Part 6

25.8K 1.5K 30
                                    

"Ke mana itu anak?" gumam Indira berang, karena putra semata wayangnya tidak ada di kamar inap menantunya, padahal ini waktunya Binar diperbolehkan pulang. Wanita paruh baya itu kemudian menatap wajah ayu menantunya dengan tatapan bersalah. "Maafkan Mama, karena Mama lalai mendidik anak. Mama harap, kau bisa memaafkan Rigel."

Binar tersenyum tipis. "Mama adalah ibu terbaik. Mama bahkan menyayangiku seperti ibu kandung. Bagiku, Mama telah berhasil mendidik anak. Soal Kak Rigel, tak ada yang perlu dimaafkan karena dia tidak bersalah. Aku mengerti kalau pernikahan ini sulit bagi Kak Rigel."

Mata Indira berkaca-kaca sampai setetes bulir bening jatuh dari sudut matanya. Dengan cepat ia seka, kemudian menghela napas panjang. "Semoga kau mau bersabar. Mama yakin, kelak Rigel akan mencintaimu dan melupakan wanita itu."

Binar hanya mengangguk seraya tersenyum menanggapi ucapan ibu mertuanya. Sementara itu, di balik pintu kamar inap Binar ada Rigel yang sedari tadi menguping. Pikiran pria itu masih kalut karena kemarahan Naresha beberapa jam yang lalu dan sekarang ia merasa ada beban berat di pundaknya. Sungguh ia menyayangi Binar, tapi untuk mencintai rasanya tidak mungkin. Hatinya sudah terkunci untuk Naresha dan kunci itu sudah ia hempas jauh-jauh ke dasar samudera agar tak ada wanita lain bisa membukanya. Mungkin inilah yang dinamakan budak cinta. Namun secara tidak langsung, sikapnya telah melukai wanita yang kini berstatus sebagai istrinya. Sebagai seorang istri, tentu ia tahu Binar ingin dicintai, tapi mampukah ia memberi cinta pada wanita itu?

Sejenak Rigel bersandar di tembok, memikirkan penawaran Binar. Satu tahun bukanlah waktu yang sedikit, tapi melewatinya tidaklah terasa. Setelah satu tahun, ia akan bercerai dari istrinya. Sebelum itu, ia ingin meninggalkan kesan baik untuk wanita itu. Istrinya meminta diperlakukan seperti sebelum mereka menikah dan ia akan mengabulkan itu. Sungguh ia tidak jijik terhadap Binar, ia bahkan merindukan tawa wanita itu.

Kilasan-kilasan masa kecil mereka yang bahagia berputar bak sebuah film. Binar adalah wanita yang selalu ia jaga. Mereka bahkan sekolah di tempat yang sama. Sebuah sekolah di mana terdapat SD, SMP, dan SMA sekaligus. Setelah lulus, Rigel memutuskan untuk kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta agar tetap bisa melindungi Binar, sedangkan Binar setelah lulus SMA wanita itu memilih untuk kuliah di Inggris.

Kadang-kadang Rigel menceritakan tentang Naresha. Bagaimana kisah mereka terjalin hingga menumbuhkan benih-benih cinta. Selama empat tahun lebih, Rigel hanya cinta dalam diam. Ia tidak mau memiliki pacar, karena perhatiannya pada Binar pasti berkurang. Namun, rasa cinta itu semakin membuncah. Mengingat betapa terkenalnya Naresha yang pasti membuat wanita itu dikelilingi banyak pria yang menyukai wanita itu, Rigel mengunjungi Binar di Inggris untuk meminta pendapat.

"Raihlah dan jadikan ia milikmu, jika Kakak benar-benar mencintainya." Itulah saran Binar saat itu.

"Lalu bagaimana dengan dirimu? Maksudku, kau tahu 'kan jika aku telah dimiliki wanita lain, kita tak bisa sebebas dulu?" tanya Rigel.

"Kakak tidak usah memikirkan diriku. Sudah cukup aku memiliki Kakak, sekarang giliran Kakak meraih bahagia. Kakak lihat 'kan di sini aku bisa bertahan meski Kakak tak selalu bersamaku?" Binar tersenyum meyakinkan, membuat Rigel mendesah lega.

Pada hari itu juga, Rigel terbang ke Italia untuk menyatakan cintanya. Saat itu ia tidak menyangka kalau ternyata Naresha memiliki perasaan yang sama dengannya. Sungguh tiada tara bahagia yang tengah dirasakannya. Setelah Naresha menerima cintanya, ia langsung menghubungi Binar untuk berbagi kebahagiaan. Suara Binar yang ia dengar mencerminkan bahwa wanita itu turut bahagia.

Tak terasa satu tahun sudah Rigel menjalin hubungan dengan Naresha. Bak dua insan yang sedang kasmaran, bunga-bunga terasa menyelimuti hati mereka. Namun, ada secuil sedih saat ia merasa justru Binar menjauh. Wanita itu tak lagi menghubunginya untuk sekadar menceritakan keseharian wanita itu selama menimba ilmu, padahal banyak kisah yang ingin ia ceritakan kepada wanita itu. Geram, akhirnya ia terbang menemui Binar. Saat itu Binar beralasan ingin fokus pada tugas akhirnya hingga tak mengangkat panggilannya atau membalas pesan-pesannya. Jujur, pada pertemuan itu ia merasa ada dinding kokoh yang membentengi dirinya dengan Binar, tetapi ia tepis. Mungkin itu hanya perasaannya saja.

Don't Kill My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang