam, dan jawaban itu mampu membuat senyumanku merekah.
Masih sama dengan Midam yang kukenal, yang selalu memikirkan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri.
Aku kemudian meraih tas ranselku dan mengambil sekotak susu dan sebungkus roti dari dalamnya.
"Kamu udah berusaha Midam"
"Jangan khwatir, kamu tidak akan mengecewakan mereka"
"Aku tahu kamu bisa melalui ini"
Aku memainkan sekotak susu dan sebungkus roti yang kupegang, seakan sekotak susu dan sebungkus roti itu sedang bercengkrama satu sama lain, layaknya sedang bermain boneka.
Midam lagi-lagi mendongkak. Kali ini lelaki itu terkekeh pelan "Terima kasih, (y/n)" ucapnya.
Lelaki itu kemudian mengulurkan tangannya lantaran mengelus rambutku. Masih sama seperti sebelumnya, wajahku memerah karena perlakuannya itu.
"Untukku?" tanya Midam seraya menunjuk sekotak susu dan sebungkus roti itu.
"Iya, kecuali kamu mau mengajariku matematika lagi" tawarku.
Lelaki itu mendengus kemudian tersenyum miring "Deal" dan dengan gerakan cepat aku menyerahkan sekotak susu dan sebungkus roti itu kepada Midam lantas kembali meraih tas ranselku dan mengeluarkan beberapa bukuku dari dalamnya.
Akhirnya Midam meninggalkan buku yang sebelumnya ia baca dan beralih membantuku mengerjakan tugas matematikaku.
10 menit pertama berjalan sangat lancar. Namun 10 menit berikutnya aku mulai kesusahan mengikuti arahan Midam.
Matematika membuat kepalaku sangat pusing.
"Kamu mengerti?" tanya Midam.
Aku menyengir lantas menggelengkan kepalaku, membuatnya menghela nafasnya pelan "Baiklah, aku ulangi sekali lagi. Perhatiin baik-baik" ucap Midam lantas kembali menjelaskan beberapa soal yang dari tadi tidak kumengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
daydreamin' | produce x 101
FanfictionSelamat datang ke dalam sebuah buku yang membuatmu tersenyum dan berhalusinasi bersama semua pria impianmu ©2019 by deeongg