kim minkyu : the bookstore boy pt.2

2.5K 399 16
                                    

Aku melangkahkan kakiku dengan gontai, masih dengan keadaan mengantuk. Sangat mengantuk. Salahkan kepada tumpukan komik yang merayuku untuk terus membacanya, hingga aku baru bisa tertidur pukul 4 subuh tadi.

"Selamat pagi sir" sapaku kepada satpam penjaga gerbang sekolah begitu aku melintas melewatinya.

Bukannya menyapaku balik, pria itu malah menatapku aneh. Mungkin karena wajah kelelahanku yang sangat mengerikan ini.

Aku mendengus dan memutuskan untuk tidak mempedulikan hal itu.

"Kak" dan seseorang datang menyamai langkahku, berjalan bersebelahan denganku. Siapa lagi kalau bukan Kim Minkyu?

Lelaki itu memiringkan kepalanya, berusaha untuk melihat kondisi wajahku saat ini.

"Kau terlihat menyeramkan" timpalnya.

Aku mendengus "Terserah"

"Gimana? Rekomendasi komik dariku bagus, bukan?" tanyanya.

Sebenarnya salahkan semuanya kepada Kim Minkyu. Lelaki itulah yang merekomendasikan tumpukan komik sialan itu dan membuatku harus datang ke sekolah dengan wajah mengerikan seperti ini.

"Terlalu bagus hingga membuatku enggan untuk tidur" jawabku, membuat Minkyu tertawa.

Lelaki itu kemudian merongoh saku almamaternya dan mengeluarkan dua bungkus batangan chupa chups dari sana.

Kedua alisku mengernyit heran ketika Minkyu menyimpan chupa chups itu ke dalam saku almamater yang kukenakan.

"Jaga-jaga biar tidak ada lalat yang masuk" ucapnya setelah ia berhasil menyerahkan dua bungkus batangan chupa chups itu padaku.

Aku kembali mendengus "Kau ingin aku menderita diabetes atau bagaimana?" timpalku.

"Tanpa aku kasih permen kakak sudah diabetes" balasnya seraya menunjuk wajahnya, seakan mengatakan kepadaku betapa manisnya lelaki itu.

Terlalu besar kepala.

Dan satu pukulan keras mendarat tepat di lengan lelaki itu. Bukannya mengeluh kesakitan, Kim Minkyu malah tertawa.

"Nanti sore kakak mau ke toko penyewaan buku lagi, bukan?" tanya Minkyu kemudian.

Aku mengangguk "Aku ingin mengembalikan komik yang aku pinjam" balasku seraya memamerkan tas ransel yang kukenakan. Karena di dalam tas ranselku sebagian besar dipenuhi dengan komik.

Tidak untuk ditiru. Aku memang bukan tipe murid teladan disini. Sangat berbeda dengan lelaki yang tengah berjalan disampingku ini.

"Baiklah, kakak bisa pergi bersamaku nanti" lanjutnya, membuatku kembali mengangguk sebagai jawaban.

"Aku duluan kak" sebelah tangan lelaki itu kemudian terulur untuk mengacak rambutku pelan, sebelum ia pergi meninggalkanku dan menghampiri beberapa temannya yang sedari tadi memanggil dirinya.

Sudah menjadi kebiasaan baru seorang Kim Minkyu. Akhir-akhir ini lelaki itu sangat senang mengacak rambutku.

Sekarang siapa yang diperlakukan sebagai adik kecil disini?

***

Aku menendang pelan batu kerikil yang ada di bawah kakiku, sekedar menghilangkan rasa bosan yang mulai menghampiriku.

Sudah hampir 30 menit aku menunggu Kim Minkyu namun lelaki itu belum juga menampakkan batang hidungnya.

Dia benar-benar membuatku tampak seperti orang bodoh. Seharusnya aku tidak perlu menunggunya. Lagipula siapa dia?

Aku mendengus ketika melihat lelaki itu akhirnya keluar dari dalam gedung sekolah bersama dengan segerombolan anak osis yang sedang berjalan bersamanya.

Seperti yang ku katakan sebelumnya, Kim Minkyu salah satu murid teladan di sekolah ini.

Aku memutar kedua bola mataku begitu melihat lelaki itu mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut seorang gadis yang berjalan disebelahnya, dan aku tahu gadis itu seangkatan denganku.

Rupanya dia selalu bersikap manis kepada semua orang.

Lihat dia. Sebuah senyuman manis bahkan senantiasa menemani wajahnya.

Benar-benar tukang tebar pesona.

"Kak (y/n)" panggilnya lantas menghampiriku.

Aku kembali memutar kedua bola mataku "Kurang lama" timpalku sinis.

Lelaki itu kemudian menyengir lantas menggaruk tengkuknya "Tadi aku ada rapat kak"

Aku melipat kedua tanganku di dada dan menatap lelaki itu kesal "Jika tau seperti itu aku tidak perlu menunggumu" balasku.

Kim Minkyu kemudian mengulurkan kedua tangannya, berniat untuk mencubit kedua pipiku, namun aku menghindarinya.

Dia selalu bersikap manis kepada semua orang.

Entah kenapa sebuah peringatan terlintas begitu saja di benakku.

Itu benar. Kim Minkyu memang selalu bersikap manis kepada semua orang. Apa yang kau harapkan?

Aku berjalan mendahului lelaki itu, berjalan menuju halte bus yang berjarak beberapa meter dari gerbang sekolah, tempatku berdiri tadi.

Tunggu dulu. Kenapa aku mendadak menjadi sangat kesal?

"Kakak marah?" timpal Minkyu begitu ia berhasil berdiri di sebelahku, yang sedang menunggu kedatangan bus.

"Tidak" balasku.

"Kakak marah karena terlalu lama menunggu, atau karena hal yang lain?" tanya lelaki itu tiba-tiba.

Aku mengernyit lantas menatapnya heran, membiarkan lelaki itu meneruskan perkataannya.

Kim Minkyu kemudian tersenyum. Sebelah tangan lelaki itu ia ulurkan untuk menyentuh kepalaku dan mengelusnya.

"We're just friend" timpalnya lantas menatapku.

Siapa? Gadis yang tadi berjalan dengan Kim Minkyu?

Aku meneguk ludahku memikirkan itu.

Terus? Maksudnya aku cemburu? Melihatnya memperlakukan seorang gadis dengan begitu manis selain diriku?

Permisi Kim Minkyu. Kurasa kau terlalu besar kepala.

"Lalu?" timpalku seraya menepis tangannya.

"Terlihat sangat jelas kau marah karena hal itu" balasnya. Seketika itu juga bus yang sedari tadi kami tunggu akhirnya datang. Lelaki itu langsung masuk ke dalam, mendahuluiku yang masih terdiam memaku.

Seseorang kumohon jelaskan padaku apa maksud lelaki itu.

Aku segera masuk ke dalam bus, menyusul Kim Minkyu. Sebuah helaan nafas keluar dari mulutku begitu melihat keadaan bus yang benar-benar penuh, membuatku harus berdiri.

Aku menghampiri Minkyu dan berdiri di sebelahnya. Senyuman mengejek itu bahkan senantiasa menghiasi wajahnya.

Bus yang kami tumpangi kemudian mulai berjalan, menghampiri halte demi halte yang dilewatinya, membuat keadaan disini semakin sesak.

Kim Minkyu kemudian mengganti posisinya, mengambil tempat tepat di belakangku. Lelaki itu meletakkan sebelah tangannya pada tiang penggantung yang ada diatas kepalanya, sementara tangan yang satunya lagi memegangi pundakku.

Lelaki itu berusaha agar aku tidak terdesak oleh beberapa orang yang sedang menyerobot masuk ke dalam bus ini.

Dia melindungiku, dan itu sangat tidak baik.

Aku menggeleng pelan, berusaha menepis perasaan aneh yang mulai memenuhi dadaku.

Jantungku bahkan berdegup berlebihan saat ini.

"Pendek" bisik lelaki itu pelan, tepat di telingaku.

Itu sebuah ejekan, namun kenapa perutku terasa sangat geli?

Ini buruk.

Sangat buruk.

***

daydreamin' | produce x 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang