Part 12

23.9K 1.4K 167
                                    

Binar hanya ingin membersihkan tubuhnya yang berselimut keringat agar ia bisa tidur nyenyak. Namun, suasana hatinya yang merasa terpatahkan membuat otaknya mendadak buntu dengan lupa membawa pakaian ganti. Tadi ia sudah akan mengambil pakaian kalau saja Rigel tidak menghentikan langkahnya dengan kalimat yang membuatnya merasa dipermainkan. Rasa ingin pergi dari hadapan Rigel lebih kuat mendominasi, daripada pikiran jernihnya, membuat ia urung keluar dari kamar mandi untuk mengambil pakaian ganti. Dirinya tak siap untuk bertemu suaminya. Mungkin, dengan menyembunyikan diri selama beberapa waktu di dalam kamar mandi bisa sedikitnya mengalihkan apa yang dirasakannya saat ini.

Binar melihat pantulan dirinya di depan cermin, terlihat begitu menyedihkan dengan mata memerah dan berkabut. Ia yakin sedetik saja matanya berkedip, maka tanggul sungai air mata yang sedari tadi ia tahan akan jebol. Benar saja, sedetik kemudian cairan bening itu meluap, berhasil membasahi pipinya saat matanya berkedip. Detik itu juga, ia meremas dadanya yang terasa sesak. Ia pun merutuki betapa lemah dirinya. Ia meraih vas bunga yang terletak di pinggir meja wastafel, memandangi selama beberapa detik, kemudian beralih memandangi pantulan dirinya di cermin. Setelah itu, ia mundur satu langkah dan tanpa aba-aba, secepat kilat ia melemparkan vas bunga itu ke arah cermin bersama erangan yang lolos dari bibirnya hingga hancur menjadi puing-puing tak berarti. Sama seperti kehancuran yang ia tengah rasakan saat ini.

Manik mata coklat terang Binar menatap nanar pecahan kaca. Lihatlah, sudah beberapa menit berlalu dan tak ada seorang pun yang masuk. Ke mana Rigel? Apa pria itu tidak mendengar bunyi nyaring saat vas dan cermin beradu? Apa pria itu meninggalkannya setelah secara tersirat ia mengungkapkan rasa cintanya pada pria itu?

Binar mengembuskan napas kasar. Di saat ia membalikkan tubuhnya untuk ke luar kamar mandi, tanpa sengaja kaki kiri yang selama ini menjadi tumpuannya menancap serpihan kaca. Ia mengangkat kaki itu dengan sebelah tangan memegang pinggiran meja wastafel, kemudian mencabut pecahan kaca berukuran sekitar tiga centimeter tanpa takut sedikit pun, lalu menaruhnya di atas meja.

Pandangan Binar beralih pada shower yang letaknya hanya dua meter dari posisinya saat ini. Dengan tertatih ia berjalan menuju shower diikuti jejak merah yang menempel di lantai. Rasanya, sakit sekali. Namun rasa sakit di hatinya jauh lebih sakit.

Sesampainya di shower, Binar memutar kran air secara perlahan, hingga tetes air dingin yang semakin deras mengguyur tubuhnya. Dengan posisi masih berdiri, kepalanya mendongak dan tangannya menengadah, membiarkan tetes air mengalir bersama tetes air mata agar tersamarkan, pun dengan kakinya yang memberi warna merah pada aliran air, karena pendarahan di kakinya belum juga berhenti.

Dalam beberapa menit, Binar masih setia dengan posisi itu sampai kemudian kepalanya menunduk. Ternyata dingin yang menusuk tubuhnya tak bisa mendinginkan pikirannya, apalagi hatinya. Sebelah telapak tangannya menempel di dinding---berusaha menguatkan kakinya yang semakin melemah dari pijakannya. Namun apa daya? Perlahan tubuhnya merosot, bahkan pinggulnya tersentak kuat karena sebelah kakinya yang belum bisa berfungsi.

Tubuh Binar semakin menggigil dan giginya bergemeletuk. Entah sudah berapa banyak waktu yang ia habiskan untuk duduk dengan kedua kaki setengah ditekuk dan wajah yang disembunyikan di antara kedua lutut. Kepalanya mulai pening saat air terus mengguyurnya, meski begitu ia enggan berajak barang sedetik pun.

Mungkin, kini sudah satu jam Binar hanya berdiam diri meratapi nasibnya hingga kemudian, tangan kirinya berusaha meraih gagang kran shower yang masih menyala, sedangkan tangan kanannya meraih kruk agar ia bisa berdiri. Sedikit lagi, ya sedikit lagi ia akan berhasil. Namun naas, belum juga ia berdiri tegak, tubuhnya terasa oleng, pun dengan pandangannya yang mengabur. Sepersekian detik selanjutnya ia luruh di lantai dengan keaadaan kepala yang membentur tembok dan air yang masih mengalir deras.

Don't Kill My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang