"Maaf Non, ada paket," ucap Mbok Jum pada Binar yang sedang membaca dalam kamar.
Binar mengernyit selama beberapa detik. Ia tidak merasa memesan sesuatu. Ah, bisa saja itu pesanan suaminya. Akhirnya ia pun melangkah menuju pintu utama. Sesampainya di sana, ia melihat seorang pria tegap yang tingginya hampir sepantar suaminya sedang berdiri membelakanginya.
Binar berdeham lalu berkata, "Maaf, ada apa, Pak?"
Pria tegap itu tidak menjawab, tapi langsung membalikkan tubuhnya. Dapat Binar lihat dus berbentuk persegi panjang yang dibawa pria itu menutupi wajahnya. Ketika ia ingin protes, pria itu menurunkan dus hingga wajahnya tampannya terlihat. Ya, pria tegap itu begitu tampan dengan manik coklat keabuan dan kulit putih kemerahaan.
"Kak Xavier!" pekik Binar tak menyangka siapa pria yang sedang berdiri di depannya.
"Hai," sapa Xavier seraya menampakkan senyum yang menambah ketampanannya. "Emm ... ngomong-ngomong benda ini sangat berat. Boleh aku masuk?"
Binar yang masih terpaku langsung mengangguk dan mempersilakan Xavier---si tukang paket gadungan---masuk. Namun, setelah pria itu menaruh dus yang dibawanya di atas meja, pria itu kembali ke luar rumah, berdiri di depan pintu penumpang mobilnya yang terbuka, lalu membawa dus dengan ukuran yang sama. Setelah itu, pria itu kembali masuk rumah dan menaruh dus di lantai.
"Apa yang Kakak bawa?" tanya Binar penasaran.
"Bukalah, semoga kau suka," sahut Xavier seraya menghempaskan bokongnya di sofa panjang.
Dengan rasa penasaran Binar tak sabar membuka dus itu hingga akhirnya nampaklah sebuah kotak kaca berukuran 70 cm x 45 cm x 30 cm yang di dalamnya terdapat maket Masjidil Haram. Melihat apa isinya, wanita itu menatap Xavier dengan dahi berkerut. Melihat hal itu Xavier memindahkan maket Masjidil Haram ke pinggir meja dekatnya, kemudian mengangkat dus yang tadi ia tinggalkan di lantai kemudian menaruhnya di sisi meja bekas dus pertama tadi. Kembali, Binar pun membukanya. Kali ini isi dari dus itu adalah sebuah maket Masjid Nabawi.
"Ini sangat indah. Terima kasih, Kak, aku sangat menyukainya." Manik mata Binar nampak berbinar. "Aku tebak, pasti ini buatan Kakak, 'kan?" terkanya bukan tanpa alasan, karena yang ia tahu, sejak SMA, kakak kelasnya ini memang suka membuat maket. Selain ayah Xavier memiliki perusahaan properti, ayahnya juga membuka pelayanan desain interior dan pembuatan maket. Hal itu membuat Xavier terbiasa turut menggeluti pekerjaan itu sejak masih duduk di bangku menengah pertama.
Xavier mengangguk. "Syukurlah kalau kau suka." Pria itu tersenyum kecil lalu kembali berkata, "Kau bilang Mekkah dan Madinah adalah tempat paling romantis di dunia, karena hanya orang-orang terpilihlah yang bisa berkunjung ke sana, bahkan seorang billionaire belum tentu diizinkan menapaki tanah suci itu. Tempat di mana kau bisa lebih khusyuk mendekatkan diri dan mencurahkan rasa cintamu pada Allah. Kau pun bilang, kau ingin ke sana bersama suamimu dan ... berhubung bukan aku yang menjadi suamimu, maka hanya maket ini yang bisa aku beri."
Binar mengangguk membenarkan ucapan Xavier. Sewaktu SMA saat ditanya negara mana yang paling ia ingin kunjungi, maka tanah sucilah jawabannya, apalagi jika ia berangkat bersama pria yang menjadi suaminya kelak. Menurutnya, semua orang bisa kapan saja mengelilingi dunia, tapi belum tentu bisa menapaki tanah suci. Allah SWT mengetuk hati beberapa orang yang terpilih dan memanggilnya dengan waktu yang sudah Dia tentukan, bukan manusia itu sendiri. Selain itu di sana juga terdapat bukit kasih sayang atau disebut juga Jabal Rahmah di mana Nabi Adam as dan Siti Hawa bertemu kembali setelah berpisah selama ratusan tahun usai dikeluarkan dari surga. Sebuah kisah yang mengajarkan kita sejauh apa pun jarak membentang, memisahkan kita dengan sang kekasih, kalau jodoh pasti bertemu dan bersatu. Tak hanya itu, bukit itu juga merupakan satu bukit yang menjadi tempat diturunkannya wahyu terakhir kepada Nabi Muhammad SAW tatkala beliau melakukan wukuf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Kill My Baby
RomanceBinar bersimpuh dengan kesepuluh jarinya yang saling bertaut di depan dada. "Bunuh aku," lirihnya bersama bulir-bulir kepahitan yang membasahi wajahnya. "Tidak sekarang, aku masih ingin bermain-main denganmu," bisik Rigel di telinga Binar dengan pos...