Part 18 (18+)

27.2K 1.3K 119
                                    

WARNING 18+

Vote dulu sebelum membaca.

Happy reading!

.
.
.

Rigel dan Binar telah sampai di sebuah hotel tempat pesta yang diselenggarakan rekan kerja Rigel digelar. Memarkir mobil di depan pintu masuk, Rigel melepas seatbelt-nya. Namun berbeda dengan Binar, wanita itu menunduk seraya memainkan jemari lentiknya. Tersenyum kecil, Rigel mendekatkan diri ke arah Binar, melepas seatbelt istrinya, hingga membuat wanita itu mendongak menatapnya.

"Ada yang salah?" tanya Rigel kala melihat wajah istrinya yang terlihat pucat.

Binar menggeleng. "Aku takut kehadiranku membuat Kakak malu. Aku ... cacat."

"Hei ... siapa yang berani mengatakan hal sebodoh itu? Kau pasti bisa sembuh. Dokter mengatakan kalau kau hanya butuh terapi lebih sering, lagi pula kakimu sudah memperlihatkan banyak kemajuan." Rigel menggenggam tangan Binar seraya mengusap punggung tangan wanita itu seolah menyalurkan kekuatan. "Whatever will be, I will accept you for who you are and I will always love you."

Binar mengangguk kecil seraya menghela napas panjang. Melepaskan genggaman, lantas Rigel membuka pintu mobil untuk turun. Pria itu memutari bagian depan mobil, berhenti tepat di sebelah pintu Binar. Tangan kanannya membuka pintu, sedangkan tangan kirinya dilipat ke belakang. Menunduk hormat, Rigel mengulurkan tangannya untuk Binar. Dengan ragu Binar menyambut uluran tangan suaminya, turun dari mobil hati-hati dengan satu tangan yang membawa kruk. Setelah menyerahkan kunci mobil kepada petugas hotel untuk diparkirkan di tempat yang seharusnya, pasangan suami-istri itu berjalan beriringan memasuki tempat pesta.

Rigel bilang ini adalah pesta ulang tahun hotel ini sekaligus merayakan ulang tahun pernikahan perak pemiliknya. Pesta sendiri tidak digelar di ballroom, melainkan di poolside.

Semakin mendekati tempat pesta, Rigel merasa Binar semakin mengeratkan pegangan di lengannya. Pria itu melirik istrinya, melempar senyum, dan menggiring istrinya menemui pemilik pesta.

"Selamat ulang tahun untuk pernikahan dan hotelmu, Tuan Gibram." Rigel menyalami sepasang suami-istri paruh baya yang berdiri anggun di pinggir kolam. Sepasang suami-istri itu membalas uluran tangannya dan tak lupa menyalami Binar yang tersenyum canggung.

"Dia ... istrimu?" tanya Gibram saat matanya menyapu Binar yang berdiri di sebelah Rigel. Rigel pun mengangguk mantap. Wajar jika pria paruh baya itu tak mengenali Binar, karena tak banyak tamu yang diundang dalam pernikahan Rigel dan Binar waktu itu. "Wow, cantik sekali. Darah baratnya begitu terlihat. Hmm ... kau pasti tak pernah bosan menatapnya," gurau pria paruh baya itu.

Wanita paruh baya yang melingkarkan tangannya di lengan Gibram menyenggol pria paruh baya itu. "Oh ... jadi, kau menyesal memiliki istri sepertiku dan bosan melihatku, karena aku tak secantik dia?" rajuknya.

Gibram terkekeh seraya merapatkan tubuh istrinya. "Tentu saja tidak. Bagiku, kaulah yang tercantik dan aku adalah pria beruntung karena telah memilikimu, Dasha."

Dasha, wanita paruh baya itu mencubit gemas pinggang suaminya, lantas memalingkan wajah ke samping untuk menyembunyikan wajahnya yang tersipu malu. Bukannya marah, Gibram malah terkekeh melihat tingkah istrinya.

Melerai atmosfer berselimut canggung, Rigel pun pamit dari hadapan sepasang suami-istri yang terlihat romantis di masa tua mereka. Menyapa beberapa rekan kerja lainnya, setelah itu Rigel mengajak Binar duduk di sebuah kursi.

Manik coklat muda Binar menyapu salah satu hotel termewah di Jakarta ini. Tempat ini mempunyai area poolside dengan taman yang luas hingga cocok untuk melangsungkan pesta bertema pinggir kolam seperti ini. Sesekali ia melempar pandangannya pada Gibram dan Dasha. Tersenyum kecil, ia menatap iri pasangan suami-istri itu. Bertanya dalam hati, apakah ia dan Rigel bisa seromantis itu di masa tua mereka?

Don't Kill My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang