Part 31

29.5K 1K 175
                                    

Happy Reading 😘


.
.
.

Suara ketukan pintu terdengar. Setelah dipersilakan masuk, maka Rigel---si pengetuk---pun membuka pintu, masuk, kemudian duduk di tempat yang dipersilakan. Ada semburat tanda tanya di wajahnya, bahkan semalaman ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sungguh, ia sudah tidak sabar mendapat jawaban dari sang dokter yang kini duduk di seberangnya.

Rigel berdeham dengan wajah dinginnya. "Bisa kita langsung saja?"

Dokter Fatih mengangguk. "Dari gejala-gejala yang terlihat, saya menduga kalau ayah Anda terkena racun risin yang terpapar melalui jalur udara. Entah itu yang di-extract menjadi bubuk, maupun semprot."

Dahi Rigel tampak mengerut. "Diduga? Jadi, maksud Dokter itu belum pasti?"

Dokter Fatih menghela napas napas, lalu berkata, "Risin adalah salah satu racun berbahaya yang sulit terdeteksi, maka dari itu kita tidak dapat menyimpulkan bahwa ayah Anda meninggal karena risin hanya dengan tes darah. Kita perlu melakukan serangkaian tes lebih lanjut."

"Saya tidak mengerti, Dokter. Tolong jelaskan lebih detail," pinta Rigel.

Dokter Fatih mengangguk, kemudian ia mulai menjelaskan. Menurutnya, risin adalah protein beracun yang terkandung pada jarak pohon (Ricinus communis). Lebih jelasnya, racun itu merupakan suatu protein globular dengan bobot molekul 66 kDa (kilo dalton) tersusun atas dua buah rantai yang saling berhubungan, yaitu rantai A (32 kDa) dan rantai B (32 kDa).

Kedua rantai penyusun risin adalah suatu glikoprotein, protein yang mengikat gugus karbohidrat manosa. Keduanya secara kovalen dihubungkan oleh jembatan disulfida. Ditinjau dari segi fungsinya, kedua rantai penyusun risin berbeda satu sama lain. Rantai A memiliki aktivitas toksik, karena dapat menghambat sintesis protein, sedangkan rantai B berfungsi mengikat reseptor permukaan sel yang mengandung galaktosa.

Jumlah 500 mikrogram (1 mikrogram = satu per sejuta gram) risin atau hanya sebesar ujung peniti sudah cukup untuk membuat manusia menemui kematiannya, bahkan racun ini lebih mematikan 6.000 kali dibandingkan racun sianida dan lebih berbahaya 12.000 kali dibandingkan racun ular derik. Kemampuannya ini membuat risin menjadi zat bioteroris yang ditakuti. Namun di sisi lain, kemampuan potensialnya membunuh sel menjadi harapan bagi pengembangan teknik penyembuhan penyakit seperti kanker, tumor, kerusakan sumsum tulang, dan AIDS.

Gejala yang ditimbulkan risin cukup beragam bergantung pada jalur masuk molekul ini ke dalam tubuh. Terpapar risin melalui jalur udara (pernapasan) dapat menimbulkan batuk, kesulitan bernapas, demam, mual, muntah, kulit berwarna kebiru-biruan, dan tekanan darah rendah. Penurunan tekanan darah yang sangat rendah dapat membuat kegagalan pernapasan dan menyebabkan kematian.

Apabila bubuk risin mengenai mata dan kulit, maka akan menimbulkan mata merah dan rasa sakit pada mata dan kulit.

Terpapar risin melalui jalur pencernaan (mulut) akan mengakibatkan muntah dan diare yang disertai darah, kemungkinan lainnya, tubuh akan mengalami dehidrasi, diikuti dengan tekanan darah rendah. Gejala lainnya termasuk kejang, air seni berdarah dan dalam beberapa hari, hati, limpa, dan ginjal orang itu kemungkinan berhenti bekerja, menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi dalam kurun 36-72 jam sejak orang keracunan risin. Bahkan kalaupun bertahan, orang bisa mengalami kegagalan organ jangka panjang dan masalah kesehatan lainnya.

Dokter Fatih juga menerangkan bahwa untuk mengetahui kebenarannya, maka diperlukan Toksikologi Forensik, yakni penerapan ilmu pengetahuan tentang racun untuk kepentingan hukum dan peradilan. Uji ini dilaksanakan di Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia (LABFOR POLRI) dan/atau di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Berhubung ayah Rigel sudah meninggal, bahkan sudah dikuburkan, maka dari itu, diperlukan Visum et Repertum atau surat pengantar dokter forensik untuk melakukan otopsi.

Rigel tersentak. "Apa?! Otopsi?!" Ia menggeleng tidak terima. Membayangkan tubuh kaku sang ayah diperiksa saja batinnya seperti sudah tersayat sembilu.

"Saya tahu ini berat, tapi hanya itu jalan satu-satunya." Dokter Fatih sedikit mencondongkan tubuhnya. "Kita harus tahu penyebabnya dan yang penting ... kita harus menangkap siapa pelakunya. Apakah Anda akan membiarkan pelakunya berkeliaran begitu saja? Apa Anda tidak ingin menuntut keadilan dan mengetahui apa motifnya?"

Pertanyaan Dokter Fatih begitu telak memukul kesadaran Rigel. Ya, apa motif dari pembunuhan berencana itu? Sebesar apa dosa yang telah ayahnya buat, sehingga ada orang tega melakukan hal sekeji itu? Huft ... dunia bisnis memang selegam langit malam. Sekilas memang terlihat indah, seperti hamparan bertabur kerlip bintang. Namun, jauh di dalam sana, batu-batu meteor saling bertubrukan membentuk kawah, bahkan tak jarang bintang-bintang itu saling meledakkan diri.

Rigel mengusap wajah, ditariknya napas dalam-dalam, lalu diembuskannya kasar. Otopsi? Apakah itu jalan yang terbaik?

"Terima kasih atas penjelasannya, Dokter. Namun, saya harus berpikir dan berdiskusi dengan keluarga saya terlebih dahulu," tukas Rigel. Ia lantas beranjak, pamit.

Belum juga dirinya tenang, saat Rigel baru saja sampai di parkiran rumah sakit, tiba-tiba gawainya berdering. Ia pun merogoh saku celana. Dilihatnya sebuah nomor asing muncul di layar. Namun dari kodenya, bisa ia pastikan kalau itu adalah nomor luar negeri. Dengan malas ia pun menggeser tombol hijau sehingga panggilan itu tersambung.

"Hallo! Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rigel menggunakan bahasa Inggris. Benar saja, orang di seberang pun membalas sapaannya dengan bahasa Inggris.

"Perkenalkan, saya Ivan Petrov, perwakilan dari Perusahaan Berlian Alrosa, Rusia. Sebelumnya, saya turut berduka cita atas meninggalkannya ayah Anda. Itu sungguh berita mengejutkan bagi kami," ucap Ivan.

Ah, pantas saja aksen Inggrisnya berbeda, ternyata pria itu berasal dari Rusia. Tapi, mau apa perusahaan itu menghubunginya? Bodoh! Tentu saja untuk mengucapkan bela sungkawa. Sebagai pengusaha yang masuk dalam seratus orang paling berpengaruh di dunia, berita kematian ayahnya pasti mengguncang dunia.

"Terima kasih atas ucapan bela sungkawa Anda, Mr. Petrov," sahut Rigel.

"Ah, sebenarnya, tujuan saya menghubungi Anda adalah untuk menanyakan kelanjutan rencana penarikan saham senilai lima persen yang Tuan Kalandra tanam di perusahan kami. Anda sebagai pihak waris yang Tuan Kalandra tunjuk, bisakah kita menjadwalkan waktu mengenai saham itu?" Telinga Rigel seketika berdengung. Ia tak bisa menangkap apa yang Ivan katakan.

"Bi---bisa Anda ulangi? Saham apa?" Rigel terbata.

"Leluhur Anda menaruh saham di perusahaan kami. Namun, beberapa hari yang lalu tiba-tiba saja ayah Anda menghubungi kami kalau ingin menjualnya. Saat itu, Tuan Kalandra tidak mengatakan alasannya. Ia ingin mengatakannya secara langsung. Sebaiknya, kita harus segera menjadwalkan pertemuan untuk pembahasan lebih lanjut," ulang Ivan menjelaskan.

Selama beberapa detik Rigel bergeming. Ternyata ia tidak salah dengar. Astaga, lima persen saham Alrosa, perusahaan berlian terbesar di Rusia itu bukanlah sesuatu yang bernilai kecil. Mengapa ayahnya selama ini tidak pernah mengatakannya? Lalu, apa alasan pria paruh baya itu ingin menarik sahamnya? Apa ini ada kaitannya dengan peristiwa pembunuhan berencana terhadap ayahnya?

Rigel mengacak-acak rambutnya seraya menggeram dan memukul kap mobilnya. Sebenarnya, apa yang terjadi? Rasanya kepalanya ingin pecah.

.
.
.
TBC

Tolong koreksi ya, kalau risetnya salah. :)

Btw, selamat tahun baru. Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
💞💞💞

Gak usah nagih next, tekan ⭐ n comment aja yang banyak. 😏

Don't Kill My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang