Part 25

21.2K 1.1K 89
                                    

Lenguhan terdengar dari bibir Binar saat merasakan sakit di sekujur tubuh ketika mencoba menggerakkan tubuhnya. Sepersekian detik selanjutnya, matanya perlahan menggerjap saat kilau mentari yang menyusup dari celah gorden menusuk indra penglihatannya. Lantas, tangan kirinya memegang kepala yang berdenyut seperti habis dihantam ribuan ton batu. Tak hanya itu, ia pun merasakan sebuah beban berat di pinggangnya.

Beringsut pelan melepaskan lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya sambil merasakan tubuh yang remuk redam, Binar merasa hawa dingin AC tengah membelai kulit telanjangnya bagian atas saat selimutnya sedikit melorot. Wait, telanjang?

Tersentak kaget, Binar lantas memalingkan kepalanya ke belakang. Dilihatnya sang suami masih terbuai dalam mimpi. Namun, bukan itu fokusnya, melainkan tubuh atletis pria itu yang tidak ditutupi sehelai benang pun---hanya tertutup selimut sebatas pinggang. Tak jauh berbeda dengan dirinya. Melihat hal itu, ia kembali memalingkan wajahnya ke depan.

Binar menarik dan mencengkram kuat selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Bibirnya ia gigit kuat-kuat menahan laju isakan yang siap meluncur. Namun, pada akhirnya tanggul air mata itu jebol juga.

Sambil membekap mulutnya agar isaknya tak terdengar, Binar mengingat kembali potongan-potongan kejadian semalam. Air matanya semakin berderai kala potongan-potongan itu terlihat semakin jelas, bagaimana awalnya tubuhnya terasa panas, lalu sebuah desir asing penuh kenikmatan datang saat ia menyentuh beberapa titik sensitif tubuhnya, dan berakhir dengan penyatuan antara dirinya dan sang suami.

Binar memukul-mukul kepalanya, ia sungguh tak habis pikir atas apa yang terjadi malam tadi. Rutukan demi rutukan ia layangkan untuk dirinya sendiri, bagaimana tubuhnya semurahan itu menikmati setiap sentuhan dari bibir dan jari-jari laknat suaminya, bahkan ia membiarkan pria itu merenggut mahkota yang selama ini ia jaga. Detik itu juga, dunianya terasa runtuh, hancur menjadi puing-puing, lalu melebur bersama debu.

Merasa telinganya terusik, Rigel terbangun. Berbeda dengan kondisi Binar yang merasa hancur, pria itu malah menarik sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan puas.

Rigel melingkarkan kembali lengannya di pinggang Binar seraya merapatkan tubuhnya, kemudian membenamkan wajah di ceruk leher wanita itu. "Good morning, Sunshine," ucapnya parau seraya menutup mata. Jelas sekali binar kebahagiaan membingkai wajah tampannya.

Bukannya membalas, tangis Binar semakin pecah. Tangan wanita itu menyikut dada bidang suaminya. Sungguh, ia tak rela saat kulitnya beradu dengan kulit lelaki berengsek yang telah merampas keperawanannya dengan cara licik.

Rigel mengaduh pelan. Mendengar isakan yang berubah menjadi raungan, lantas ia panik sendiri. "Ada apa, Sunshine?" tanyanya khawatir seraya merubah posisi menjadi duduk setengah miring dengan tangan kiri menyentuh bahu Binar.

Dengan amarah yang membuncah, Binar secepat kilat mengubah posisi menjadi duduk sambil mencengkram erat selimut agar menutupi dadanya. Kilatan membunuh ia layangkan untuk sang tersangka. "Ada apa, Kakak bilang? Ada apa?! Are you kidding me, Bastard?!"

Rigel mengernyit, tak mengerti mengapa sang istri bisa semarah ini. Namun, kala netra cokelat gelapnya jatuh pada pundak sang istri yang tak tertutup selimut, kilasan tadi malam menghantam dan berputar jelas di kepalanya. Ia mengerti sekarang. Drama yang ia prediksi dimulai.

Rigel mendekati sang istri dengan tangan kanan yang terulur hendak menyentuh bahu wanita itu, tetapi tangannya ditepis keras oleh sang istri, membuatnya mau tidak mau menghela napas panjang. "Sunshine ...," panggilnya lirih.

"Stop calling me sunshine. I'm not your sunshine! Get out of my sight, Bastard!" usir Binar berapi-api. Mendengar hal itu, bukannya marah, Rigel hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia baru tahu kalau wanita selembut istrinya bisa meluncurkan kata-kata kasar.

Don't Kill My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang