Setelah pertemuannya dengan Mr. Lee, di sinilah Rigel, di S.E.A Aquarium Singapore. Beberapa tempat sudah ia kunjungi dan beberapa spesies ikan dari sekitar seratus ribu biota laut sudah ia lihat. Sekarang, matanya sedang dimanjakan oleh ikan-ikan yang sedang asyik bermain di kapal karam yang terdapat dalam ruang akuarium yang ia sewa agar tak ada pengunjung yang bisa masuk.
"Aku tahu kau juga merindukanku," ucap seorang wanita tiba-tiba.
Degup jantung Rigel seketika tak berdetak, pun dengan aliran darah yang seketika terhenti saat seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sejenak ia menutup mata, merasakan kerinduan yang dengan tidak sopannya memasuki relung jiwa. Suara itu ... suara pujaan hatinya, wanita yang telah mewarnai hidupnya. Ingin sekali ia berbalik, lalu membalas dekapan hangat itu. Namun, dengan cepat ia tepis. Bagaimanapun semuanya hanya masa lalu. Statusnya sudah tak sama lagi. Wanita itu bukan lagi miliknya.
Dengan pandangan masih tetap tertuju pada kapal karam, Rigel perlahan melepaskan tangan sang mantan kekasih yang melingkar di pinggangnya, bahkan ia bisa merasakan kepala wanita itu bersandar nyaman di punggungnya. Demi Tuhan, posisi wanita itu hanya membuat tubuhnya menegang bahkan hampir merobohkan kewarasannya.
"Katakan apa yang mau kau katakan," ucap Rigel dingin. Sebisa mungkin ia usahakan agar kedua netranya tak bertemu dengan kedua netra sang mantan---terlau berbahaya. Bisa-bisa ia hanyut dalam kenangan masa lalu.
"Maaf, karena aku sempat menyerah," ucap Naresha---mantan kekasih Rigel. Namun selanjutnya, senyum merekah terukir indah di wajahnya yang ayu. "Namun, kau tenang saja, sekarang aku setuju dengan perjanjian itu. Aku akan menunggu hingga kau dan dia berakhir."
"Kau tahu, kehidupan setelah pernikahan diibaratkan bahtera yang berlayar di laut lepas. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Tak selamanya kita disuguhkan dengan mentari cerah dan laut tenang. Bisa saja kemudian terombang-ambing oleh ombak dahsyat, petir, dan angin badai. Namun, apa pun kondisinya seorang nahkota bertanggung jawab dalam mengendalikan kapal agar semua awak selamat hingga pulau impian. Jika pun kapal itu nanti harus hancur, tenggelam, lalu karam, setidaknya ia bisa membawa seluruh awak berenang hingga ketepian." Rigel lantas mengembuskan napas kasar. "Kau tahu maksudku?"
"Tidak," jawab Naresha singkat. "Dan aku tidak peduli. Yang jelas, hari ini aku ingin melepas rindu padamu dan ... merajut kembali jalinan yang terputus," lanjutnya seraya melingkarkan tangan di lengan Rigel, lalu menyandarkan kepala di bahu pria itu. Namun, dengan cepat pria itu mendorong kepalanya dan melepaskan kalengan tangannya.
"Jelas kau harus peduli, karena kaulah badai dalam pernikahanku. Dan harus kuingatkan padamu kalau hubungan kita sudah berakhir. Kau sendiri yang menyerah dan dengan mudahnya menjalin hubungan dengan pria lain." Rigel tertawa miris di akhir ucapannya kala mengingat apa yang terjadi di Italia dulu.
"Kau salah paham," sergah Naresha.
"Salah paham bagaimana maksudmu?" Terpaksa Rigel menoleh dan akhirnya, kedua matanya bersitatap dengan sang mantan. "Haruskah kau perjelas adegan panasmu dan dia di berbagai sudut apartemen hingga terjadi kekacauan, huh?!" Tanpa diduga, pertanyaannya disambut oleh bunyi nyaring yang mampu meninggalkan jejak merah saat telapak tangan model internasional itu mendarat di pipinya.
Sesaat Naresha terperanjat atas apa yang dilakukannya sendiri. "Ma---maaf, aku tidak sengaja. Tuduhanmu sangat keterlaluan. Demi Tuhan, aku bukan wanita serendah itu. Izinkan aku meluruskan kesalahpahaman ini agar kau mengerti," mohonnya dengan tatapan mengiba.
Rigel berulang kali memejamkan matanya, meresapi rangkaian cerita yang mengalir dari bibir mantan kekasihnya. Entah mengapa rasanya begitu nyeri saat mendengar fakta yang terjadi, seperti sedang dikuliti dengan pisau tajam tak kasat mata. Sesal merasuk dalam palung jiwa, karena selama ini ia sudah salah sangka. Mantan kekasihnya tak pernah mengkhianatinya, apalagi sampai melakukan hubungan terlarang dengan pria yang ia temui di apartemen wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Kill My Baby
RomanceBinar bersimpuh dengan kesepuluh jarinya yang saling bertaut di depan dada. "Bunuh aku," lirihnya bersama bulir-bulir kepahitan yang membasahi wajahnya. "Tidak sekarang, aku masih ingin bermain-main denganmu," bisik Rigel di telinga Binar dengan pos...